Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita 6 Rumah Ibadah yang Dibangun Berdampingan, Tetap Rukun Meski Berbeda

Kompas.com - 22/07/2019, 07:01 WIB
Ghinan Salman,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

Ketika para tokoh antar agama itu bertemu, kemudian disepakati untuk membentuk Forum Komunikasi Rumah Ibadah (FKRI). Forum lintas agama itu dibentuk untuk menghindari adanya gesekan dan tetap menjalin hubungan kerukuran antar umat beragama.

Indra Prasetya dipilih para tokoh lintas agama untuk menjadi ketua FKRI.

Setelah mendapat dana untuk membangun rumah ibadah, pembangunan enam rumah ibadah itu dimulai pada 2017. Rumah ibadah yang sudah beroperasi baru ada tiga, yakni masjid, gereja Kristen Protestan dan gereja Katolik.

Sementara itu, rumah ibadah agama Hindu, Budha, dan Konghucu, seperti pura, vihara, dan kelenteng masih dalam proses pembangunan.

Baca juga: Hanya Dewi yang Diberi Kesempatan Bersalaman dan Berkenalan dengan Paus Fransiskus

Mengatur waktu

Untuk mengantisipasi perbedaan pendapat antar pemeluk agama, menurut Indra, kegiatan-kegiatan besar tidak boleh dilakukan dengan jadwal yang sama. Tujuannya agar pemeluk agama lain tidak terganggu.

Sebab, jarak antar rumah ibadah yang berjajar itu, masing-masing hanya berjarak tiga meter.

"Misalkan Katolik dan Protestan sama-sama ada Natalan. Kita (pemeluk agama lain) harus menyesuaikan. Nanti disampaikan ke umat lain, agar tidak melakukan kegiatan di hari yang sama. Itu sudah disepakati," ujar dia.

Nantinya, setelah enam rumah ibadah itu beroperasi semua, warga di perumahan setempat berharap pengelola masing-masing rumah ibadah haruslah dari tokoh agama yang tinggal di perumahan tersebut.

"Kita tidak ingin sampai ada gesekan. Yang diharapkan pengurus FKRI, pengurus (masing-masing rumah ibadah) warga Royal Residence. Karena kalau ada benturan bisa diminimalisir. Karena kita bertemu tiap hari. Tapi mudah-mudahan rukun," kata dia.

Menurut Indra, untuk menjaga kerukunan antar pemeluk agama, ia bersama pengurus dan warga selalu menjalin komunikasi agar bisa saling menghargai dan menjaga toleransi.

Ia menyampaikan, ada beberapa hal yang sudah menjadi kesepakatan bersama agar tidak menimbulkan gesekan antar umat beragama.

Untuk tempat parkir, misalnya, warga yang hendak beribadah di rumah ibadah tersebut diberi kebebasan untuk memarkir kendaraannya di mana saja.

"Hari Minggu, misalnya, agama Hindu, Kristen, Katolik, Budha, dan Konghucu ibadahnya kan semua bersamaan, sehingga semua sudah sepakat bahwa tidak masalah memarkir kendaraan di depan masjid. Kegiatan di masjid diupayakan tidak minggu pagi karena sudah banyak teman-teman yang menggunakan lokasi parkir," ujarnya.

Tidak sampai di situ, masjid di sana juga tidak menggunakan pengeras suara untuk adzan. Di gereja juga disepakati untuk tidak memakai lonceng agar tidak mengganggu.

"Jadi speaker di masjid cuma ada di dalam gedung, termasuk lonceng di gereja ada di dalam gedung. Semua sudah sepakat supaya bisa rukun. Karena Tuhan menciptakan manusia untuk saling rukun dan berinteraksi," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com