Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantang Tolak Penikahan Usia Anak: Berikan Ijazah, Jangan Buku Nikah

Kompas.com - 25/07/2019, 06:32 WIB
Rachmawati

Editor

Kabar lamaran itu, aku Tuti, datang bak petir di siang bolong. Ibunya, Yati (nama disamarkan), yang memberitahu kabar tersebut kepada anak sulungnya itu. Kala itu, Tuti masih duduk di kelas dua sekolah menengah atas, baru 17 tahun.

Awalnya, Tuti hanya diam, meski dalam hati ia memberontak. Ia "takut berdosa" kepada orang tuanya.

Ia hanya bisa menangis setiap malam, terlebih kabar lamaran itu tersebar ke seantero kampung dan teman-teman sekolahnya.

"Ada sepupuku bilang 'terima saja (dia), orangnya baik'. Cuma saya tidak mau," imbuhnya.

Baca juga: Fakta di Balik Viral Pernikahan Nenek dan Pemuda 19 Tahun di Pati: Foto Hoaks, hingga Dibatalkan KUA

Penolakan itu semakin bulat dalam hatinya, ketika ia diajak mengobrol oleh seorang aktivis anti-

"Indotang juga datang kasih tahu begini, masih umur ABG, rahim juga belum siap, nanti berakibat fatal. Dari situlah aku bersikeras menolaknya,"

Akhirnya, Tuti memutuskan untuk berkata jujur kepada orang tuanya.

"Iya, langsung kasih tahu Mama, saya nggak mau," bebernya.

Beruntung, sang ibu, Yati, menuruti permintaan anaknya. Saat itu juga, Yati langsung menghubungi pihak pelamar untuk menolak lamaran mereka.

"Tidak jadi, langsung putus hubungan," terang Yati.

Sikap Yati juga tidak lepas dari peran Indotang yang juga memberi wejangan kepada Yati setelah mendengar kabar lamaran tersebut.

"Ibu Indotang datang memberitahu bahwa umur anak saya belum cukup," imbuhnya, "Ibu Indotang memberitahu sudah banyak kejadian dan bukan bagus dampaknya kalau anak-anak masih di bawah umur (dinikahkan)."

Yati dan suaminya menurut.

Baca juga: Viral, Pernikahan Pemuda 19 Tahun dengan Nenek Berusia 59 Tahun Dibatalkan

 

Apa rencana mereka kini?

Sambil belajar merawat suaminya, Ana memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah menengah kejuruan yang tinggal tersisa satu tahun ajaran. Keputusannya itu didukung sang suami dan orang tuanya.

"Saya mau Ana lanjut sekolah untuk bisa mendapatkan ijazah SMA. Biarlah Tio pergi mencari rezeki bersama Bapaknya (Ana)," ujar ibunda Ana, Ita.

Ana, yang bermimpi menjadi dokter, mengaku ingin mendapat ijazah agar bisa segera bekerja selepas sekolah.

"Cari kerja dulu," ujarnya, "(pekerjaan) kayak di kantor, karena (jurusan saya di SMK) akuntansi."

Sementara itu, setelah menyelesaikan bangku SMA, Tuti, yang kini berusia 20 tahun, tengah merencanakan pernikahannya dengan sang kekasih.

"Penginnya punya suami yang bertanggung jawab, memenuhi apa kebutuhan keluarga, jadi imam yang baik," jelasnya.

LSM Sekolah Perempuan Pulau jadi salah satu lembaga yang mengampanyekan gerakan pencegahan pernikahan usia anak di Desa Mattiro Uleng dok BBC Indonesia LSM Sekolah Perempuan Pulau jadi salah satu lembaga yang mengampanyekan gerakan pencegahan pernikahan usia anak di Desa Mattiro Uleng

Sedangkan Darma, yang kini menjadi anggota lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang pemberdayaan perempuan - Sekolah Perempuan Pulau, hanya berharap anak-anaknya dapat sekolah setinggi mungkin dan tidak mengalami apa yang dijalaninya dulu akibat menikah di bawah umur.

"Cukup kita yang rasakan," tuturnya, "Yang saya sering bayangkan, saya pengin sekali lihat anak saya jadi sarjana."

Ia selalu memberi wejangan kepada kedua anaknya agar mereka bisa terus bersekolah dan menjadi lebih baik dari ia dan suaminya. Ia pun bertekad untuk menghentikan praktik pernikahan usia anak di sekitarnya.

"Jangan dinikahkan, berikanlah mereka ijazah, jangan berikan buku nikah," pungkasnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com