Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pedagang di Tangkuban Parahu: Trauma, Hilang Pendapatan, hingga Tak Kapok Berdagang Lagi

Kompas.com - 27/07/2019, 19:34 WIB
Putra Prima Perdana,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Sudah bukan rahasia Gunung Tangkuban Parahu menjadi mata pencaharian utama untuk sebagian besar warga Desa Cikole, Kecamatan Lembang.

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengelola Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tangkuban Parahu, PT Graha Rani Putra Persada (GRPP), jumlah pedagang tetap yang berjualan di sekitar Kawah Ratu dan Terminal Jayagiri mencapai 1.100 orang lebih.

Jumlah pedagang bisa mencapai 2.000 ketika akhir pekan.

Baca juga: BMKG: Erupsi Tangkuban Parahu Tak Akan Picu Aktivitas Sesar Lembang

Ratusan ribu bahkan jutaan rupiah terpaksa tidak bisa masuk kantong para pedagang di akhir pekan ini. Pasalnya, TWA Gunung Tangkuban Parahu ditutup pasca erupsi yang terjadi pada Jumat (26/7/2019) sore.

Salah satu pedagang souvenir, Ishak Jeri (52) mengatakan, jika hari-hari biasa omzet yang dia dapatkan bisa mencapai Rp 1.000.000, saat weekend dia bisa mengantongi uang sampai Rp 3.000.000.

“Ya, karena lagi begini, sekarang libur dulu,” ucap Ishak.

Baca juga: Riwayat Erupsi Tangkuban Parahu, Ada 13 Letusan Sejak 1829 hingga 2019

Pedagang souvenir lainnya, Yanti (39), mengungkapkan hal yang sama. Menurut dia, pendapatan dari berjualan pernak pernik tidak pernah kurang dari Rp 500.000.

“Kalau lagi sepi segitu. Kalau weekend bisa sampai Rp 1.000.000. Hari ini enggak jualan dulu karena kan sudah dilarang sama pengelola dan PVMBG,” jelasnya.

Tidak hanya souvenir, pedagang makanan pun juga selalu mendapatkan untung yang tidak sedikit dari hasil berjualan. Yeyen Mariyani (55) contohnya, warung nasi miliknya di Terminal Jayagiri selalu didatangi pengunjung meski di hari biasa.

“Kalau jualan nasi sekitar Rp 500 sampai Rp 700 ribu. Bisa sampai Rp 1.000.000, kadang Rp 2.000.000 kalau Sabtu Minggu,” akunya.

Baca juga: Tangkuban Perahu Erupsi, SPBU Pertamina Tetap Beroperasi

Erupsi yang terjadi di Gunung Tangkuban Parahu kemarin menimbulkan rasa trauma untuk pedagang yang kebetulan masih berada di lokasi saat gunung yang terkena dengan legenda Sangkuriang itu menyemburkan kepulan asap hitam pekat disertai abu vulkanik.

Meski demikian, yang dialami para pedagang, termasuk salah satunya Ai Kartika (35), tak membuat kapok berjualan di TWA Gunung Tangkuban Parahu karena kebutuhan sehari-hari harus tetap dipenuhi.

“Ya, sementara ini kehilangan pencaharian. Trauma pasti ada. Tapi karena kebutuhan, mau enggak mau kalau nanti sudah dibuka jualan lagi di sini,” ungkapnya.

Baca juga: Erupsi Tangkuban Parahu, 42 Warga Cikole Alami Gangguan Pernapasan

Kepala Desa Cikole Jajang Ruhiyat membenarkan sebagian warganya yang menggantungkan hidup dari Gunung Tangkuban Parahu terutama yang memiliki kios tetap di dalam kawasan TWA Gunung Tangkuban Parahu terpaksa tidak bisa berjualan untuk sementara.

Sebagian lagi yang profesinya sebagai pedagang asongan dan tidak memiliki kios tetap, untuk saat ini memilih untuk berjualan di tempat wisata lain di sekitar Lembang.

“Sebagian ada yang ke Orchid Forest atau ada yang juaran di pinggir jalan yang penting bisa cari makan. Kalau yang punya jongko (kios) isitrahat dulu jualannya,” pungkasnya.

Kompas TV Akibat letusan ada total 15 korban yang mulai berdatangan ke Klinik Pratama Sespim Polri. Klinik ini adalah salah satu klinik yang paling dekat dari lokasi erupsi Gunung Tangkuban Perahu. Rata-rata korban mengeluhkan sesak napas dan mata merah.<br /> <br /> Korban yang datang merupakan pedagang lokal dan wisatawan yang berkunjung ke Tangkuban Perahu, bahkan ada korban yang saat kejadian berada di puncak Gunung Tangkuban Perahu. Seusai penanganan semua korban diperkenankan beristirahat sejenak dan diperbolehkan pulang. Sehingga tidak ada korban gunung erupsi yang rawat inap. #GunungTangkubanPerahuErupsi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com