KOMPAS.com - Kasus pelecehan seksual yang dilakukan Al pimpinan dan MY guru pesantren terhadap santrinya terus berlanjut.
Bahkan, Tim Polres Lhokseumawe menangkap tiga orang dalam kasus penyebaran berita bohong alias hoaks. Ketiganya menulis di media sosial bahwa penangkapan pimpinan pesantren dan guru berinisial AI dan MY adalah fitnah.
Selain itu, kuasa hukum pimpinan dan guru pesantren pun mengajukan penangguhan penahan kliennya ke Mapolres Lhokseumawe.
Berikut fakta terkini kasus pelecehan seksual yang dilakukan pimpinan dan guru pesantren:
Pemerintah Kota Lhokseumawe mencabut pembekuan sementara operasional Pesantren AN, di Desa Panggoi, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Rabu (17/7/2019).
Kepala Hubungan Masyarakat, Pemerintah Kota Lhokseumawe, Muslem menyebutkan, secara resmi surat pencabutan pembekuan sementara akan diserahkan ke yayasan tersebut besok, Kamis (18/7/2019).
“Kami mendengar aspirasi wali santri. Sebagian mereka meminta jangan dibekukan terus, karena mereka ingin menamatkan pendidikan anaknya di Pesantren AN itu. Sikap ini kita ambil untuk memberi kepastian hukum operasional yayasan tersebut,” kata Muslem.
Baca juga: Pemerintah Cabut Pembekuan Pesantren yang Pimpinannya Cabuli Santri
Dia menyebutkan, bagi santri yang pindah, Pemerintah Kota Lhokseumawe lewat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta Dinas Syariat Islam dan Dayah, Lhokseumawe memfasilitasi pemindahan tersebut.
“Namun lumayan juga jumlah yang masih mau melanjutkan pendidikan di situ. Karena itu, kita ingin menjamin keberlangsungan anak-anak kita yang sekolah di situ. Maka sikap ini kami ambil,” kata Muslem.
Baca juga: Orangtua Santri: Kami Trauma, Bantu Anak Kami Pindah dari Pesantren Ini…
Tim Polres Lhokseumawe menangkap tiga orang dalam kasus penyebaran berita bohong alias hoaks. Ketiganya menulis di media sosial bahwa penangkapan pimpinan pesantren dan guru berinisial AI dan MY adalah fitnah.
Ketiga orang yang ditangkap yaitu HS (29) seorang petani berasal dari Kabupaten Bireuen. Kemudian, IM (19) dan NA (21) yang berasal dari Kota Lhokseumawe.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Lhokseumawe AKP Indra T Herlambang mengatakan, ketiganya menimbulkan kegaduhan dan pendapat berbeda-beda di kalangan masyarakat.
“Mereka ini menulis di media sosialnya bahwa penanganan kasus pimpinan pesantren dan guru dalam kasus pelecehan seksual itu fitnah, sehingga ketiganya kami tangkap,” ujar Indra dalam konferensi pers di Mapolres Lhokseumawe, Rabu (17/7/2019).
Baca juga: Sebut Kasus Pencabulan Pimpinan Pesantren Fitnah, 3 Orang Ditangkap
Menurut Indra, ketiga pelaku itu tidak ada hubungan dengan pimpinan dan guru pesantren yang sudah ditetapkan tersangka terkait kasus pelecehan seksual terhadap santri di Pesantren AN, Desa Panggoi, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe.
Indra mengatakan, HS bertugas mengunggah berita bohong tersebut ke dalam media sosial Facebook. Kemudian, pelaku IM bertugas menyebar berita tersebut ke dalam grup WhatsApp.
Seperti IM, NA yang merupakan seorang wanita juga menyebarkan berita bohong tersebut ke grup WhatsApp.
“Dalam konten yang mereka upload di media sosial, seakan polisi salah tangkap terkait kasus pelecehan seksual di Pesantren AN Kota Lhokseumawe. Berita hoaks ini diketahui pada Sabtu kemarin, lalu dilakukan penyelidikan dan Selasa kemarin tiga pelaku penyebar berita hoaks itu ditangkap,” kata Indra.
Baca juga: Dugaan Pencabulan 15 Santri Lhokseumawe, Izin Pendirian Pesantren Diperketat
Pemerintah Kota Lhokseumawe menggelar rapat dengan Pesantren AN, yang pimpinan dan seorang gurunya masing-masing berinisial AI dan MY ditangkap polisi dalam kasus pencabulan santri.
Dalam rapat itu, sejumlah pengurus pesantren berjanji melakukan restrukturisasi yayasan.
“Kami sudah duduk dengan pengurus pesantren dan yayasannya. Mereka sudah menyatakan mencoret AI dan MY dari kepengurusan yayasan maupun pengurus pesantren. Jadi restrukturisasi ini,” kata Kepala Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Lhokseumawe Muslem, Rabu (17/7/2019).
Baca juga: Pimpinan Pesantren yang Cabuli Santri Dicoret dari Pengurus Yayasan
Armia, pengacara pimpinan pesantren dan guru dalam kasus pelecehan seksual 15 santri di Lhokseumawe, mengajukan penangguhan penahanan kliennya ke Mapolres Lhokseumawe.
Armia mengatakan, kedua tersangka berkomitmen untuk kooperatif mengikuti proses hukum. Bahkan tanpa dilakukan penahanan kedua tersangka dipastikan hadir setiap saat dipanggil penyidik.
“Penangguhan penahanan adalah hak setiap tersangka,” kata Armia, Rabu (17/7/2019).
Baca juga: Pencabulan 15 Santri, Kuasa Hukum Ajukan Penangguhan Penahanan Pimpinan Pesantren
Kasat Reskrim Polres Lhokseumawe AKP Indra T Herlambang membenarkan telah menerima surat permohonan penangguhan penahanan kedua tersangka.
“Itu hak warga negara mengajukan penangguhan penahanan. Namun, sampai hari ini, Bapak Kapolres Lhokseumawe, AKBP Ari Lasta, tidak akan mengabulkan penangguhan penahanan itu. Pengabulan penangguhan penahanan sepenuhnya kewenangan Kapolres,” ujarnya.
Baca juga: Pencabulan 15 Santri, Warga Enggan Berikan izin Perpanjangan Sewa Pesantren
Sumber: KOMPAS.com (Masriadi)
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan