Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Cak Luk Seniman Jombang, Melestarikan Ludruk Agar Tak Punah Lewat Lukisan

Kompas.com - 04/08/2019, 08:10 WIB
Moh. SyafiĆ­,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JOMBANG, KOMPAS.com - Sempat berjaya pada era 70-90an, kesenian Ludruk kini sedang menghadapi masa surut. Memasuki era millenial, popularitas kesenian tradisional itu berangsur pudar.

Pada masa jayanya, Ludruk adalah kesenian yang digemari masyarakat khususnya di Jawa Timur. Pementasan Ludruk digemari masyarakat karena cerita, tutur dan pesannya sangat dekat dengan kehidupan masyarakat.

Ludruk dalam pementasannya mengangkat cerita kehidupan sehari-hari, cerita perjuangan ataupun cerita lainnya dengan latar waktu cerita kekinian.

Dalam dialognya, teater rakyat tersebut menggunakan bahasa jawa ala jawa timuran yang mudah dimengerti. Pesan-pesannya pun mudah ditangkap karena kisah yang diangkat tidak jauh situasi dan kondisi kehidupan masyarakat.

Baca juga: Lewat Ludruk, MPR Sosialisasikan Empat Pilar ke Masyarakat Sumenep

Saat mengangkat cerita-cerita kerakyatan, Ludruk tak hanya mengandalkan tutur lisan. Guyonan serta gerak tubuh pemain menjadi kunci suksesnya sebuah pementasan Ludruk.

Namun, popularitas Ludruk mulai redup sejak memasuki era tahun 2000. Pentas kesenian yang mengakar dari rakyat itu mulai jarang terlihat.

Padahal dulunya, Ludruk sering dijumpai digelar pada acara hajatan pernikahan atau sunatan di masyarakat, serta peringatan hari besar nasional.

Tak ingin Ludruk punah

Lewat lima lukisannya, Lukmanul Hakim (47), pelukis asal Dusun Tanggungan, Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mengekspresikan harapannya terhadap eksistensi kesenian tradisional Ludruk.

Sebagai pegiat seni, pria yang akrab disapa Cak Luk ini mengaku tak ingin pudarnya popularitas Ludruk berujung pada kepunahan kesenian tradisional itu. 

Menurut bapak dua anak ini, Ludruk bukan sekedar ikon. Ludruk adalah warisan budaya yang harus dijaga, dirawat dan dilestarikan.

"Harapan saya, Ludruk bisa dikenal sama anak-anak muda, generasi millenial. Kita cukup miris, anak-anak sekarang tidak tahu Ludruk," ujar Cak Luk, saat ditemui dikediamannya.

Baca juga: Saat Gerhana Bulan, Kesenian Tradisional Ini Pun Tarik Perhatian Warga Makassar

Lukmanul Hakim mengekspresikan harapannya terhadap eksistensi kesenian Ludruk melalui lukisan dekoratif berukuran 40X40 sentimeter. Ada lima lukisan yang berhasil dia selesaikan dalam waktu seminggu.

Kelima lukisan dibuat dengan tehnik pointilis 3 dimensi. Jika diurut, kelima lukisan menampilkan situasi dan tokoh penting dalam perjalanan kesenian Ludruk.

Lima lukisan, perjalanan kesenian lerok hingga ludruk

Sosok dalam lukisan pertama, dimunculkan sosok pemain kesenian Lerok. Pemain Lerok dalam yang dimaksud dalam lukisan adalah Pak Santik, perintis kesenian Lerok.

Menurut Cak Luk, Pak Santik berasal dari Desa Ceweng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Tokoh ini merintis kesenian Lerok pada tahun 1908.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com