Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan Sang Taruna yang Berujung Maut di Sekolah Impian

Kompas.com - 23/07/2019, 07:00 WIB
Aji YK Putra,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.com - Mimpi DBJ (14) dan WJ (14) untuk menjadi abdi negara sebagai prajurit TNI/Polri harus kandas di tengah jalan. Upaya untuk membanggakan orangtua keduanya berakhir saat baru menginjak bangku pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).

DBJ dan WJ telah lebih dulu tutup usia, sebelum cita-citanya terwujud. Keduanya menjadi korban kekerasan ketika mengikuti kegiatan masa orientasi siswa di SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia Palembang, pada 13 Juli 2019.

DBJ menjadi korban pertama yang tewas. Hal itu terjadi karena ia enggan mengikuti intruksi yang diberikan oleh pembimbingnya.

Bukan tanpa alasan intruksi untuk merayap itu tak diikuti oleh DBJ. Sebab, pemuda ini telah kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh atau long march sejauh 8,7 kilometer.

Jarak yang ditempuh mulai dari Pesantren Sultan Mahmud Badaruddin kawasan Talang Jambe hingga ke Sekolah SMA Taruna di Sukabung II Palembang.

Akibat tak mengikuti intruksi pembimbing, kepala DBJ dipukul dengan menggunakan batang bambu buntu. Pukulan tepat mengenai bagian kepala sebelah kanan.

Pukulan itu akhirnya memaksa DBJ untuk jalan merayap sesuai intruksi yang diberikan. Tak puas, pembimbing tersebut menarik baju DBJ dari belakang ketika merayap. Tarikan itu membuat tubuhnya terhempas dan kepalanya terbentur di aspal.

Kondisi yang sudah kelelahan serta menjadi korban penganiayaan membuat tubuh DBJ tak mampu bertahan.

Ia menghembuskan napas terakhir ketika pihak sekolah berupaya memberikan pertolongan.

Rangkaian kejadian tersebut terlihat dari pra rekonstruksi yang dilakukan Polresta Palembang. Polisi lebih dulu menetapkan Obby Frisman Arkataku (24) yang merupakan pembimbing sekolah sebagai tersangka tunggal atas kasus penganiayaan itu.

Polisi melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap Obby yang merupakan guru baru itu. Sebelumnya, Berce (41) yang merupakan ibu dari DBJ, membuat laporan ke Polresta Palembang.

Berce mulanya melihat kejanggalan atas kematian anaknya tersebut. DBJ akhirnya divisum dan ditemukan banyak luka memar di tubuhnya.

"Ada resapan darah di bagian kepala dan dada. Artinya ada benturan keras," kata dokter Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Palembang Indra Sakti, Sabtu (13/7/2019).

Ingin ikuti jejak Ayah

Ayah DBJ adalah seorang pelaut yang mengawali karir di sekolah militer.

Liku kehidupan sang Ayah memacu DBJ ingin menapaki jejak orangtuanya. Ia akhirnya memutuskan masuk ke sekolah SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia Palembang, agar cita-citanya tersebut tercapai.

"Ia ingin seperti ayahnya, jadi masuk ke sekolah ini," ujar Aswin, paman korban, saat ditemui pada Sabtu (13/7/2019).

Sebenarnya, keluarga sempat melarang DBJ untuk masuk ke sekolah semi militer. Ibunya sempat meminta DBJ melanjutkan ke sekolah SMA biasa. Namun, keinginan mengikuti sang Ayah begitu kuat, sehingga keluarganya mengabulkan permintaan DBJ.

"Kami takut fisiknya tidak kuat ketika masuk ke sekolah militer. Kalau riwayat penyakit sebetulnya tidak ada," ujar Aswin.

Baca juga: 6 Fakta Tewasnya Siswa SMA Taruna Palembang, Dianiaya Pembina hingga Kepala Dipukul Bambu

WJ meninggal setelah 6 hari dirawat

Setelah menjalani perawatan intensif selama enam hari akibat menjadi korban penganiayaan, WJ (14)  akhirnya meninggal, Jumat (19/7/2019).

Kabar meninggalnya WJ tersebut disampaikan langsung oleh pengacara korban yakni Firli. Menurut dia, WJ meninggal sekitar pukul 20.00 WIB di rumah sakit RK Charitas, setelah dirawat di ruang ICCU rumah sakit.

Awalnya, WJ diantarkan orangtuanya ke sekolah SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia, untuk mengikuti kegiatan orientasi yang berlangsung selama enam hari.

Menempuh pendidikan di sekolah militer memang diimpikan oleh WJ, karena ia ingin menjadi seorang Prajurit TNI setelah lulus sekolah.

"Dia ingin menjadi seorang TNI, sehingga masuk ke sekolah itu,"kata Firli.

Selama menjalani masa orientasi, WJ tak diperkenankan menggunakan alat komunikasi apapun. Sehingga, baik korban maupun orangtua tak bisa berkomunikasi tanpa seizin pihak dari sekolah.

Namun, hari terakhir orientasi, Nuraina (41) ibu dari WJ mendapatkan telepon dari pihak sekolah yang mengatakan bahwa putranya tersebut menderita demam tinggi. Padahal, saat diantarkan ke sekolah, WJ tak sedikitpun mengalami sakit atau memiliki riwayat sakit keras.

Nuraina bersama suaminya Suwito (43) yang merupakan Ayah korban langsung menuju ke tempat korban di rawat. WJ saat itu masih dalam kondisi sadar dan langsung dibawa ke rumah sakit.

Pihak rumah sakit kemudian mengambil tindakan melakukan operasi di bagian usus. Sebab, saat itu kondisi perut WJ terbelit karena diduga mengalami kekerasan.

Baca juga: 4 Fakta Baru Pembina SMA Taruna Aniaya Siswa Saat Orientasi, Pelaku Baru Tamat S1 Psikologi hingga Kompetensi yang Dipertanyakan

Pembina baru dan tidak berkompeten

Obby Frisman Artaku yang diduga pelaku penganiayaan ternyata baru saja menyelesaikan jenjang pendidikan strata 1 tahun ini. Obby kuliah di salah satu universitas swasta kawasan Plaju, Palembang dan mengambil jurusan psikologi.

Usai lulus, Obby pun mencoba peruntungan dengan mencoba melamar menjadi pembina di Sekolah SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia.

“Saya lihat ada lowongan untuk jurusan Psikologi di sekolah itu, jadi saya masukan lamaran beberapa bulan sebelumnya, ternyata dipanggil,”kata Obby di Polresta Palembang, Selasa (16/7/2019).

Setelah dipanggil, Obby diminta untuk bekerja sebagai pembina siswa ajaran baru.

Belum sampai satu bulan bekerja, karier Obby terhenti setelah salah seorang siswanya yakni DBJ (14) tewas saat mengikuti proses orientasi.

Menurut Obby, saat  DBJ mengeluhkan sakit, ia sempat memberikan pertolongan kepada korban.

“Dia terduduk kesakitan langsung saya bantu, tapi waktu itu sudah tidak sadarkan diri. Saya kebingungan,” ujarnya.

DBJ pun lalu dibawa ke halaman sekolah untuk diberikan pertolongan pertama. Namun, kondisi korban ternyata terus menurun hingga akhirnya meninggal sebelum tiba di rumah sakit.

“Saya dapat kabar dia meninggal juga sudah bingung mau ngapain lagi. Saya benar-benar panik. Saya menyesal,” jelasnya.

Obby pun tak menyangkal jika telah melakukan tindakan kekerasan kepada korban pada malam saat orientasi di belakang sekolah.

Namun, saat itu ia mengaku hanya sebatas memukul korban di bagian pipi.

Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan mendapatkan fakta baru dalam kasus orientasi maut yang menyebabkan seorang siswa SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia tewas.

Obby tak memiliki kompetensi khusus sebagai pelatih fisik dalam rangkaian kegiatan orientasi siswa.

Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Widodo mengatakan, hasil keterangan yang mereka dapat, Obby ternyata adalah guru Bimbingan dan Konseling (BK) di SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia.

"Gurunya, bukan guru fisik atau pun olahraga yang tahu takaran fisik siswa. Sehingga, terjadi hal seperti ini. Ini yang sedang diselidiki, kenapa ada guru baru, yang diberi tugas seberat itu," kata Widodo seusai membesuk WJ (14), yang juga korban kekerasan SMA Taruna Indonesia, di Rumah Sakit RK Charitas Palembang, Rabu (17/7/2019).

Widodo menerangkan, mereka akan melakukan evaluasi secara besar-besaran di SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia, baik itu dalam program, maupun izin yang tinggal beberapa bulan lagi akan habis.

"Kalau ada mengarah hal yang akan terulang lagi, maka akan kita hentikan (izin sekolah)," tegas dia.

Kegiatan long march dengan berjalan sejauh 8,7 kilometer yang dilakukan saat orientasi, menurut Widodo merupakan hal yang ilegal. Sebab, mereka tak mendapatkan pemberitahuan apa pun dari pihak sekolah.

"Ini kan kegiatan di luar pagar sekolah, harus ada izin ke kami. Sampai sekarang tidak ada izin, sehingga kami tidak bisa monitor," ujar dia.

Sekolah terancam ditutup

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) baru mengetahui bahwa biaya mendaftar sebagai siswa di sekolah tersebut cukup mahal.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, hasil wawancara dengan orangtua murid, mereka harus mengeluarkan uang Rp 22 juta ketika masuk ke sekolah SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia.

Selain itu, saat ajaran berlangsung wali murid juga harus membayar uang per bulan Rp 1,5 juta dan membayar uang per semester Rp 3 juta.

Biaya yang besar, menurut Retno, tak sesuai dengan kondisi sekolah yang menurutnya kurang layak dijadikan asrama.

Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru akan memberikan sanksi tegas kepada pihak sekolah SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia jika terbukti adanya pelanggaran prosedur tetap (Protap) dalam pelaksanaan orientasi yang menyebabkan satu orang siswanya tewas.

Menurut Herman, pihak kepolisian saat ini masih terus melakukan penyelidikan terkait tersebut, bahkan pembina dari sekolah telah ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan.

"Sudah nggak jamannya lagi pelonco, nggak jamannya lagi, tapi memang sekolahnya gaya-gaya militer. Saya heran orangtua mau sekolah kan anak-anak di tempat seperti itu. Akan dilihat, ini ulah oknum atau protap, kalau protap, sekolahnya yang kita sanksi,"tegasnya.

Polisi buru pelaku baru

Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Firli angkat bicara terkait kematian dua siswa SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia yang diduga akibat dianiaya saat mengikuti kegiatan orientasi siswa.

Firli berjanji akan mengungkap semua pelaku yang terlibat kasus dugaan penganiayaan tersebut.

"Semuanya harus didukung bukti terlebih dahulu. Yang pasti kami akan kejar pelakunya, kami dalami siapa pelakunya," ujar Firli, Sabtu (20/7/2019).

Untuk kasus kematian WJ (14), menurut Firli, penyidik akan melakukan penyelidikan lebih dulu untuk mencari bukti baru.

Firli mengatakan, dalam proses penyelidikan akan terlihat siapa pelaku yang menewaskan WJ. Akan tetapi, polisi tak mau gegabah dengan mengambil kesimpulan bahwa pelaku yang menewaskan WJ sama dengan kasus DJB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com