Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari Sinyal di Tepi Perbatasan RI-Timor Leste

Kompas.com - 11/08/2019, 20:09 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Jarum jam menunjukan pukul 11.00 WITA, mobil Isuzu Panther dobel gardan warna hijau tua milik Kodim 1604 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), keluar dari markas komando teritorial loreng hijau itu.

Mobil yang dikemudikan Kepala Seksi Intel Kodim 1604 Kapten Infanteri I Ketut Darmadi, perlahan bergerak dari Kota Kupang menuju lokasi kegiatan Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-105 tahun 2019, di Oepoli, Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Minggu (4/8/2019) pagi.

Wilayah Oepoli, berada di pesisir pantai utara Pulau Timor dan berbatasan langsung dengan Distrik Oekusi, Timor Leste.

Empat orang ikut di dalam mobil itu, di antaranya Kepala Sub Seksi Intelijen Keimigrasian Kupang, Anthonius DPR Lele, Staf Intelijen Keimigrasian Kupang Akhmad Taufan Kossah, Staf Kodim 1604 Kupang Wayan, termasuk Kompas.com.

Ada dua alternatif menuju lokasi kegiatan TMMD yang berjarak 170 kilometer dari Kota Kupang, Ibu Kota Provinsi NTT.

Pertama, mengikuti jalur poros tengah, Kabupaten Kupang dan alternatif kedua, jalan memutar dari arah timur melintasi Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Timor Tengah Utara (TTU)

Memang, dua rute alternatif itu sama-sama sulit untuk dipilih, karena kondisi jalan menuju wilayah yang berbatasan langsung dengan Distrik Oekusi, Timor Leste itu sangat memprihatinkan.

Kami pun bersepakat memilih rute yang kedua, dengan pertimbangan kondisi jalan setingkat lebih baik.

Cuaca siang itu cukup cerah, mentari begitu terik membakar kulit, namun laju kendaraan dan tiupan angin yang kencang, membuat kami merasakan kesejukan alami tanpa alat pendingin mobil.

Perjalanan melintasi Kabupaten TTS dilalui dengan mulus, karena memang kondisi jalan negara trans Timor itu beraspal sangat mulus.

Begitu juga dengan sinyal telepon genggam milik jaringan penyedia telekomunikasi Telkomsel yang masih perkasa dengan jaringan 4G, simbol kecepatan internet paling tinggi saat ini.

Perjalanan sedikit tersendat, ketika melintasi jalur Kapan, Kecamatan Mollo Utara, TTS hingga Eban, Kecamatan Miomaffo Barat, TTU. Kondisi jalan berlubang dan banyak aspal yang sudah rusak, namun hanya beberapa titik saja.

Di Eban, hanya sekitar dua kilometer saja yang beraspal mulus. Begitu keluar dari Eban menuju wilayah Kecamatan Amfoang Timur sejauh kurang lebih 93 kilometer, kondisi jalan yang semula mulus berubah total.

Kami mulai menyiapkan fisik untuk bergumul dengan lintasan jalan rusak. Beruntung, mobil dobel gardan yang ditumpangi, cocok dengan medan yang berat ini. Kecepatan mobil pun tidak lebih dari 10 kilometer per jam.

Kondisi jalan benar-benar rusak, karena selain aspal yang semuanya berlubang, sebagian besar jalan yang dilewati masih peninggalan penjajah Belanda alias belum beraspal, penuh dengan batu berukuran besar yang berserakan sepanjang jalan.

Ditambah lagi topografi pegunungan yang tinggi dan curam, menambah tantangan bagi kami untuk sampai ke tujuan. Belum lagi jalan yang berdebu, membuat kami gonta ganti mengenakan penutup mulut (masker).

Begitu juga dengan sinyal telepon genggam, yang semula terlihat kokoh, perlahan-lahan mulai melemah seiring berjalannya waktu perjalanan.

Sinyal pun hilang dan muncul, diganti dengan jaringan penyedia telekomunikasi Telemor dari Timor Leste.

Di sepanjang jalan yang kami lewati, terdapat beberapa titik yang muncul jaringan 4G Telkomsel, satu di antaranya adalah "Bukit Cinta" di kawasan pegunungan Mutis Oelbinose, Desa Tasinifu, Kecamatan Mutis, Kabupaten TTU.

Kami berlima yang berada dalam mobil, kemudian kompak untuk berhenti sejenak di Bukit Cinta.

Ada yang menghubungi keluarga dan mengabarkan kondisi perjalanan, ada pula yang mengakses internet untuk sekadar mengupload foto di media sosial, hasil perjalanan kami.

"Akhirnya kita bisa telepon dan akses internet dengan lancar di Bukit Cinta ini," ujar Kepala Seksi Intel Kodim 1604 Kapten Infanteri I Ketut Darmadi, sambil tertawa lepas.

Warga sekitar menyebut Bukit Cinta, karena di tempat itulah, warga bisa mendapatkan layanan sinyal telepon seluler dan menjadi ajang menelepon kawula muda yang memiliki pasangan yang tinggal berjauhan.

Satu pemancar (Tower) Telkomsel di wilayah Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT)SIGIRANUS MARUTHO BERE Satu pemancar (Tower) Telkomsel di wilayah Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT)

Selain itu, bagi pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) yang berasal dari luar NTT, kerap mendatangi Bukit Cinta untuk menelepon istri, anak atau keluarga mereka.

Bagi warga di Oelbinose dan sekitarnya serta pasukan TNI perbatasan, bukit cinta Oelbinose terasa seperti surga buat mereka, lantaran suasana pegunungan yang terasa sejuk dan dingin membuat mereka betah berlama-lama sambil menelepon.

Baca juga: Listrik Mati, Gas Habis, Go Food Tak Ada Sinyal

Tokoh masyarakat Kecamatan Mutis, Alexander Thaal, menyebut, yang pertama kali menamai Bukit Cinta yakni pasukan Satgas Pamtas dari TNI Angkatan Darat, Yonif 743.

Mereka juga membangun sebuah tugu dan papan bertuliskan "Bukit Cinta Oelbinose".

"Yonif 743 yang pertama kali kali beri nama tempat itu karena waktu mereka datang, agak kesulitan untuk berkomunikasi menggunakan handphone lantaran tidak ada sinyal, sehingga mereka mencari tempat di ketinggian. Pada saat berada di Bukit Cinta, sinyal mulai muncul," jelas Alexander kepada Kompas.com melalui sambungan telepon.

Setelah puas mengakses telepon, kami pun melanjutkan perjalanan yang masih sangat jauh.

Waktu telah menunjukan pukul 17.45 WITA, sang surya pun bergegas merapat kembali ke peraduannya, mobil pun bergerak tertatih-tatih menuruni lembah dan mendaki pegunungan.

Karena ketiadaan jembatan penyeberangan, sedikitnya dua sungai ukuran besar dilintasi mobil. Sungai pertama menghubungkan Desa Tasinifu dan Desa Naikake A, yang masih berada di Kecamatan Mutis, Kabupaten TTU.

Selanjutnya sungai yang kedua menghubungkan Desa Noelelo, Kecamatan Mutis dan Desa Netemnanu Selatan, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang.

Perjalanan kami sempat terhenti di Dusun Kabuka, Desa Netemnanu Selatan, lantaran ada kecelakaan tunggal.

Satu unit mobil truk bak kayu yang memuat material bahan bangunan dan sembako serta peralatan tumah tangga dan ditumpangi satu keluarga suami istri dan dua balita, terbalik di tanjakan menuju puncak gunung.

Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu. Hanya seorang penumpang yang mengalami cedera ringan.

Baca juga: Mobil Terbalik di Jalan Lintas Riau-Sumut, Satu Keluarga Selamat

Posisi mobil truk yang terbalik, menutupi badan jalan yang akan kami lewati, sehingga kami terpaksa bermalam di rumah salah satu warga di Dusun Kabuka.

Kami memilih bermalam, karena tidak ada jalan alternatif lainnya. Kapten Infanteri I Ketut Darmadi, berusaha meminta bantuan personel Kodim 1604 Kodim di Oepoli melalui telepon seluler.

Namun upaya itu pupus, akibat jaringan Telkomsel tidak bisa diakses.

Di saat kami beristirahat, rupanya warga secara manual mengevakuasi mobil, sehingga pada keesokan harinya Senin (5/8/2019) pagi, mobil yang kami tumpangi, kemudian melanjutkan perjalanan.

Masih dengan kondisi jalan yang sama, kami akhirnya sampai di Oepoli sekitar pukul 10.30 Wita dan langsung beristirahat di Posko TMMD di kantor Desa Netemnanu Utara.

Baca juga: Telkomsel Tawarkan Paket Rp 10 untuk Pelanggan yang Terkena Mati Listrik

Saat berada di Oepoli, jaringan Telkomsel semakin tak berdaya. Hanya bisa gunakan telepon saja dan itu pun pada titik-titik tertentu. Sedangkan akses internet benar-benar kosong.

Kondisi itu, membuat saya harus memutar otak mencari jalan keluar, karena saat yang bersamaan, saya harus mengirim berita ke Redaksi Kompas.com, sebagai bagian dari rutinitas sehari-hari.

Saya lalu menanyakan kepada warga setempat, termasuk Anggota TNI dari Kodim Kupang yang sudah hampir sebulan berada di Oepoli, tentang bagaimana cara, agar bisa mengakses internet.

Satu-satunya jalan, yakni dengan membeli kartu perdana Telemor, Timor Leste, seharga Rp 25.000 dan paket data 1 GB seharga Rp 20.000.

Kartu perdana dan paket data internet, dijual di sebuah kios kecil yang letaknya berada persis di depan kantor desa.

"Warga di sini, banyak yang beli kartu perdana Telemor, Timor Leste. Kami beli kartu perdananya di Timor Leste seharga 1 Dollar AS dan jual di sini seharga Rp 25.000,"ungkap Maria, pemilik kios.

Menurut Maria, jaringan internet Telemor yang didapat kondisinya tidak stabil.

"Sinyalnya juga kadang hilang muncul," sebut Maria.

Saya lalu memasang kartu perdana, sehingga dua kartu beda negara akhirnya berada di telepon android milik saya.

Setelah kartu Timor Leste terpasang, simbol kecepatan internet milik dua provider itu terlihat jelas berbeda.

Untuk Telkomsel muncul sinyal bar dengan simbol G dan Telemor dengan simbol H.

Simbol G, merupakan kode untuk GPRS (General Packet Radio Service).

Di antara teknologi data seluler lain, GPRS merupakan teknologi yang memiliki kecepatan paling rendah, hanya sekitar 60-80 kbps (kilobit per second) saja.

Praktis tidak bisa digunakan untuk berselancar di dunia maya, namun hanya bisa digunakan untuk menelepon.

Sementara itu, simbol H yang merupakan kode dari HSPA (High Speed Packet Access), memiliki kecepatan unduh yang lebih tinggi, bisa mencapai 14 Mbps (megabit per second) bahkan lebih, tergantung penyedia jasa layanan yang digunakan.

Akses internet Telemor, Timor Leste pun bisa digunakan di Oepoli, namun kekuatan sinyal masih tergolong lemah. Meski begitu, bisa digunakan untuk menonton Youtube, walau kerap tersendat.

Baca juga: Pemadaman Listrik Bisa Jadi Sinyal Buruk Investasi di Indonesia

"Masyarakat yang bermukim di sepanjang perbatasan, sebagian besar memasang dua kartu di handphone mereka. Kami sudah biasa dengan keadaan ini,"ungkap Kepala Desa Netemnanu Utara, Wemfied Kameo.

Kameo mengatakan, kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan beberapa tahun lalu. Kalau sebelumnya, dia dan warganya tidak bisa menelepon karena ketiadaan jaringan provider Telkomsel sebagai satu-satunya yang menjangkau hingga pelosok Pulau Timor.

"Sekarang kami lihat sudah ada satu tower yang dibangun di wilayah desa kami, namun untuk internet belum bisa diakses,"ujarnya.

Kameo berharap, dalam waktu dekat jaringan internet bisa diakses dengan baik sehingga masyarakat di perbatasan juga bisa menikmati dan merasakan kemajuan teknologi.

Dihubungi terpisah, Corporate Communications Telkomsel Regional Bali Nusra Teni Ginaya, mengatakan, pihaknya telah memasang sejumlah tower dan ratusan BTS di sepanjang perbatasan Kabupaten Kupang dan Distrik Oekusi.

Teni menyebut, terdapat 140 BTS yang tersebar di Kabupaten Kupang, dengan rincian BTS 2G sebanyak 80 unit, BTS 3G sebanyak 40 unit dan BTS 4G sebanyak 20 unit.

"Setiap tahun, kami juga melakukan pembangunan BTS di Kabupaten Kupang demi memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah Kupang terhadap kebutuhan komunikasi,"ucapnya.

Namun begitu, lanjut Teni, dia mengimbau kepada masyarakat di wilayah perbatasan agar melakukan penyetelan network telepon genggam secara manual, agar aman dan juga untuk menghindari roaming otomatis.

Pihaknya kata Teni, berencana pada tahun 2019 akan menambah lagi BTS di wilayah perbatasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com