Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

9 Rumah Baca Kampayekan Literasi dengan Cara Unik, Dikelola Mantan Mucikari hingga Aggota TNI Polri

Kompas.com - 02/08/2019, 06:15 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Polisi menangkap dua pegiat literasi yang menggelar lapak baca gratis di alun-alun Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Sabtu (27/7/2019).

Kedua pemuda tersebut ditangkap karena diduga memajang buku-buku DN Aidit, tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Polisi beralasan, keduanya ditangkap karena memajang buku yang dilarang beredar di Indonesia.

Dua orang yang ditangkap adalah anggota dari Komunitas Vespa Literasi, MB (24) warga Desa Jati Urip, Kecamatan Krejengan; dan Saiful Anwar (25) warga Desa Bago, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo.

Baca juga: Pajang Buku DN Aidit di Lapak Baca Gratis, Dua Pegiat Literasi Ditangkap

Komunitas Vespa Literasi diketuai oleh Abdul Haq, mahasiswa asal Desa Karanganyar, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo.

Komunitas tersebut membuka lapak baca buku gratis yang digelar di sekitar alun-alun Kraksaan setiap Sabtu malam.

Melalui akun media sosial prbadinya, Najwa Shihab duta baca nasional mengomentari kasus tersebut.

"Sungguh miris. Saya memahami sensitifitas yang menyelimuti isu komunisme dan peristiwa sejarah yang menyertainya pada tahun 1948 dan 1965. Tapi menyikapi isu ini dengan pemberangusan buku adalah tindakan yang tidak tepat. Negara pun lewat keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2010 juga sudah jelas mencabut kewenangan Kejaksaan Agung untuk melakukan pelarangan buku tanpa izin pengadilan.

Tindakan ini bukan hanya keliru secara prinsip tapi secara praktik juga sia-sia. Secara prinsipil tidak sejalan dengan demokrasi yang menghargai perbedaan, kebebasan berpendapat dan menjauhkan kita dari amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Melarang membaca buku sama saja dengan menghalangi upaya mencari, mengolah, dan menyikapi informasi dan pengetahuan secara bebas dan kritis.

Hal itu juga sebuah kesia-siaan karena di zaman tekhnologi digital tiap orang bisa mencari informasi dan mempelajari pengetahuan apa pun yang diinginkannya.

Pelarangan buku adalah kemubaziran sempurna. Di tengah rendahnya minat baca, pelarangan buku adalah kemunduran luar biasa. Indonesia bisa semakin tertinggal dari bangsa-bangsa lain yang selalu terbuka kepada ide-ide baru dan pengetahuan-pengetahuan baru," tulis Najwa.

Selain Komunitas Vespa Literasi, beberapa komunitas di Indonesia juga giat mengkampanyekan budaya membaca di lingkungannya. Mereka berasal dari berbagai kalangan seperti penjual jamu, mantan mucikari, hingga anggota TNI Polri.

Berikut beberapa rumah baca yang mengkampanyekan membaca di beberapa daerah di Indonesia:

1. Kartono bangun mimpi anak-anak di eks lokalisasi

Kartono, pengelola taman baca Kawan Kami di wilayah Putat Jaya Surabaya.KOMPAS.com/Rachmawati Kartono, pengelola taman baca Kawan Kami di wilayah Putat Jaya Surabaya.
Kartono (54) tahun mendirikan Taman Baca Kawan Kami di gang kecil kawasan Putat Jaya II A Surabaya. Kawasan tersebut adalah bekas lokalisasi Jarak Dolly yang sudah ditutup oleh Pemkot Surabaya.

"Saya masih ingat waktu itu bulan Februari tahun 2007 dengn modal 100 komik dan beberapa buku bekas kami membuka taman baca. Teman-teman saya kemudian ada yang kerja, menikah dan akhirnya sekarang saya kelola sendiri," katanya.

Walaupun sudah ada sejak tahun 2007, Kartono masih tetap menyewa ruangan untuk taman bacanya.

Jika awalnya hanya meyewa satu kamar, kini dia menyewa 3 ruangan besar bagian depan untuk kegiatan anak-anak.

"Untungnya pemiliknya baik jadi diperbolehkan menyewa ruangannya. Sejak penutupan lokalisasi, wisma-wisma di sini hanya diperbolehkan menyewakan kamar kepada pasangan suami istri yang sah dan bisa menunjukkan surat nikah. Kalau saya dan istri menyewa kamar di bagian belakang dengan biaya 400 ribu perbulan," kata laki-laki kelahiran Banyuwangi 29 Agustus 1963 tersebut.

Sebelum membuka taman baca, Kartono mengaku jika pernah menjadi mucikari yang sangat disegani di kawasan Putat Jaya selama 6 tahun.

Baca juga: Taman Baca, Cara Kartono Bangun Mimpi Anak-anak di Eks Lokalisasi

 

2. Nila Tanzil dan kisahnya bangun taman baca di Indonesia Timur

Pendiri Taman Baca Pelangi, Nila Tanzil. Hingga kini, sudah berdiri 82 taman baca di penjuru Indonesia timur.Dok. Nila Tanzil Pendiri Taman Baca Pelangi, Nila Tanzil. Hingga kini, sudah berdiri 82 taman baca di penjuru Indonesia timur.
Nila Tanzil (42) adalah pendiri Taman Baca Pelangi (TBP) yang tersebar di Indonesia Timur. Hingga kini, sudah berdiri sebanyak 81 taman baca.

Kepada Kompas.com, Nila mengisahkan perjuangannya dalam merealisasikan impiannya. Ia mengatakan, melalui TBP, ada harapan besar akan tumbuh minat baca anak, kebiasaan membaca, dan menyediakan akses buku bacaan berkualitas untuk anak-anak di daerah terpencil di Indonesia bagian timur.

"Sekolah-sekolah tidak punya perpustakaan. Akses buku bacaan sama sekali tidak ada. Akhirnya saya berpikir untuk menyediakan akses buku untuk mereka, supaya mereka jadi suka membaca. Karena saya ingat masa kecil saya itu selalu baca buku tiap pulang sekolah," kata Nila, saat dihubungi Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Ide mendirikan TBP berawal saat ia mengunjungi sebuah desa kecil dan menemukan kesederhanaan hidup masyarakat di Flores. Dan, TBP pertama pun berdiri pada November 2009 di Flores.

"Anak-anak di sana senang sekali. Begitu hari pertama dibuka, semua anak dateng dan pas ngeliat buku-buku yang ada di rak buku, mata mereka langsung berbinar-binar," ujar wanita lulusan Master of Arts in European Communication Studies dari Universiteit van Amsterdam, Belanda ini.

Bertahun berjalan, kini telah berdiri 82 perpustakaan yang tersebar di 15 pulau di Indonesia timur, antara lain Flores (Pulau Rinca, Pulau Messah, Pulau Komodo, dan pulau-pulau kecil sekitarnya), Sulawesi, Lombok, Sumbawa, Timor, Alor, Banda Neira (Kepulauan Banda, Maluku), Bacan (Halmahera Selatan), dan Papua.

"Kurang lebih ada 1.250-3.000 buku cerita anak di masing-masing perpustakaan. TBP tidak hanya mendirikan perpustakaan ramah anak, namun juga memberikan pelatihan kepada para kepsek, guru, dan pustakawan tentang sistem pengelolaan perpustakaan dan program perpustakaan yang mampu menumbuhkan minat baca anak," ujar Nila.

Baca juga: Nila Tanzil dan Kisahnya Bangun Taman Baca di Indonesia Timur

 

3. Taman Baca Sakila Kerti di Terminal Kota Tegal

Pendiri dan Pengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Sakila Kerti, Yusqon bernyanyi di TBM Sakila Kerti, Terminal Kota Tegal, Jawa Tengah, Jumat (17/8/2018).KOMPAS.com/PUTHUT DWI PUTRANTO Pendiri dan Pengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Sakila Kerti, Yusqon bernyanyi di TBM Sakila Kerti, Terminal Kota Tegal, Jawa Tengah, Jumat (17/8/2018).
Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Sakila Kerti ada d dalam kawasan terminal Kota Tegal sejak akhir 2011 lalu

Pendiri dan Pengelola TBM Sakila Kerti, Yusqon, menyampaikan, pada Desember 2011 dirinya dipercaya oleh Wali Kota Tegal saat itu, Ikmal Jaya‎, untuk mengelola ruangan seluas 4 meter x 6 meter di dalam terminal Kota Tegal.

Ketika itu, Yusqon tengah mempersiapkan ujian terbuka (life Skill) untuk program pendidikan doktor (S3) Universitas Negeri Semarang (Unnes). Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Yusqon‎ dengan mendirikan TBM Sakila Kerti yang bermakna "kecerdasan rasa".

Kebetulan juga saat itu Pemkot Tegal memang sedang mencanangkan program "Tegal Cerdas".

"Lampu hijau dari Wali Kota Tegal saat itu untuk mengelola ruangan di terminal Kota Tegal adalah peluang terbaik saya. Saya dirikan TBM Sakila Kerti di terminal Kota Tegal. Hasil disertasi saya "long life education" sepertinya pantas untuk diterapkan di Terminal. Mengapa tidak? Pendidikan itu penting dan tidak pandang bulu," ungkap Yusqon kepada Kompas.com.

TBM Sakila Kerti yang memiliki koleksi 400 buku kala itu diharapkan menjadi sarana baca gratis bagi pedagang, pengamen,‎ penge‎mis, sopir, kernek, penumpang dan warga terminal lainnya.

TBM Sakila Kerti melayani pengunjung sejak pagi hingga malam.

Baca juga: Kisah Taman Baca Sakila Kerti, Tempuh Bahaya agar Preman Terminal Berubah (1)

 

4. Rumah Baca Lembah Sibayak di Tanah Karo

Aktivitas anak-anak di Rumah Baca Lembah Sibayak di Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.KOMPAS.com/M IQBAL FAHMI Aktivitas anak-anak di Rumah Baca Lembah Sibayak di Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Seorang pemuda asal Kota Medan, Ahmad Azhari (37)berafiliasi dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sources of Indonesia (SoI) mendirikan Rumah Baca Lembah Sibayak.

Ari menceritakan, awal mula munculnya gagasan untuk mendirikan RBLS yakni saat dirinya beserta relawan SoI melakukan asesmen di kawasan Lembah Sibayak, yakni Desa Semangat Gunung (300 KK), Kecamatan Merdeka dan Desa Doulu (500 KK), Kecamatan Berastagi.

“Saat itu saya melihat banyak anak yang bermain liar di lokasi di perladangan dengan minim pengawasan dari orangtua, bermainnya cenderung liar dan negatif,” katanya.

Di Lembah Sibayak, terdapat dua Sekolah Dasar (SD) yang berada di Desa Doulu. Namun secara fasilitas pendukung pendidikan, dua sekolah tersebut belumlah memadai.

Selama hampir dua tahun, SoI bergerak merekrut anak-anak Lembah Sibayak melalui kelompok bermain.

Semua kegiatan dilakukan di luar ruangan dengan menggunakan media belajar yang beragam. Kelompok bermain inilah yang menjadi embrio komunitas rumah baca yang berdiri pada 5 Juni 2017 tersebut.

“Karena saat itu Gunung Sinabung sedang erupsi sehingga anak-anak membutuhkan sebuah rumah sekretariat agar tidak terpapar bahaya abu vulkanik,” tutur Ari yang merupakan Sarjana Pertanian Universitas Pembangunan Masyarakat Indonesia.

Baca juga: Rumah Baca Lembah Sibayak, Membangunkan Anak-anak di Tanah Karo dari Tidur

 

5. Di Jombang, pos kamling disulap jadi taman baca

Suasana Pos Kamling di lingkungan RT 02 RW 03, Desa Mojoduwur, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (24/7/2019) petang. Pos Kamling ini disulap menjadi taman baca oleh para pemuda desa setempat.MOH. SYAFIÍ Suasana Pos Kamling di lingkungan RT 02 RW 03, Desa Mojoduwur, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (24/7/2019) petang. Pos Kamling ini disulap menjadi taman baca oleh para pemuda desa setempat.
Tempat bermain dan membaca untuk anak-anak bisa dibuat di manapun, selama aman dan ramah bagi anak. Tak terkecuali di Pos Keamanan Keliling (Pos Kamling) atau Pos Ronda.

Hal itu seperti yang diwujudkan para pemuda di Desa Mojoduwur, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Di desa ini sudah ada 2 dari 7 Pos Kamling yang disulap menjadi taman baca. Salah satunya, ada di lingkungan RT 02, RW O3, Dusun Mojoduwur Utara, Desa Mojoduwur.

Oleh masyarakat dan pemuda desa setempat, Pos Kamling yang disulap menjadi area bermain dan membaca itu disebut sebagai 'Pos Sudut Baca'.

Pos Kamling yang sederhana dengan kondisi seadanya didesain lebih cantik dan nyaman untuk anak-anak, tanpa merubah bentuk dan fungsi asal.

Bagian dalam Pos Kamling terdapat rak buku. Pada rak buku tersebut, tampak berjejer puluhan judul buku yang didominasi buku dan komik untuk anak-anak.

Ketua RT 02 RW 03, Desa Mojoduwur, Kabupaten Jombang, Imam Wahyudi mengaku senang, fungsi Pos Kamling di tempatnya tak hanya sebagai tempat kumpul para petugas ronda malam, ataupun tempat menongkrong kalangan bapak-bapak.

Pos Kamling yang ada di depan rumahnya, kini juga berfungsi sebagai area bermain dan tempat membaca bagi anak-anak di lingkungannya.

"Kalau malam untuk bapak-bapak, tapi kalau siang atau sore begini untuk anak-anak," katanya kepada Kompas.com.

Baca juga: Kisah Pemuda Desa di Jombang, Sulap Pos Kamling Menjadi Taman Baca

 

6. Mantan TKW di Rumah Baca Akar Pelangi Lampung

Rumah baca Akar Pelangi di Lampung selain untuk fasilitasi anak-anak membaca buku, juga wadah untuk belajar bahasa Inggris oleh guru mantan TKW Hongkong dan Taiwan.Kontributor Lampung, Eni Muslihah Rumah baca Akar Pelangi di Lampung selain untuk fasilitasi anak-anak membaca buku, juga wadah untuk belajar bahasa Inggris oleh guru mantan TKW Hongkong dan Taiwan.
Rudi Hartono (28) mendirikan rumah baca di rumah neneknya Sutijah (86), warga Labuham Ratu 9, Kecamatan Labuan Ratu, Kabupaten Lampung Timur.

"Ide itu muncul dari obrolan kecil pemuda di sini yang ingin membuat rumah baca untuk memasilitasi anak-anak supaya bermain tetap terarah," kata Rudi, Sabtu (1/4/2017).

"Ketika itu di rumah juga tidak ada rak buku, jadi terpaksa saya gunakan lemari baju pakaian nenek saya (ibu Sutijah) untuk dijadikan rak buku," lanjut dia.

Sutijah awalnya keberatan rumahnya dijadikan taman bacaan. Ia merasa rumahnya jelek dan tak tahan dengan keriuhan suara anak-anak.

"Nenek saya bilang rumahnya jelek malu kalau banyak orang datang dan berisik suara keributan anak-anak," Rudi mengulang ucapan neneknya.

Tapi Rudi terus memberi pengertian tentang cita-citanya membentuk rumah baca yang ingin melihat generasi di kampungnya lebih maju.

Berbekal dengan 16 buah buku yang tersedia, Rudi nekat membuka rumah baca. Rumah baca yang diberi nama "Akar Pelangi" pun berdiri dan kini telah memiliki koleksi lebih dari 700 buku.

Rumah baca ini terletak di desa penyangga, sekitar 500 meter dari pintu masuk hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung Timur..

Salah satu relawan di rumah baca tersebut adalah Tuti Setiyowati (37) yang pernah bekerja selama 11 tahun di Singapura dan Taiwan sebagai tenaga kerja wanita (TKW).

Setiap akhir pekan di selalu membuka les Bahasa Inggris untuk anak-anak di rumah baca.

Baca juga: Rumah Baca Akar Pelangi, dari TKI untuk Negeri

 

7. Bawa buku sambil jualan jamu

Muhammad Fauzi dan Imroatul Mufidah, istrinya yang mengelola Yayasan Bustanul Hikmah yang menyediakan rumah baca untuk anak-anak di Desa Sukorejo, Buduran, Sidoarjo.KOMPAS.com/Rachmawati Muhammad Fauzi dan Imroatul Mufidah, istrinya yang mengelola Yayasan Bustanul Hikmah yang menyediakan rumah baca untuk anak-anak di Desa Sukorejo, Buduran, Sidoarjo.
Muhammad Fauzi membuka rumah baca di Desa Sukorejo Buduran Kabupaten Sidoarjo.

Sehari-hari, Fauzi berprofesi sebagai penjual jamu keliling. Biasanya dia berangkat dari rumah sekitar jam 6 pagi dan mangkal di depan pabrik hingga jam 8 pagi.

Setelah pekerja masuk, Fauzi kembali berkeliling untuk menjual jamunya.

Profesi sebagai penjual jamu dia lakoni sejak menikah dengan Imroatul Mufidah (30) pada tahun 2005. Namun bukan hanya sekedar menjual jamu, Fauzi juga membawa buku untuk dipinjamkan ke para pelanggannya.

"Maksimal mereka bisa pinjam buku sekitar dua minggu soalnya kalo pekerja pabrik kan mereka tidak banyak waktu membaca. Jadi waktu pinjamnya agak lama," kata lelaki lulusan Pondok Pesantren Bustanul Arifin Songgon Banyuwangi.

Ia mengaku tidak takut jika buku-buku yang dipinjamkan hilang dibawa pelanggan.

"Ada yang hilang tapi enggak banyak kok. Kan sudah niat untuk dipinjamkan biar pelanggan saya banyak yang baca dan suka baca," katanya sambil tertawa.

Baca juga: Kisah Fauzi dari Jual Jamu Sambil Bawa Buku hingga Bangun Rumah Baca

 

8. Lulusan Oxford 8 hari jalan Kaki Keliling Danau Toba demi Rumah Baca

Jery Lumban Gaol penggagas Balai Pustaka Forum Bangso Batak Indonesia (FBBI), memberikan donasi kepada Togu Simorangkir untuk penggalangan dana delapan sopo belajar.KOMPAS.com/ Aji YK Putra Jery Lumban Gaol penggagas Balai Pustaka Forum Bangso Batak Indonesia (FBBI), memberikan donasi kepada Togu Simorangkir untuk penggalangan dana delapan sopo belajar.
Niat Togu Simorangkir untuk menggalang dana kebutuhan delapan Sopo Belajar atau rumah belajar di Desa Simbolon, Kecamatan Palipe, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, begitu kuat.

Pria yang kini menginjak usia 42 tahun itu akan berjalan kaki mengitari Danau Toba sepanjang 305,65 kilometer selama delapan hari untuk mencari donatur untuk Sopo Belajar.

Perjalanan Togu dimulai pada 19 November hingga 26 November 2018.

Dalam aksi ini, lulusan S-2 Oxford Brookes University itu menargetkan mampu menggalang dana Rp 300 juta dengan rincian target donasi senilai Rp 1 juta per kilometer.

Dalam perjalanan panjang tersebut dia dan tim Literasi Nusantara dari Gramedia menghampiri satu per satu sekolah di tujuh Kabupaten Sumatera Utara (Sumut) dan membagikan buku serta alat tulis.

Togu mengatakan, rumah baca yang didirikannya sejak sembilan tahun silam di bawah Yayasan Alusi Tao Toba itu berhasil memberikan manfaat untuk 2.012 anak pada 2017.

Pada 2018, dia kembali menargetkan 3.200 anak bisa menerima manfaat dari Sopo Belajar.

Hati Togu meluap dengan gagasan untuk membangun Sopo Belajar di desa kelahirannya itu karena melihat banyaknya anak-anak yang menghabiskan waktu seusai sekolah dengan hanya berladang.

Padahal, menurut dia, seorang anak mempunyai hak untuk belajar meskipun selepas sekolah.

“Kami lebih mengambil jam di luar sekolah untuk memberikan hal positif dengan membaca. Sebab, hampir seluruh anak sekolah membutuhkan itu, tidak hanya untuk di ladang saja,” kata Togu, Minggu (18/11/2018).

Baca juga: Cerita Lulusan Oxford Bakal Jalan Kaki Keliling Danau Toba Selama 8 Hari demi Rumah Baca

 

9. Di Buton, polisi dan tentara dirikan rumah baca

Komandan Kodim 1413 Buton, Letkol Arh Rudi Ragil, (Keempat dari kiri) bersama Ketua  Persatuan Istri Tentara Candra Kirana Cabang Kodim 1413 Buton, Nur Indah Lucky Rahmawati Rudi Ragil, mendatangi Rumah Baca di Desa Bajo Bahari, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Rudi bertekad memberantas buta aksara di Desa Bajo Bahari.Kontributor Baubau, Defriatno Neke Komandan Kodim 1413 Buton, Letkol Arh Rudi Ragil, (Keempat dari kiri) bersama Ketua Persatuan Istri Tentara Candra Kirana Cabang Kodim 1413 Buton, Nur Indah Lucky Rahmawati Rudi Ragil, mendatangi Rumah Baca di Desa Bajo Bahari, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Rudi bertekad memberantas buta aksara di Desa Bajo Bahari.
Rumah Baca di Desa Bajo Bahari, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara digagas oleh Brigadir Almuhalid dari Polsek Pasarwajo dan Kopral Satu Sutardi, anggota TNI Koramil Pasarwajo dari Komando Distrik Militer (Kodim) 1413 Buton.

Rumah Baca terletak di tengah-tengah Desa Bajo Bahari dan berada di atas lautan. Rumah Baca yang dibuat semi permanen ini mempunyai ukuran yang kecil, dengan luas sekitar 12 meter persegi.

Brigadir Almuhalid yang bertugas sebagai Bhabinkamtibmas dan Kopral Satu Sutardi bertugas Babinsa di Desa Bajo Bahari mengajarkan anak-anak membaca dengan perpustakaan keliling menggunakan sepeda motor.

Sekitar 59 persen, penduduk Desa Bajo Bahari masih buta huruf.

“Kendalanya kita ini masih kekurangan buku bacaan. Buku saat ini baru sekitar 50 buah. Kita berharap ada relawan atau pihak-pihak terkait yang menyumbangkan buku,” harap Almuhalid.

Baca juga: Polisi dan Tentara Dirikan Rumah Baca, Anak-anak Pun Senang

 

Sumber Kompas.com (Retia Kartika Dewi, Puthut Dwi Putranto Nugroho, M Iqbal Fahmi, Moh. Syafií, Eni Muslihah, Aji YK Putra, Defriatno Neke)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com