Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Acara Floating Party, Joget dan Minum Bir di Atas Danau Toba...

Kompas.com - 19/07/2019, 09:10 WIB
Rachmawati

Editor

Menurutnya, selama ini yang dilakukan jauh lebih sopan dan tidak melanggar aturan.

"Itu bukan penari telanjang, hanya menari jadi positif. Ini kan ada dance party ini bukan prostitusi. Hanya bayangkanlah kita manortor di pesta, minum sedikit tuak. Begitu lah di kapal itu. Tuak itu kan manfaatnya bukan hanya untuk mabuk, tapi menghangatkan. Karena di kapal itu juga dingin," katanya.

Namun dia mengakui jika bahwa di kapal milik pemerintah tersebut, dijual minuman ringan, makanan, serta minuman beralkohol rendah.

Untuk hiburan juga ada sajian musik dari disc jokey yang dibawakan oleh salah satu temannya.

Baca juga: Wisuda Poltek Medan, Menpar Minta Lulusan Jadikan Danau Toba Mendunia


Ramah lingkungan

Hamlet yang pernah empat tahun bekerja di Bali menjadi bartender, penyanyi, dan peselancar ini mengatakan bahwa di acara ini mereka menggunakan konsep eco friendly, yakni tidak menghasilkan sampah plastik.

"Pipet kita gunakan yang dari bambu dan besi (stainless), sabunnya juga pakai yang alami. Jadi tidak mencemari Danau Toba. Kita ini hanya menikmati sunset di kapal yang terapung, dari jam lima sore sampai jam sepuluh saja," katanya.

Kapal yang memiliki kapasitas 70 orang dilengkapi dengan sistem keamanan dan menyewa lima orang life guard.

Koneksi dengan darat juga intens misalnya untuk menambah makanan yang kurang atau untuk emergency.

Baca juga: Luhut: Masa Kotoran Babi Masih Dibuang ke Danau Toba...

"Jadi kalau pun ada pro dan kontra dengan ini, saya anggap itu biasa saja. Kita tahu kok adat dan aturan di sini. Saya sendiri orang setempat, orang Batak. Yang kita lakukan di sini positif kok," katanya.

Ia kemudian mencontohkan masyarakat Bali yang tetap menjaga adat istiadatnya walaupun banyak wisatawan asing yang datang.

"Bayangkan lah, ketika mereka bersembahyang di pantai, di saat yang sama seseorang dengan bikini lewat, mereka tidak terpengaruh. Hal seperti itu yang saya harapkan di masyarakat di Danau Toba ini," katanya.

"Ini mengajarkan ke dunia bahwa Danau Toba bukan hanya tempat relaksasi saja. Tapi bisa party juga dan banyak spot yang sangat indah. Kalau nanti terlalu sakral lalu kita marahi orang, bagaimana. Kita bawa agama kita untuk kita saja. Jangan paksa orang menjadi kita. Orang itu kan beda."

Baca juga: Saat Luhut Ingatkan Para Bupati Sekitar Danau Toba Harus Mau Kerja Sama...


Tuai kontroversi

Keindahan Lembah Bakkara, Sumatera Utara yang mengelilingi Danau Toba.KOMPAS.com/ Aji YK Putra Keindahan Lembah Bakkara, Sumatera Utara yang mengelilingi Danau Toba.
Sony mahasiswa perguruan tinggi swasta di Medan, menilai pesta pora di atas danau purba itu tidak etis karena danau tersebut memiliki nilai sakral. Apalagi pesta di atas kapal dilakukan dengan meminum minuman keras.

"Istilahnya, apakah pantas kegiatan seperti itu dilakukan di atas danau yang orang banyak juga tahu itu sakral. Mistisnya juga ada. Saya rasa itu tidak perlu ada," ujar pria yang mengaku lahir di Balige.

Warga lain, Patar Hutagalung mengatakan lebih baik memasarkan wisata Danau Toba dengan kegiatan positif. Dia mencontohkan lebih baik menampilkan kesenian daerah dibandingkan musik-musik DJ.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com