Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sultan Bubohu Bongo Gorontalo Yosep Tahir Maruf Mangkat

Kompas.com - 24/07/2019, 09:09 WIB
Rosyid A Azhar ,
Khairina

Tim Redaksi

Kecintaan pada sejarah ini juga diwujudkan dengan membangun pusat informasi budaya, ia memajang foto dan dokumen sejarah Gorontalo. Di tempat inilah kaum muda dapat belajar masa lalunya. Tempat ini selalu ramai sepanjang tahun, terutama pada hari Sabtu-Minggu.

Di tempat juga menjadi obyek wisata utama Gorontalo dengan fasilitas kolam renang, wombohe khas Bubohu Bongo.

Yosep Tahir Maruf juga pernah menjelaskan bahwa lembah Gorontalo yang luas adalah negeri para raja, sistem pemerintahan di lembah ini berbeda dengan daerah lain.

Raja-raja Gorontalo dipilih berdasarkan musyawarah adat yang dilaksanakan parea baate atau pemangku adat. Pemakzulan dan pergantian raja juga dilakukan oleh dewan adat ini. Sehingga tidak ada pewarisan kekuasaan.

Namun, sejak adanya pemerintahan langsung Hindia Belanda, bangsa Eropa ini mengenalkan sistem pewarisan tahta.

“Daratan Gorontalo ini adalah negeri para raja, setiap orang peduli dengan karya leluhurnya dan berusaha menata kembali sejarah dan ingatan lama seperti kami merekonstruksi Bubohu,” jelas Yosep Tahir Maruf.

Baca juga: Saat Sri Sultan HB X Menolak Diberi Kayu Jati Ukuran Besar

Lebih dari 20 tahun Yosep Tahir Maruf menata kampung halamannya di tepi Teluk Tomini dengan konsep kemandirian.

Dokumen di Negeri Belanda ia kumpulkan, tradisi lisan dan adat terus dilestarikan dan melakukan dokumentasi sepanjang ia berkarya.

“Kami bangga menjadi bagian dari masa lalu Bubohu Bongo dan akan terus merawat negeri ini,” ujar Hasan Rahim, warga Desa Bongo.

Hasan Rahim menambahkan, kemandirian yang dilakukan untuk melawan keterbatasan alam diwujudkan dengan mendorong kreatifitas masyarakatnya, salah satunya adalah mengemas perayaan Walima atau Maulid Nabi Muhammad.

Tradisi ini dibuat unik dengan mempertahankan gaya lama, warga desa mengusung kue kolombengi dalam tolanga (usungan kayu) yang unik, setiap keluarga membawa ke masjid tua At-Taqwa untuk didoakan sebelum disedekahkan kepada masyarakat.

“Arak-arakan Walima ini telah menjadi agenda tahunan pariwisata Gorontalo, ribuan orang akan datang ke desa kami,” ujar Hasan Rahim.

Untuk mempopulerkan tradisi tua ini, Yosep Tahir Maruf menggandeng Masyarakat Fotografi Gorontalo (MFG) sebuah komunitas fotografer kaum muda untuk mengeksplor desanya, dengan foto dan video di media sosial pada tahun 2011 lalu desa ini mulai dikenal secara luas dan mengalami booming pariwisata.

Seperti pelita yang menyinari kegelapan, Sultan Yosep Tahir Maruf telah memberi contoh bagaimana kaum muda harus bergerak dan mandiri dalam keterbatasan. Yosep Tahir Maruf mengajak kaum muda untuk bertindak nyata di lingkungannya. Ia berharap ada banyak anak muda yang mampu membangun daerahnya sebagai kontribusi nyata membangun peradaban Indonesia.

Sultan Yosep Tahir Maruf mangkat dengan meninggalkan banyak karya dan teladan. Dari desa tandus yang terisolir ia mengajarkan kaum muda untuk mandiri dan bertindak di lingkungan masing-masing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com