Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan Sang Taruna yang Berujung Maut di Sekolah Impian

Kompas.com - 23/07/2019, 07:00 WIB
Aji YK Putra,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

"Gurunya, bukan guru fisik atau pun olahraga yang tahu takaran fisik siswa. Sehingga, terjadi hal seperti ini. Ini yang sedang diselidiki, kenapa ada guru baru, yang diberi tugas seberat itu," kata Widodo seusai membesuk WJ (14), yang juga korban kekerasan SMA Taruna Indonesia, di Rumah Sakit RK Charitas Palembang, Rabu (17/7/2019).

Widodo menerangkan, mereka akan melakukan evaluasi secara besar-besaran di SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia, baik itu dalam program, maupun izin yang tinggal beberapa bulan lagi akan habis.

"Kalau ada mengarah hal yang akan terulang lagi, maka akan kita hentikan (izin sekolah)," tegas dia.

Kegiatan long march dengan berjalan sejauh 8,7 kilometer yang dilakukan saat orientasi, menurut Widodo merupakan hal yang ilegal. Sebab, mereka tak mendapatkan pemberitahuan apa pun dari pihak sekolah.

"Ini kan kegiatan di luar pagar sekolah, harus ada izin ke kami. Sampai sekarang tidak ada izin, sehingga kami tidak bisa monitor," ujar dia.

Sekolah terancam ditutup

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) baru mengetahui bahwa biaya mendaftar sebagai siswa di sekolah tersebut cukup mahal.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, hasil wawancara dengan orangtua murid, mereka harus mengeluarkan uang Rp 22 juta ketika masuk ke sekolah SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia.

Selain itu, saat ajaran berlangsung wali murid juga harus membayar uang per bulan Rp 1,5 juta dan membayar uang per semester Rp 3 juta.

Biaya yang besar, menurut Retno, tak sesuai dengan kondisi sekolah yang menurutnya kurang layak dijadikan asrama.

Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru akan memberikan sanksi tegas kepada pihak sekolah SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia jika terbukti adanya pelanggaran prosedur tetap (Protap) dalam pelaksanaan orientasi yang menyebabkan satu orang siswanya tewas.

Menurut Herman, pihak kepolisian saat ini masih terus melakukan penyelidikan terkait tersebut, bahkan pembina dari sekolah telah ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan.

"Sudah nggak jamannya lagi pelonco, nggak jamannya lagi, tapi memang sekolahnya gaya-gaya militer. Saya heran orangtua mau sekolah kan anak-anak di tempat seperti itu. Akan dilihat, ini ulah oknum atau protap, kalau protap, sekolahnya yang kita sanksi,"tegasnya.

Polisi buru pelaku baru

Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Firli angkat bicara terkait kematian dua siswa SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia yang diduga akibat dianiaya saat mengikuti kegiatan orientasi siswa.

Firli berjanji akan mengungkap semua pelaku yang terlibat kasus dugaan penganiayaan tersebut.

"Semuanya harus didukung bukti terlebih dahulu. Yang pasti kami akan kejar pelakunya, kami dalami siapa pelakunya," ujar Firli, Sabtu (20/7/2019).

Untuk kasus kematian WJ (14), menurut Firli, penyidik akan melakukan penyelidikan lebih dulu untuk mencari bukti baru.

Firli mengatakan, dalam proses penyelidikan akan terlihat siapa pelaku yang menewaskan WJ. Akan tetapi, polisi tak mau gegabah dengan mengambil kesimpulan bahwa pelaku yang menewaskan WJ sama dengan kasus DJB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com