Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Pengantin Pesanan, Dijanjikan Hidup Nyaman hingga Dipekerjakan oleh Suami di China

Kompas.com - 06/08/2019, 19:05 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Praktik pengantin pesanan (mail-order bride) kerap terjadi antara perempuan Indonesia yang menikah dengan laki-laki asing, melalui peran agen perjodohan atau yang lazim disebut “mak comblang”.

Praktik ini kemudian berkembang menjadi kasus yang terindikasi tindak pidana, karena para perempuan yang menikah dengan laki-laki asing, dalam hal ini laki-laki China, justru menjadi korban kekerasan.

Tercatat 13 perempuan asal Kalimantan Barat dan 16 perempuan asal Jawa Berat telah menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus pengantin pesanan.

Sebelum menikah, para perempuan tersebut dijanjikan kehidupan yang nyaman dan terjamin secara finansial. Namun, alih-alih mendapatkan kehidupan tersebut, mereka malah terjebak pada pernikahan fiktif dan eksploitasi.

Baca juga: Gubernur Kalbar Ungkap Tarif Pengantin Gadis Belia Pesanan hingga Rp 800 Juta

Mereka juga menjadi korban tindak kekerasan dan dipekerjakan untuk menghasilkan uang bagi keluarga suami asal China.

Akibatnya, sebagian korban pengantin pesanan meminta perlindungan di KBRI Beijing.

Untuk menangani kasus ini, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengadakan rapat koordinasi dengan pemerintah daerah dan kepolisian Kalimantan Barat guna menyusun langkah-langkah pencegahan efektif.

“Kompleksitas kasus pengantin pesanan memerlukan penanganan yang komprehensif. Sangat penting untuk memutus mata rantai kasus pengantin pesanan melalui koordinasi pusat dan daerah, dari hulu dan hilir,” kata Menlu Retno dalam pertemuan dengan jajaran pemerintah provinsi dan kepolisian Kalimantan Barat, yang diselenggarakan di Pontianak, 25 Juli 2019 lalu.

Baca juga: Ibu Rumah Tangga Terlibat Perdagangan Orang, Ubah Dokumen Calon TKI

Pertemuan itu menyepakati koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam upaya pencegahan, antara lain melalui pengetatan pengeluaran dan legalisasi dokumen persyaratan pernikahan antarnegara.

Langkah pencegahan juga dilakukan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah China, dengan melakukan penilaian yang seksama terhadap permohonan pernikahan antara WNI dan warga China.

Selain itu, komitmen penegakan hukum terhadap agen perjodohan baik di sisi Indonesia maupun China yang terlibat perdagangan orang juga perlu ditegakkan, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2007.

Kepolisian Daerah Kalimantan Barat juga telah menahan tiga tersangka yang diduga terlibat dalam kasus pengantin pesanan, dengan korbannya lima orang dan dua orang lainnya belum sempat diberangkatkan.

Baca juga: Ke Pontianak, Menlu Bertemu 7 Korban Perdagangan Orang

Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji menilai, kelemahan sistem baik pada imigrasi maupun dinas kependudukan dan catatan sipil perlu segera diperbaiki untuk mencegah TPPO yang berkedok pengantin pesanan.

Lemahnya sistem pendataan disebut dapat mengakibatkan kasus pemalsuan (mark up) umur sehingga ada sejumlah perempuan yang masih di bawah umur menjadi korban pengantin pesanan.
“Kasus TPPO dengan modus perkawinan pesanan juga banyak dipengaruhi oleh faktor kemiskinan, malah ada salah satu korban yang tidak mengenyam pendidikan, sehingga tidak bisa membaca dan menulis,” kata Sutarmidji.

Pada praktiknya, banyak “mak comblang” yang menjanjikan uang puluhan juta bahkan pemasukan setiap bulan kepada keluarga calon pengantin perempuan Indonesia jika mengizinkan anaknya menikah dengan laki-laki asal China.

Baca juga: Dua Pelaku Perdagangan Orang Ditangkap, Korbannya Terancam Lumpuh Dianiaya Majikan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com