Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Cerita Viral Pendaki, Ini Tips Cara Mengatasi Hipotermia Saat Mendaki Gunung

Kompas.com - 25/07/2019, 06:37 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Cerita viral pendaki perempuan disetubuhi saat hipotermia di Gunung Rinjani menjadi pembicaraan di media sosial.

Menanggapi cerita tersebut, Sudiyono, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani mengatakan jika cerita tersebut belum tentu terjadi di Gunung Rinjani.

Sementara itu, berkaca dari cerita tersebut, Adi Seno Sosromulyono, anggota senior Mapala Universitas Indonesia mengatakan saat terjadi hipotermia, skin to skin bisa dilakukan tapi tidak dengan disetubuhi.

Baca juga: Duduk Perkara Cerita Viral Perempuan Pendaki Gunung Rinjani Disetubuhi Saat Hipotermia...

Metode skin to skin dilakukan jika keadaan sudah parah.

“Cukup berpelukan dalam kantong tidur atau selimut agar panas tubuh penyelamat berpindah ke penyintas atau penderita. Tapi metode ini dipilih jika sudah parah saja,” kata Adi Seno saat dihubungi Kompas.com, Selasa (23/7/2019).

Ia juga menjelaskan bahwa hipotermia tidak terjadi tiba-tiba, namun ada beberapa gejala yang muncul seperti menggigil, mengigau, tidak fokus, bahkan penyitas bisa pingsan.

Menurutnya, saat penyitas menggigil yang terjadi sebenarnya adalah suhu inti menurun dan menggigil adalah usaha tubuh untuk menaikkan suhu tubuhnya sendiri.

Baca juga: 115 Hektare Hutan Savana di Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani Terbakar

Jika pendaki terdeteksi hipoptermia, maka yang harus dilakukan adalah melakukan pencegahan yaitu mengganti pakaian penyitas yang basah dengan pakaian yang kering dan hangat.

Selain itu penyitas juga bisa masuk ke sleeping bag atau selimut thermal dan diberi makanan minuman yang hangat.

Dia juga mengingatkan saat berada di suhu yang rendah, basah, dan angin kencang, para pendaki harus memperhatikan gejala hipotermia baik untuk dirinya sendiri atau pun rekannya sesama pendaki.

"Jika ujung-ujung tubuh, seperti tangan, kaki, telinga, dan hidung terasa beku, itu awal hipotermia. Bisa juga dalam lingkungan es salju sengatan beku atau frost bite. Hipotermia ini tidak terjadi tiba-tiba. Selalu ada gejala," kata Adi Seno.

Baca juga: Berhasil Dipadamkan, Kebakaran Gunung Panderman Mencapai 70 Hektare

Adi Seno juga memberikan tips untuk menghindari hipotermia, yakni pendaki harus mengenakan pakaian dan perlengkapan yang sesuai.

Pendaki juga sebaiknya menghindari cuaca ekstrem dengan berlindung di tenda. Selain itu, asupan yang dikonsumsi harus cukup sekitar 2.000 hingga 4.000 kalori.

Jika terjadi badai di ketingian lebih dari 5.000 meter dengan kecepatan angin mencapai 100 km per jam, satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri adalah berlindung hingga badai reda.

Pendaki juga bisa bergerak karena akan menghasilkan panas yang tersimpan dalam pakaian pelindung yang memadai, seperti jaket dan sarung tangan.

Baca juga: Ini Fakta Baru Kebakaran Hutan Gunung Panderman, Kembali Terbakar hingga Rusak Habitat Elang Jawa

"Jika bergerak harus tahu arah dan tujuannya serta ada perlindungan. Saat bergerak memang cadangan energi tersalurkan, tapi bisa ditambah dengan konsumsi snack. Bergerak ini juga untuk mempercepat ke tempat terlindung," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com