KOMPAS.com - DT (16), remaja putus sekolah asal Blora tidak akan menyangka niat untuk nonton bola membuatnya kehilangan nyawa,
Senin (9/7/2019 ia dan rekannya, AJ (15) berencana ke Sleman untuk menonton pertandingan sepakbola. Mereka berboncengan mengendarai motor milik AJ.
Namun di tengah jalan mereka mampir ke wilayah Kecamatan Randunlatung karena ditawari membuat tato.
Baca juga: Jenazah Pria Bertato Dibungkus Karung Ditemukan di Hutan Blora
Petaka pun berawal dari sini.
Saat tiba di lokasi, ternyata tinta untuk membuat tato habis. AJ dan DT bergabung dengan teman-teman barunya, kemudian mereka menggelar pesta miras berpindah-pindah tempat.
Terakhir, mereka mabuk di pinggir sawah pada Selasa (10/7/2019) dini hari.
Saat dalam keadaan teler, DT dihajar oleh rekan-rekannya hingga tewas di sawah.
"Saat pesta miras di Randublatung, DT diinterogasi oleh para pelaku, apakah benar telah mencuri handphone. DT mengakui dan kemudian dihajar hingga tewas. Saat itu posisinya teler semua, motifnya itu," kata Heri Dwi.
Ada tujuh orag yang terlibat dan baru tiga orang yang tertangkap, sementara 4 pelaku lainnya masih diburu termasuk dalang pembunuhan.
Sementara itu AJ, rekan DT bercerita setelah memukuli korban, mereka berpindah tempat supaya tidak dicurigai.
Baca juga: Ditemukan dalam Karung di Hutan Blora, Pria Bertato Diperkirakan Tewas 7 Hari Lalu
Mayat DT dibonceng motor dengan cara diapit oleh dua orang pelaku sementara yang lain mengikuti.
Ironisnya, mayat DT sempat diletakkan di kursi sebuah warung kosong dan para pelaku makan nasi bungkus bersama-sama di samping mayat DT.
"Kemudian ada yang beli nasi bungkus. Setelah nasi datang, saya juga disuruh makan. Jadi kami makan di samping jasad DT. Selanjutnya jasad DT diapit oleh dua orang menuju hutan mengendarai motor saya," kata AJ.
Remaja yang putus sekolah tersebut mengaku hanya mengenal dua pelaku dan baru pertama kali main di tempat tersebut.
Baca juga: Identitas Mayat Terbungkus Karung di Hutan Blora Terungkap
Mayat DT kemudian dibuang oleh para pelaku di kawasan hutan jati di petak 113 RPH Jati Kusumo, KPH Randublatung, Desa Kalisari, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Setelah ikut membuat jasad rekannya, AJ ketakutan dan memilih diam dan pulang ke rumah temannya di wilayah Kabupaten Rembang, Jateng.
"Saya melihat sendiri DT dikeroyok hingga tewas. Saya bahkan disuruh untuk ikut memukuli, tapi saya tak mau. Kemudian saya tutupi wajah saya dengan kaos," ujarnya.
Ramijan alias Gowang, warga dusun Loji Ijo, Desa Kalisari, Kecamatan Randungblatung adalah orang yang pertama kali menemukan mayat DT yang mulai membusuk.
Saat itu, saksi yang hendak pulang usai menggembala beberapa ekor sapi itu penasaran melihat sebuah karung yang mengeluarkan bau busuk.
Saksi pun semakin terkejut lantaran setelah dihampiri terlihat ada kaki manusia dalam karung tersebut.
Baca juga: Mayat Terbungkus Karung di Blora Tewas Dikeroyok Saat Pesta Miras
Dari hasil pemeriksaan ditemukan luka cekikan di leher dan luka di kaki.
"Identitas semula sulit diketahui karena sidik jari tak muncul di database e-KTP. Ternyata masih anak-anak dan belum punya KTP. Ini berkat informasi dan pemeriksaan saksi-saksi," ujar Kapolres Blora, AKBP Antonius Anang
Sementara itu AJ yang berencana untuk nonton bola bersama DT ditetapkan tersangka karena ikut terlibat pembunuhan.
"Meski tak ikut memukuli, AJ ikut memegangi kaki korban. AJ menjadi tersangka. Jadi, korban ini tewas dikeroyok setelah sempat pesta miras. Semua pegang peran masing-masing," terang Kasat Reskrim Polres Blora AKP Heri Dwi Utomo.
Ketiga pelaku yang masih di bawah umur tersebut berinisial AJ (15) warga Kecamatan Jepon, Blora, YD (16), warga Kecamatan Jiken, Blora, dan HG (16), warga Kecamatan Randublatung, Blora.
Baca juga: Setelah Keroyok Remaja di Blora hingga Tewas, Kelompok Ini Santap Nasi Bungkus di Sebelah Jenazah
Dalam kasus pengeroyokan hingga berujung kematian itu, YD dan HG, dua pelaku yang telah ditangkap mengakui ikut memukuli DT dengan pukulan tangan dan tendangan kaki.
"Kami amankan ketiganya di Blora dan Jatim. Melanggar Pasal 76 C jo Pasal 80 Ayat 3, UU RI Nomor 17 Tahun 2016 itu tentang penetapan Perpu Nomor 101 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau Pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara," kata Heri.
Sumber : KOMPAS.com (Puthut Dwi Putranto Nugroho)