Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangkuban Parahu, Legenda Sangkuriang dan Dayang Sumbi di Gunung Purba

Kompas.com - 27/07/2019, 10:01 WIB
Rachmawati

Penulis

KOMPAS.com - "Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 38 milimeter dan durasi lebih kurang 5 menit 30 detik," jelas Kasbani, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dalam siaran persnya terkait erupsi Gunung Tangkuban Parahu, Jumat (26/7/2019) pukul 15.48 WIB.

Gunung Tangkuban Parahu adalah salah satu obyek wisata di Jawa Barat yang terletak di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Ketinggian Gunung Tangkuban Parahu sekitar 2.084 meter dari permukaan laut. Gunung ini memiliki kawah aktif dan total ada 9 kawah di kawasan Gunung Tangkuban Parahu.

Baca juga: Terkena Abu Gunung Tangkuban Parahu, Warga Sesak Napas hingga Iritasi Mata

Dikutip dari laman Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu, dijelakan bahwa dalam sejarah geologi, Gunung Tangkuban Parahu merupakan sisa dari gunung purba di Indonesia.

Ahli geologi juga menjelaskan bahwa kawasan Tangkuban Parahu di dataran tinggi adalah sisa dari sebuah danau besar yang terbentuk dari pembendungan Cingai Citarum dan selalu dikaitkan dengan legenda Sangkuriang.

Masih dikutip dari laman Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu, geografiwan sekaligus pengamat dan pecinta lingkungan, T. Bachtiar menjelaskan gunung tersebut terlihat bentuknya seperti perahu terbalik karena ada dua kawah yang berdampingan antara arah barat dan timur.

Artinya, gunung tersebut hanya terlihat seperti perahu terbalik dari arah selatan (Lembang) saja.

Baca juga: Cerita Pedagang Saat Gunung Tangkuban Parahu Erupsi: Gelap Gulita Akibat Abu Pekat, Kami Berlarian...

"Karena ada dua kawah yang berdampingan dengan arah barat dan timur. Jadi, terlihat gunung itu dari arah selatan seperti perahu terbalik. Itu sebabnya mengapa Gunung Tangkuban Parahu, bentuknya terlihat seperti perahu yang terbalik. Jadi hanya orang yang melihat dari arah selatan yang melihat gunung itu seperti perahu yang terbalik,” kata Bachtiar di Bandung, Rabu (11/12/2013).

Bachtiar juga menjelaskan jika dilihat dari arah timur, barat dan utara, gunung tersebut sama sekali tidak terlihat seperti perahu terbalik, melainkan gunung biasa saja.

“Dilihat dari arah barat, engga kayak perahu terbalik, dilihat dari arah timur engga kayak perahu juga dan apalagi jika dilihat dari arah utara, sama sekali tidak berbentuk perahu terbalik,” jelasnya.

Baca juga: Viral Video Letusan Gunung di Medsos, BPBD Pastikan Benar Erupsi Tangkuban Parahu

 

Legenda Dayang Sumbi dan Sangkuriang

Petugas BPBD Kabupaten Bandung Barat melakukan pengamatan di Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (23/7/2019). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp) Petugas BPBD Kabupaten Bandung Barat melakukan pengamatan di Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (23/7/2019).
Kisah Dayang Sumbi dan Sangkuriang tidak bisa lepas dari legenda Tangkuban Parahu.

Dikisahkan, Sangkurian adalah anak dari Dayang Sumbi yang terpisah sekian lama. Saat bertemu, Sangkuriang jatuh cinta pada ibunya sendiri.

Mengetahui jika pemuda yang jatuh cinta adalah anak kandungnya, Dayang Sumbi menolaknya. Ia kemudian mengajukan syarat yang harus dikerjakan Sangkuriang, yakni, membuat perahu dalam waktu satu malam. Jika perahu itu selesai dalam satu malam, Sangkuriang diperbolehkan Dayang Sumbi untuk menikahinya.

Sangkuriang menyanggupinya. Dia meminta bantuan jin untuk membantunya.

Baca juga: Tangkuban Parahu Erupsi, Ahli Sayangkan Aktivitas Wisata Terlalu Dekat

Dayang Sumbi pun tak tinggal diam. Ia tidak mau dinikahi oleh anaknya sendiri. Dayang Sumbi pun memanjatkan doa kepada Yang Kuasa selama Sangkuriang membuat perahu, agar pekerjaan membuat perahu tidak selesai.

Berkat doa Dayang Sumbi, akhirnya perjalanan malam berlangsung sangat cepat dan akhirnya terbitlah fajar dan Sangkurian gagal menyelesaikan pekerjaannya yang tunggal sedikit.

Sangkuriang membuat perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul atau pokok pohon itu berubah menjadi gunung ukit Tanggul.

Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan menjadi Gunung Burangrang.

Saat Sangkuriang marah bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebol, sambut aliran Sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang.

Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang sudah dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah warna menjadi Gunung Tangkuban Parahu.

Baca juga: Gunung Tangkuban Parahu Erupsi, Ada Dampaknya pada Penerbangan di Bandara Husein Sastranegara?

Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang mendadak menghilang di Gunung Putri dan berubah menjadi setangkai bunga Jaksi.

Sangkuriang terus berlari, setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung Berung, ia menghilang ke alam gaib

Perahu yang ditendang hingga terbang melayang itu terjatuh terbalik dimitoskan menjadi Gunung Tangkuban Parahu.

Bachtiar mengatakan bahwa legenda itu diciptakan oleh orang selatan karena hanya dari wilayah selatan (lembang), Gunung Tangkuban Parahu terlihat seperti perahu yang terbalik.

“Jadi yang menciptakan legenda itu (Tangkuban Parahu), ya, pasti orang selatan,” pungkasnya.

Baca juga: Tangkuban Parahu Erupsi, Warga Diminta Menjauh hingga Radius 2 Km

 

Catatan dari ahli...

Kepulan asap keluar dari Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (23/7/2019). Berdasarkan hasil rekaman seismograf pos pengamatan PVMBG Tangkuban Parahu mencatat, pada 21 Juli 2019 terpantau terjadi 425 kali gempa hembusan Gunung Tangkuban Parahu serta kegempaan tremor harmonik berjumlah dua kali dengan amplitudo 1.5-2 mm serta durasi 44-45 detik. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/pd.ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI Kepulan asap keluar dari Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (23/7/2019). Berdasarkan hasil rekaman seismograf pos pengamatan PVMBG Tangkuban Parahu mencatat, pada 21 Juli 2019 terpantau terjadi 425 kali gempa hembusan Gunung Tangkuban Parahu serta kegempaan tremor harmonik berjumlah dua kali dengan amplitudo 1.5-2 mm serta durasi 44-45 detik. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/pd.
Gunung Tangkuban Parahu erupsi pada Jumat (26/07/2019). Letusan gunung yang terletak di Jawa Barat itu terjadi pukul 15.48 WIB.

Dikutip dari Kompas.com, Jumat (26/7/2019), erupsi Jumat sore itu seolah terjadi tiba-tiba sehingga mengagetkan masyarakat. Meski begitu ahli vulkanologi Surono mencatat sejumlah hal lain.

"Alam itu setiap akan ada kejadian, ada tanda-tandanya," ungkap Surono melalui sambungan telepon.

"Banyak hal tanda-tanda alam yang dapat diamati, termasuk juga kalau akan ada letusan gunung api. Masyarakat bilang hewan akan turun dari puncak, kan itu semua tanda-tanda," imbuhnya.

Baca juga: Tangkuban Parahu Meletus Tiba-Tiba, Ini Catatan dari Ahli

Menurutnya, tanda-tanda inilah yang membuat gunung api dipantau.

Badan yang bertanggung jawab atas gunung api akan memantau dan mengamati bagaimana perilaku gunung agar bisa menentukan aktivitas yang terjadi.

"Terakhir saya tangani 2013. Itu nggak normal juga," ujar Surono.

"Walaupun, saya sering tidak akur dengan pengelola wisata di situ. Tapi bagi saya tidak masalah, (karena) lebih baik kita sedia payung saat langit terlihat mendung," tambahnya menganalogikan keadaan Tangkuban Parahu.

Baginya, tanda-tanda letusan gunung itu seperti awan yang terlihat mendung. Dia mengingatkan agar masyarakat untuk selalu menyiapkan mitigasi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Baca juga: Pengelola: Tak Ada Instansi yang Berhak Menutup Tangkuban Parahu

Bukan perkara letusannya yang dikhawatirkan Surono akan membahayakan para wisatawan, melainkan kepanikan orang saat erupsi itu sendiri.

"Andai ada letusan lalu terjadi kepanikan, orang bisa celaka bukan karena letusan gunung apinya tapi karena kepanikan itu sendiri," ujar Surono.

"Sekarang orang lari tidak pakai kaki lagi, tapi mesin. Entah itu motor, mobil, dan sebagainya," tambahnya.

Kepanikan dapat meicu orang ingin segera turun menggunakan moda tercepat.

Ketika itu terjadi, hal paling buruk adalah masalah kecelakaan. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran Surono terhadap erupsi mendadak Tangkuban Parahu.

"Sekarang yang bisa dipertanyakan, berapa jumlah pengelola wisata dan berapa jumlah pengunjung yang diperbolehkan," kata Surono.

Baca juga: Mensos: Tagana Diterjunkan Evakuasi Warga di Sekitar Tangkuban Parahu

"Jadi, ini rasio jumlah pengunjung atau wisatawan yang harus diperhitungkan dengan letusan yang tiba-tiba seperti hari ini," tegasnya.

Sementara itu PT Graha Rani Putra Persada selaku pengelola Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tangkuban Parahu akan tetap membuka kunjungan untuk wisatawan di akhir pekan besok meski gunung tersebut meletus.

“Besok dilihat kalau situasi normal kita buka,” kata Putra Kaban, direktur Utama PT GRPP saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/7/2019).

Lebih lanjut Putra Kaban menegaskan, tidak ada satu pun instansi yang bisa melarang pihaknya membuka loket kunjungan untuk wisatawan mancanegara maupun lokal.

“Enggak ada cerita, yang menentukan saya. Kalau normal ya, kita buka,” tuturnya.

Baca juga: BPBD Jabar: Abu Tangkuban Parahu Tidak Sampai ke Kota Bandung

Putra Kaban menjelaskan, sejak tahun 2012 lalu pihaknya dan PVMBG telah membuat kesepakatan. Salah satu kesepakatannya adalah PT Graha Rani Putra Persada hanya mengikuti rekomendasi PVMBG.

Sementara PT GRPP tetap memiliki kuasa untuk membuka atau menutup kunjungan Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu.

“Mereka (PVMBG) hanya merekomendasikan, yang penting pengunjung tidak ke Kawah Ratu dan Kawah Upas karena selama ini memang tidak pernah diperbolehkan ke sana,” tuturnya.

Kalau pun loket kunjungan dibuka, lanjutnya, wisatawan masih bisa menikmati pesona alam TWA Tangkuban Parahu tanpa harus ke kawah utama.

“Di Jayagiri juga masih bisa, aman, di sana banyak hiburannya. Tapi kita lihat besok,” tandasnya.

Baca juga: Tangkuban Parahu Meletus, Surono Sebut Sudah Tidak Normal Sejak 2013

Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu dalam rilisnya mencatat Gunung Api Tangkuban Parahu yang terbentuk dari letusan Gunung Sunda, memulai letusan pertamanya pada tahun 1829. Sementara pada tahun 1846 terjadi terupsi peningkatan kegiatan kawah dan tahun 1896 terbentuk fumarol baru di sebelah utara Kawah Badak.

Erupsi beberapa kali terjadi di Gunung Tankuban Parahu dan tercatat pada tahun 1983 awan abu membumbung setinggi 159 meter di atas Kawah ratu. Erupsi juga smepat terjadi pada tahun 2013 lalu.

Terakhir, PVMBG mencatat erupsi Gunung Tangkuban Parahu terjadi pada Jumat (26/7/2019) pukul 15.48 WIB.

SUMBER : KOMPAS.com ( Putra Prima Perdana, Resa Eka Ayu Sartika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com