PALU, KOMPAS.com – Semangat Rosminarti (40), guru di SDN Balaroa, Palu Barat, Palu, Sulawesi Tengah, untuk mencerdaskan bangsa tak pernah pupus.
Saat terjadi gempa dan likuefaksi, 28 September 2018 lalu, rumah yang ditinggalinya bersama suami dan empat orang anaknya hancur dan bergeser sejauh 100 meter.
Karena bencana tersebut, ia harus kehilangan salah satu anaknya. Namun, Rosminarti tak mau larut dalam kesedihan. Sebagai seorang pendidik, ia harus kuat.
Baca juga: Kisah Rizky, Bocah Korban Gempa Palu, Akhirnya Bertemu Bintang Manchester City Idolanya
Dua minggu pascabencana, ia harus memberi semangat bagi siswanya, korban gempa Palu. Di shelter pengungsian, ia mencoba membangun kembali semangat para muridnya.
Ia mengajak anak-anak didiknya untuk belajar di tenda, karena sekolah mereka yang dulu, yakni SDN Balaroa hancur dan terkena likuefaksi.
“Kami belajar di tenda saat itu. Siswa yang belajar juga belum banyak. Tapi saya bersyukur anak-anak akhirnya kembali bersekolah dengan kondisi darurat,” kata Rosminarti, Jumat (19/7/2019).
Menurutnya, jumlah anak didiknya sebelum bencana terjadi ada sekitar 200 murid lebih. Pascabencana alam, murid SDN Balaroa tinggal 100 lebih. Jumlah murid berkurang karena ada yang meninggal dan ada yang menjadi korban bencana.
Namun, ia dan guru lainnya bersyukur dengan adanya sekolah transisi yang dibangun dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT United Tractors Tbk (UT). Kini, siswa SDN Balaroa tak lagi belajar di tenda.
Mereka sekarang sudah menempati sekolah dengan bangunan tahan gempa. Dulu saat sekolah transisi ini dibuat, mereka harus duduk di lantai beralaskan perlak.
Namun kini mereka sudah memiliki meja dan kursi belajar.
Baca juga: Bayi Korban Gempa Palu dapat Hadiah dari Bupati Luwu Utara Indah Putri
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan