Akibat banyaknya pengungsi yang berdatangan, di dalam satu rumah atau honai bisa berisi antara 30-50 orang.
Menurut peneliti Marthinus Academy, Hipolitus Wangge, sebagian besar dari pengungsi menumpang di rumah kerabat karena mereka tidak memiliki tempat penampungan.
Baca juga: Ganja dan 80 Butir Amunisi yang Disita Diduga untuk Kelompok Separatis di Nduga
"Dari awal pemerintah Kabupaten Nduga dan Kabupaten Jayawijaya tidak menyiapkan tempat khusus untuk para pengungsi yang berjumlah sekitar 5.200-an ini," ujarnya.
"Pengungsi internal ini tidak direlokasi di tempat yang khusus sehingga mereka harus tinggal di rumah warga. Beberapa di antara mereka membangun rumah semi permanen karena mereka tidak bisa tinggal di rumah yang sama dan dalam satu rumah itu tinggal beberapa kepala keluarga," kata dia.
Theo Hasegem, selaku Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) yang mendampingi para pengungsi, mengungkapkan saat ini masih banyak pengungsi yang bertahan di hutan guna menghindari konflik yang terjadi di daerah asal.
Baca juga: Kodam Cenderawasih Sebut Mayoritas Warga Nduga Bermigrasi, Bukan Mengungsi
Sejak awal pekan ini, Kementerian Sosial mulai mendistribusikan bantuan untuk para pengungsi Nduga di Wamena, Papua. Namun, ketika mereka mulai mendistribusikan bantuan di Gereja Weneroma, pada Senin (29/07), bantuan itu malah ditolak oleh para pangungsi.
Sandra Kogoya adalah salah satu pengungsi yang menolak bantuan. Dia menuding adanya keterlibatan militer dalam pendistribusian bantuan.
"Kalau pemerintah yang langsung bawa ke sini, kami bisa dapat. Tapi karena melalui Kodim, sementara Kodim menghabiskan rumah dan segala macam di sana, jadi kami tidak setuju, suka, menerima makanan dari mereka".
Theo Hasegem mengungkapkan, para pengungsi menuntut agar operasi militer di Nduga dihentikan sehingga mereka bisa kembali ke daerah asalnya.
"Kami minta pasukannya ditarik dari Nduga sehingga kalau itu ditarik, berarti kami kembali ke sana kemudian bisa lakukan pemulihan total," tegas Theo.
"Masyarakat pengungsi yang ada di mana-mana kita kembalikan. Kondisi rumah yang rusak segala macam bisa dibangun kembali," sambungnya.
Pejabat Kementerian Sosial yang mendistribusikan bantuan di Wamena, Victor Siahaan, menyayangkan aksi penolakan ini. Dia memandang penolakan akan semakin membebani pengungsi Nduga yang menjadi korban konflik bersenjata antara militer dan kelompok pro-kemerdekaan.
"Kami tidak menghiraukan masalah-masalah politik. Kami Kementerian Sosial, hanya terkonsentrasi pada masalah-masalah kemanusiaan. Pengungsi Nduga yang ada di Wamena, Lanijaya, dan Asmat itu terlantar, artinya kurang makan, pakaiannya tidak layak, dan lain sebagainya, yang terkait dengan kurang terpenuhinya kebutuhan dasar mereka."
"Kami bawa barang tersebut ke lokasi yang mereka berada, itu kok ada pihak yang membatasi, menghalangi, bahkan menghambat? Ini kan kita menjadi kasihan kepada masyarakat yang sebenarnya memang terpapar," jelas Victor.
Baca juga: Kemensos Sebut 53 Pengungsi Nduga Meninggal Dunia