Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Desa Jimbar Wonogiri, Larang Warganya Bermain HP dan Nyalakan Televisi

Kompas.com - 25/07/2019, 09:41 WIB
Muhlis Al Alawi,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

 

WONOGIRI, KOMPAS.com - Pemerintahan Desa Jimbar, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, memiliki cara inovatif menangkal dampak negatif kemajuan informasi dan teknologi di kalangan warganya.

Melalui peraturan desa yang disepakati bersama, warga Desa Jimbar dilarang bermain ponsel dan menyalakan televisi pada jam-jam tertentu.

Kepala Desa Jimbar, Sutrisno menyatakan, peraturan desa itu muncul dari keprihatinan kondisi lingkungan masyarakat terkait dampak negatif kemajuan IT bagi generasi milenial yang sangat luar biasa.

Untuk itu warga bersepakat bersama membuat peraturan agar mereka tidak bermain dan menyalakan televisi saat menjelang magrib hingga setelah isya.

“Maka kami terapkan Peraturan Desa Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jam Belajar Masyarakat yang berlaku sejak tanggal 3 Juni," kata Sutrisno, kepada Kompas.com, Kamis (25/7/2019).

Baca juga: Kisah Sukses Dua Siswi Cantik asal Kudus, Bawa Kain Troso Melenggang ke Paris (1)

Salah satu isi pasal dari peraturan desa itu berbunyi seluruh warga dan orang yang berada di wilayah Desa Jimbar agar tidak menyalakan televisi dan ponsel dari pukul 17.30 hingga pukul 19.30.

"Jadi harus matikan TV dan matikan HP hingga segala macam terkait hiburan mengganggu kegiatan jam belajar. Jadi, harus berhenti total,” ujar  Sutrisno.

Sebelum dirumuskan dalam bentuk peraturan desa, lanjut Sutrisno, pemerintah desa sudah menyosialisasikan kepada masyarakat di desanya yang memiliki jumlah jiwa 2.970 orang, 745 KK di 14 RT, tujuh RW dan tujuh dusun sejak tiga tahun lalu.

Sosialisasi itu disampaikan saat pertemuan warga ditingkat RT, posyandu dan lembaga desa lainnya.

Saat proses membuat perdes, lanjut Sutrisno, diusulkan jam belajar mulai 17.30 sampai pukul 21.00.

Namun, banyak warga yang keberatan karena terlalu lama. Akhirnya, disepakati pukul 17.30 hingga pukul 19.30.

Tak hanya memberikan ruang berkumpul bagi keluarga, perdes itu juga mendorong banyak warga yang berjemaah shalat di masjid. Usai salat berjamaah di masjid, warga pulang kembali ke rumah dan mendampingi anak belajar.

“Dua jam itu merupakan waktunya beribadah shalat, mengaji, belajar dan berkumpul dengan keluarga. Dengan demikian, satu keluarga itu ada kebersamaan bisa bercanda, tertawa hingga membelajari anak,” ungkap Sutrisno.

Bagi orangtua yang kesulitan mendampingi anaknya belajar, kata Sutrisno, pemerintah desa menyediakan fasilitas sanggar belajar.

Kehadiran sanggar belajar menjadi bagian solusi bagi orangtua lantaran tidak semua orangtua bisa mendampingi anak belajar terkait mata pelajaran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com