Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangis Bupati Pakpak Bharat Saat Divonis 7 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politiknya

Kompas.com - 26/07/2019, 15:33 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Sidang beragenda pembacaan vonis dengan terdakwa Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolanda Berutu dijadwalkan pagi molor hampir lima jam.

Meski begitu, ruang sidang utama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan tetap penuh sesak oleh pengunjung yang hari ini datang membludak.

Usut punya usut, ternyata mereka para sanak keluarga dan rekan kerja terdakwa. 

Pukul 14.30 WIB, Remigo mengenakan rompi oranye bertuliskan KPK dan tangan diborgol berjalan menuju ruang sidang dikawal ketat petugas pengawal tahanan (waltah), polisi dan para pendukungnya.

Baca juga: Bupati Pakpak Bharat Dihukum 7 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politiknya

 

Di depan pintu ruang sidang Cakra 7, terdakwa disambut pelukan dan ciuman sang istri Made Tirta Kusuma Dewi.

Lalu melarikan diri sambil merunduk menghindari sorot kamera media massa. Orang-orang yang mengelilinginya seperti sengaja menghalang-halangi tugas jurnalistik jurnalis.

Begitu memasuki ruang sidang utama, semua pengunjung berebut salam dan peluk. Sambil terus berjalan, dia mencoba menjabat dan memeluk beberapa kerabatnya.

Begitu hendak duduk di kursi pesakitan, borgol dan rompinya dilepas, hakim pun langsung membacakan dalil-dalil hukumnya.

Terlihat beberapa pengunjung mengambil sikap berdoa secara umat Kristiani. Terdakwa juga melakukan hal yang sama ketika hakim mulai membacakan putusannya.

Baca juga: Bupati Pakpak Bharat Dituntut 8 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politiknya

"Menjatuhkan pidana kepada Remigo Yolando Berutu berupa hukuman pidana tujuh tahun penjara, denda sebesar Rp 650 juta yang apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan," kata hakim ketua majelis Abdul Aziz, Kamis (25/7/2019) kemarin.

Hakim juga menetapkan pria kelahiran 1969 itu tetap berada di dalam tahanan, membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 1,2 miliar lebih dengan ketentuan tidak mampu membayarnya selama jangka waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Jika tidak mencukupi diganti dengan pidana penjara selama 18 bulan penjara. 

"Menjatuhkan hukuman tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok," ucap Aziz sambil mengetuk palu.

Baca juga: KPK Eksekusi Penyuap Bupati Pakpak Bharat ke Lapas Tanjung Gusta

Menangis, sidang hampir ricuh

Sontak putusan itu dijawab teriakan pengunjung sidang. Made Tirta tertunduk dan menangis sesenggukan. Sementara terdakwa, pelan-pelan menghapus air mata yang menggenang di pelupuk.

Saat ditanya hakim apakah dirinya menerima vonis tersebut, lewat kuasa hukumnya dia mengatakan pikir-pikir. Begitu juga jawaban dari tim jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sidang ditutup, terdakwa yang harusnya menjabat sampai 2021 itu digiring ke luar ruang sidang. Kembali pengawalan ketat terjadi. Para awak media kesulitan mengambil foto dan mewawancarainya.

Aksi dorong mendorong dan umpatan-umpatan memancing emosi keluar dari para pendukung yang pasang badan menghalangi Remigo.

Akhirnya nyaris terjadi kericuhan dan bentrok antara wartawan dan seorang pria berkemeja putih yang mendorong kamera salah satu jurnalis televisi nasional.

Baca juga: Suap Bupati Pakpak Bharat demi Proyek, Kontraktor Dihukum 30 Bulan Penjara

“Udahlah, jangan disorot-sorot lagi,” teriak seorang perempuan berambut panjang.

Beberapa perempuan lain terlihat matanya berkaca-kaca dan menghapus air mata yang mulai membuat mereka sesenggukan.

Baku hantam bisa diredam, sebagian rekan-rekan jurnalis berupaya melerai dan meredakan keadaan. Bersama beberapa polisi, Remigo pun kembali ke ruang tahanan tanpa memberikan komentar sedikit pun.

Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa

Putusan hakim membuktikan Remigo terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.

Meski vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut delapan tahun penjara, denda Rp 650 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,2 miliar lebih. Jika tidak mencukupi, dipidana penjara 30 bulan.  

Dari dakwaan diketahui, terdakwa menerima suap sebesar Rp1,6 miliar dari beberapa rekanan melalui terdakwa David Anderson Karosekali selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Pakpak Bharat dan Hendriko Karosekali.

Jaksa merinci, pemberian dari Dilon Bacin, Gugung Banurea dan Nusler Banurea sebanyak Rp 720 juta. Dari Rizal Efendi Padang sebesar Rp 580 juta, dan dari Anwar F Padang sebesar Rp 300 juta. Tujuan pemberian uang supaya terdakwa memberikan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat. 

Baca juga: Sidang Perdana Bupati Pakpak Bharat, Nama-nama Pemberi Suap Terungkap

Bersama dengan terdakwa David dan Hendriko (berkas terpisah), terdakwa mengarahkan seluruh anggota Pokja ULP agar membantu memenangkan perusahaan-perusahaan yang ditunjuknya. 

"Tapi harus ada 'uang koin' sebesar dua persen dari nilai kontrak, di luar uang wajib atau 'KW' sebesar 15 persen. Ini sudah biasa di Dinas PUPR Pakpak Barat kalau ingin mendapatkan proyek," ungkap jaksa. 

Pada April 2018, bertempat di rumah makan Pondok Santai di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, terdakwa kembali menyampaikan soal uang setoran tersebut kepada para anggota pokja.

Kemudian pada Juni 2018 di pendopo rumah dinasnya, terdakwa memberikan daftar paket pekerjaan beserta nama calon pemenang kepada terdakwa David. 

Proyek peningkatan Jalan Traju-Sumbul- Lae Mbilulu dengan nilai proyek sebesar Rp 2 miliar lebih dengan calon pemenang Anwar F Padang (CV Wendy).

Uang pelicin

Peningkatan dan pengaspalan Jalan Simpang Singgabur-Namuseng dengan nilai proyek Rp 5 miliar lebih, calon pemenangnya Nuslear Banurea (PT Alahta), dan pengaspalan Simpang Kerajaan-Mbinanga Sitelu dengan nilai proyek Rp 4 miliar lebih kepada Rizal Efendi Padang (PT Tombang Mitra Utama). 

"Terdakwa David lalu menyampaikan kepada calon pemenang agar memberikan uang sebesar 25 persen dari nilai proyek anggaran kepada terdakwa. Para rekanan menyanggupinya. Dari ketiga proyek tersebut, terdakwa telah menerima uang melalui David dan Hendriko seluruhnya sebesar Rp 1,6 miliar," ungkap jaksa. 

Baca juga: KPK Perpanjang Masa Penahanan Tiga Tersangka Kasus Bupati Pakpak Bharat

Paling mengejutkan, uang yang diterima terdakwa diduga untuk membiayai kampanye adiknya Eddy Berutu dalam Pilkada Dairi yang akhirnya dimenangkan.

Uang itu juga terindikasi untuk melicinkan kasus dugaan korupsi istri Remigo di Polda Sumut. 

Terpisah, Kontraktor Rijal Efendi Padang (38), juga telah dinyatakan bersalah menyuap dari Remigo dan dalam persidangan pada Senin (29/4/2019) lalu, dia dijatuhi hukuman 30 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider empat bulan kurungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com