Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Suryo, Merintis Usaha hingga Jatuh Cinta pada Bulu Kelinci

Kompas.com - 20/07/2019, 07:00 WIB
Sukoco,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

MAGETAN, KOMPAS.com  -  Kandang kelinci terlihat berjajar rapi dan bersih di rumah Suryo (51)  warga Desa Bangsri, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Lebih dari 300 ekor kelinci  yang dia pelihara ditempatkan pada kandang yang terbuat dari besi dengan alas kayu pada bagian bawahnya.

Awalnya, Suryo beternak ayam Bangkok. Namun, selama 3 tahun terakhir, Suryo mulai intensif mengembangkan ternak kelinci.

"Saya memiliki 300 ekor ayam bangkok, tapi jualnya per kilo dengan harga Rp 70.000. Nilai ekonomisnya lebih tinggi kelinci,” ujar Suryo, Kamis (18/7/2019).

Merasa tak beruntung memelihara ayam Bangkok, Suryo memilih beternak kelinci. Pertimbangannya, di Magetan banyak sekali pedagang sate kelinci yang membutuhkan pasokan daging kelinci.

Selain itu, kelinci juga menghasilkan kulit yang memiliki bulu halus dan indah. Suryo tak mau ketingalan untuk memanfaatkan bulu kelinci sebagai barang bernilai ekonomis.

Baca juga: Kisah Yusuf Bangun Bisnis dari Modal Minus Rp 2 M, Ganti Strategi hingga Omzet Ratusan Juta

1.000 ekor kelinci mati hingga penghasilan Rp 16 Juta per bulan

Untuk bisa menjadi peternak kelinci yang sukses, Suryo mengaku butuh waktu hingga 2 tahun belajar merawat kelinci. Sebelumnya, dia mengaku tidak paham sama sekali dengan jenis kelinci, kebiasaan makan, perawatan hingga kondisi yang membuat kelinci rentan mati.

Selama 2 tahun, dia mengaku mengubur lebih dari 1.000 ekor kelinci peliharaannya.

“Yang penting pelihara, tidak tahu jenisnya apa, makanannya apa, kalau sakit harus bagaimana. Belajarnya dari nol,” kata Suryo.

Sejumlah peternak kelinci di Desa Tanjung Sari yang merupakan sentra peternakan kelinci di Kabupaten Magetan, sempat didatangi Suryo untuk ikut belajar cara beternak kelinci.

Dinas Peternakan yang ada di Magetan juga tak luput menjadi kamus bagi pria lulusan sastra Inggris pada 1991 tersebut.

Berbekal informasi dari sejumah peternak dan internet membuat Suryo akhirnya berhasil mengembangkan peternakan kelinci yang mampu menghasilkan daging dan bulu yang indah.

Ketersediaan pakan serta jenis pakan, menurut Suryo, amat sangat menetukan keberhasilan seseorang untuk beternak kelinci. Jika kebiasaan peternak kelinci di Magetan memberikan pakan daun ubi jalar dan sayuran, Suryo lebih memilih memberi pakan kelincinya dengan rumput  odot, sejenis rumput gajah.

Dengan rumput odot, kelincinya tumbuh dengan baik dengan memiliki daging dan bulu yang bagus, karena terpenuhi kebutuhan protein dan karbohidratnya.

“Kelinci yang baik harus memiliki kandungan serat di atas 40 persen, protein di bawah 15 persen dan lemak 1 persen. Komposisi seperti itu akan menghasilkan daging kelinci yang enak, padat dan kulit yang dihasilkan akan berkualitas,” katanya.

Dalam setahun, kelinci yang dipelihara Suryo mampu beranak 4 kali dengan jumlah anakan mencapai 3 hingga 5 ekor. Dari 1 ekor kelinci, peternak bisa menyisihan 4 ekor kelinci untuk indukan, yang akan mulai berporduksi dari umur 7 bulan hingga umur 2 tahun.  

“Sekarang bisa menjual 160 ekor per bulan dengan bobot 2,5 kilogram per ekor. Harga per kilo Rp 40.000. Sebulan bisa menghasilkan Rp 16 juta,” kata Suryo.

Baca juga: Cerita Adilta, Merintis Usaha di Balik Musik Cadas Kota Medan

Hasil kerajinan sandal dan tas dari limbah kulit kelinci yang mempunyai nilai jual tinggiSUKOCO Hasil kerajinan sandal dan tas dari limbah kulit kelinci yang mempunyai nilai jual tinggi
Pemanfaatan bulu kelinci

Selama ini, di Magetan, kulit kelinci hanya dibuang dan menjadi limbah setelah diambil dagingnya oleh para pedagang. Namun, bagi Suryo, kulit dan bulu kelinci menjadi bahan baku produksi untuk diolah kembali.

Kecintaan terhadap bulu kelinci mengingatkan Suryo pada aksesoris bulu kelinci yang dikenakan pramugari.

“Waktu ke Finlandia saya melihat pramugari disana menggunakan sarung tangan bulu, bulunya itu dari kulit kelinci,” kata Suryo.

Dari 4 pedagang kelinici kenalannya, Suryo mengaku mampu mendapat 200 lembar kulit kelinci setiap hari. Padahal, di Kabuaten Magetan diperkirakan ada sekitar 40 pedagang kelinci yang melayani kebutuhan daging kelinci di Magetan dan sejumlah kota lainnya.

Agar limbah kulit kelinci tak terbuang percuma, Suryo berupaya berburu ilmu penyamakan kulit di Lingkngan Industri Kulit LIK Magetan. Sayangnya, meski LIK di Magetan sudah termasuk industri skala besar untuk penyamakan kulit sapi, LIK tidak memiliki teknologi untuk penyamakan kulit kelinci.

Dari sejumlah pekerja di LIK, Suryo akhirnya mendapatkan nomor kontak salah satu dosen di Politeknik ATK Yogyakarta yang menuntunnya belajar penyamakan kulit kelinci.

Setelah beberapa bulan mendapatkan pengetahuan tentang menyamak kulit kelinci, Suryo kemudian menggandeng sejumlah dosen Poltek ATK Yogyakarta untuk  menggelar pelatihan penyamakan dan pembuatan kerajinan  kulit kelinci bagi sejumlah penggiat UMKM.

Acara yang digelar di ruang pelatihan LIK Magetan dilaksanakan dari 15 -18  Juli 2019.

Warsito salah satu dosen dari Poltek ATK Yogyakarta yang menjadi pembimbing pelatihan mengatakan, penyamakan kulit kelinci di luar kelas laboratorium selama ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Menurutnya, nilai tambah kulit kelinci sangat tinggi jika dijadikan kerajinan tangan.

“ Tas sebagai hasil karya seni dari 2 feet kulit kelinci bisa terjual 1,1 juta. Itu harga standar,” ujar Warsito.

Sementara Entin Darmawati Dosen Program Studi Tekhnologi Penyamakan Kulit Poltek ATK Yogyakarta mengatakan, selain menggunakan teknik penyamakan, penguatan bulu kulit kelinci juga dibutuhkan penanganan pengembangbiakan kelinci dengan benar.

“Makanan itu mempengaruhi kualitas bulu, dengan formula tertentu saat proses, kita berikan zat yang bisa mengikat bulu tersebut. Hasilnya bulu tidak mudah lepas,” katanya.

Sejumlah kerajinan tangan dari sandal bulu, dompet bulu dan tas bulu berhasil dibuat dalam pelatihan selama 4 hari tersebut. Suryo mengaku masih akan melakukan pelatihan dengan melibatkan Poltek ATK Yogyakarta, agar Magetan bisa lebih mengembangkan  produk berkualitas dari limbah kulit kelinci.

Dia mengaku masih membutuhkan waktu lagi agar pengrajin di Kabupaten Magetan bisa menghasilkan sarung tangan bulu dari kulit kelinci.

“ Kita perlu belajar lagi. Dengan hasil pelatihan seperti sandal, dompet, dan tas dari kulit kelinci, setidaknya sudah meningkatkan nilai jual kulit kelinci dan tidal lagi menjadi limbah,” ucap Suryo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com