Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Sidang Hak Angket Gubernur Sulsel, Dugaan Bagi-bagi Proyek hingga KKN

Kompas.com - 25/07/2019, 07:02 WIB
Hendra Cipto,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com – Beberapa bulan setelah pelantikan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) terpilih, Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman, anggota DPRD Sulsel menggulirkan sidang hak angket.

Sidang itu digelar karena dinilai terdapat keganjilan dalam pemerintahan di Pemprov Sulsel.

Dalam lima poin landasan hak angket, disebutkan bahwa kebijakan pemerintahan Nurdin Abdullah melanggar aturan. Poin pertama, terkait pelantikan 193 pejabat Sulsel yang surat keputusannya ditandatangani oleh Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman.

Kedua, manajemen pengangkatan PNS yang dinilai tidak profesional. Ketiga, dugaan KKN dalam penempatan pejabat tertentu. Keempat, pencopotan pejabat pimpinan tinggi pratama yang dinilai tidak berdasarkan mekanisme sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, terutama tidak adanya klarifikasi terlebih dahulu.

Poin kelima ialah pelaksanaan APBD 2019 yang serapan anggarannya dianggap masih minim.

Baca juga: Saksi Sidang Hak Angket Ungkap Setoran Rp 10 M Untuk Menangkan Nurdin di Pilkada

Hal itu terlihat dari hasil rapat kerja komisi DPRD Sulsel dengan OPD, mitra kerja dalam rangka evaluasi APDB 2019 tirwulan I. Sidang paripurna ini diikuti 64 dari 85 anggota DPRD Sulsel.

Hanya Fraksi PDI-P yang tidak muncul dalam forum sidang paripurna ini dari 10 fraksi yang ada di DPRD Sulsel.

Fakta dalam sidang hak angket

Setiap sidang hak angket disampaikan sejumlah keterangan.

Misalnya, sejumlah pihak yang dihadirkan menyebut ada bagi-bagi proyek serta fee, dualisme kepemimpinan di Pemprov Sulsel, hingga keluarga gubernur dan wakil gubernur Sulsel ikut menjalankan roda pemerintahan.

Hal lain yang disampaikan ialah temuan Pokja pengadaan barang dan jasa ilegal. Pengusaha menagih proyek atas bantuannya saat Pilkada Sulsel beberapa waktu lalu, hingga Tim Percepatan Pembangunan (TP2D) yang kini menjadi TGUPP, serta staf khusus gubernur menggunakan APBD untuk perjalanan ke Jepang.

Saksi-saksi yang diperiksa panitia angket dari pejabat Pemprov Sulsel yang dicopot oleh Nurdin, hingga pejabat baru yang aktif.

Salah satu saksi yang dihadirkan yaitu Mantan Kepala Dinas Bina Marga, Jumras. Jumras mengaku dicopot dari jabatannya tanpa alasan yang jelas.

Dalam persidangan itu, Jumras mengungkapkan bahwa dia begitu saja dicopot oleh Nurdin atas dugaan terima free proyek. Namun, Jumras menilai pencopotan karena dia tidak memberikan proyek atas permintaan kakak kandung Wakil Gubernur Sulsel Andi Sumardi Sulaiman.

“Kakak wagub Sulsel minta saya menangkan dua pengusaha bernama Angguk dan Fery dalam proyek pengadaan barang dan jasa. Dimana dua pengusaha itu telah berjasa membantu memenangkan Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman dalam perebutan kursi gubernur dan wakil gubernur Sulsel," ujar Jumras dalam sidang hak angket beberapa waktu yang lalu.

"Kedua pengusaha itu telah membantu membiayai kampanye dalam Pilkada Sulsel sebesar Rp 10 miliar. Bahkan Sumardi menyodorkan fee Rp 200 juta jika kedua pengusaha itu memenangkan proyek yang diinginkannya,” kata Jumras melanjutkan. 

Baca juga: Sidang Hak Angket Ungkap Perseteruan Nurdin Abdullah dengan Andi Sudirman di Pemprov Sulsel

Selain Jumras, panitia angket juga memeriksa mantan Kepala Inspektorat Sulsel Luthfi Natsir. Dalam sidang angket itu juga, Luthfi mengaku dicopot tanpa alasan yang jelas oleh Nurdin.

Bahkan selain dicopot dari jabatannya, Luthfi pun mengaku dipermalukan saat upacara. Dia dikatakan sebagai duri dalam daging. 

“Saya dicopot tanpa alasan yang jelas. Setelah dicopot, saya juga dipermalukan di depan umum dikatakan duri dalam daging. Selain saya malu, keluarga besar saya juga malu,” kata Luthfi.

Saksi lain juga dihadirkan seperti Sekretaris Daerah Abdul Hayat, Plt Sekda Ashari Fakhsirie Radjamilo, Kepala BKD Sulsel Asri Sahrun Said, Mantan Plt BKD Sulsel Lubis, dan kakak kandung wakil gubernur Sulsel Andi Sumardi Sulaiman.

Gubernur ancam pidanakan saksi

Dikonfirmasi secara terpisah, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah mengancam akan mempidanakan Jumras atas kesaksiannya dalam sidang hak angket.

Nurdin membantah ada pengusaha membantunya saat Pilkada Sulsel 2018, dengan balas jasa bagi-bagi proyek.

“Semua yang dikatakan Jumras itu tidak benar. Kami dalam mengelola Pemprov Sulsel secara transparan sesuai prosedur dan selalu berkoordinasi dengan KPK. Soal melaporkan Jumras, tunggu saja,” ujar Nurdin saat dikonfirmasi wartawan usai rapat paripurna di DPRD Sulsel, Kamis (11/7/2019).

Pemeriksaan kakak kandung wakil gubernur Sulsel

Kakak kandung wakil gubernur Sulsel Andi Sumardi Sulaiman yang juga tak lain kakak kandung Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga telah diperiksa oleh panitia angket dalam sidang hak angket yang digelar di lantai 8 Menara DPRD Sulsel, Kamis (11/7/2019).

Dalam sidang sebelumnya, Sumardi disebut Jumras memberikan fee sejumlah proyek dari dua orang pengusaha di Makassar

Jumras menyebut Sumardi disodorkan fee sejumlah proyek sebesar Rp 200 juta untuk memenangkan dua orang pengusaha bernama Angguk dan Fery dalam tender proyek.

Sumardi membantah pernyataan itu. Sumardi mengaku tidak kenal dengan dua pengusaha yang dimaksud. 

“Saya tidak kenal dengan mereka dan tidak pernah ketemu mereka semua. Saya cuma kenal dengan Irfan Jaya yang pernah kerja di Lembaga Survei Indonesia (LSI). Itu pun saya ke barbershop Irfan di Jl Bau Mangga dan singgah minum kopi di Cafe Mama,” katanya.

Sumardi juga membantah ada bantuan uang Rp 10 miliar dari dua pengusaha tersebut.

“Saya tidak pernah beri fee kepada Jumras. Dia tidak bisa dipercaya omongannya itu, suka berubah-ubah. Lihat saja komentar-komentarnya di media-media. Tidak ada itu bantuan uang dari pengusaha untuk menangkan pasangan Gubernur Nurdin Abdullah dan Wakil Gubernur Andi Sudirman Sulaiman. Termasuk juga fee Rp 200 juta itu tidak ada,” bantahnya.

Ketua Pansus Kadir Halid mengatakan, akan mengonfrontir pernyataan Sumardi, Jumras, Angguk, dan Fery untuk mendapatkan fakta sebenarnya. 

Plt sekda diperiksa

Plt Sekda Ashari Fakhsirie Radjamilo yang diperiksa dalam sidang hak angket, Jumat (12/7/2019). Saat pemeriksaan, Ashari mengaku lupa soal SK yang ditandatangani Andi.

Panitia angket terlihat kesal dengan jawaban yang tidak jelas atas jabatan yang diembannya.

“Saya lupa, saya tidak tahu,” kata Ashari setiap ditanya oleh panitia angket.

SK Pokja ilegal

Pansus hak angket menemukan SK Pokja pengadaan barang dan jasa ilegal yang ditandatangani oleh Andi.

Temuan ini diungkapkan Wakil Ketua Pansus Angket, Selle KS Dalle di sela-sela sidang angket. Menurut dia, SK Pokja pengadaan barang dan jasa yang ditandatangani oleh Andi ilegal dan merupakan pelanggaran pidana.

“Ada satu poin yang membuat tim hak angket membuat lega, soal rendahnya serapan anggaran. Ternyata kita menemukan jawabannya pada sidang kedua ini. Memang ada SK Pokja yang ditandatangani oleh Wakil Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman. Itu bagian dari pelanggaran yang berkonsekuensi pidana. Hal inilah yang membuat tidak bisa dilakukan pengadaan barang dan jasa selama ini,” katanya.

Selle menuturkan, SK Pokja yang melanggar pidana ini diminta dicabut. SK Pokja pengadaan barang dan jasa 2019 ini juga diminta untuk diganti oleh KPK. 

“Pak Sekda, Abdul Hayat juga mengakui, KPK meminta SK Pokja ini agar dicabut atau dibatalkan atau direvisi yang harusnya ditandatangani oleh Nurdin. Dalam SK Pokja ini terdapat 30 nama, ini SK dianggap ilegal juga ini,” ungkapnya.

Selle mengatakan, Jumras juga ikut menandatangani SK saat masih menjadi kepala Biro Pembangunan Sulsel. SK Pokja ilegal ini akan terungkap jika Pansus Angket telah memeriksa Kepala BKD Sulsel.  

Kewenangan wakil gubernur Sulsel

Ketua Pansus Angket, Kadir menambahkan, banyak kebijakan dan keputusan yang diambil alih oleh Andi yang seharusnya menjadi kewenangan Nurdin.

Panitia angket telah memeriksa Andi pada Senin (22/7/2019) secara tertutup. Hal itu diminta oleh Andi sendiri.

Dalam persidangan itu, Andi mengaku tidak ada dualisme kepemimpinan di Pemprov Sulsel. Andi dan Nurdin telah berbagi tugas.

Kejanggalan penggunaan APBD

Dalam sidang hak angket yang digelar Selasa (23/7/2019), mantan Kepala Biro Umum Pemprov Sulsel Muhammad Hatta mengungkapkan, sejumlah penggunaan APBD yang di luar ketentuan, termasuk biaya perjalanan dinas oleh tim pendamping Nurdin. 

Hatta menjelaskan, Nurdin melakukan perjalanan dinas ke Jepang pada Desember 2018. Saat itu Nurdin berangkat bersama lima orang pendamping yang dibiayai dengan APBD Provinsi Sulsel melalui anggaran Biro Umum. 

Perjalanan Nurdin bersama timnya dari TGUPP, serta staf khusus gubernur ke Jepang menggunakan APBD lebih dari Rp 282 juta.

Adapun harga paket per orang bervariasi, dari Rp 36 juta hingga Rp 56 juta. Jumlah itu di luar uang saku sebesar Rp 10 juta yang juga dikeluarkan Biro Umum untuk masing-masing anggota rombongan.

Hatta juga menjelaskan, perjalanan Nurdin bersama tim pendampingnya ke Jepang menggunakan jasa perusahaan travel Hakata, milik istri Nurdin, Liestiaty.

Dalam sidang angket itu juga Hatta ditanya alasan dicopot dari jabatannya. Hatta mengaku tidak tahu kesalahannya. Mungkin akibat temuan dalam pengelolaan keuangan, yang bisa jadi salah satunya akibat perjalanan dinas gubernur ke luar negeri.

Dalam sidang hak angket selanjutnya diagendakan pemeriksaan Nurdin, Jumat (26/7/2019). 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com