Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Ungkap Jual Beli Fasilitas Sel Tahanan Polda NTB oleh Kompol Tuti

Kompas.com - 09/07/2019, 21:26 WIB
Fitri Rachmawati,
Khairina

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com-Terbongkar sudah aksi Kompol Tuti Maryati. Mantan Kasubdit Pengamanan Tahanan (Pamtah) Dittahti Polda NTB itu memberikan izin pada sejumlah tahanan untuk membawa dan mendapatkan fasilitas istimewa dalam sel.

Tuti enteng meminta uang pada sejumlah tahanan yang ingin fasilitas memadai dalam sel tahanan, termasuk juga Dorfin Felix (43) gembong narkoba asal Prancis saat ditahan di Polda NTB.

Semua aksi Tuti terungkap di sidang pertamanya, dengan agenda pembacaan dakwaan okeh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Selasa (9/7/2019).

Baca juga: Tak Ditahan, Polwan yang Diduga Bantu Gembong Narkoba Dorfin Felix Kabur Tunggu Sidang

Suap ala Tuti berkisar antara Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta, dengan beragam permintaan dan fasilitas tahanan. Mulai dari izin bawa ponsel, pindah ruangan, pakai matras atau kasur, bawa televisi, hingga bantuan kabur dari sel.

Jaksa Marollah membacakan dakwaannya, hingga terungkapkah beragam cerita aksi menerima suap ala Kompol Tuti. Misalnya, tahanan atau saksi Ansari yang ketahuan membawa ponsel setelah 2 pekan ditahan di Polda NTB.

Karena ketahuan membawa ponsel, saksi Ansari diminta menghadap Tuti di ruangannya. Tuti menanyakan soal telpon genggam yang dibawa Ansari.

"Tuti bertanya pada saksi Ansari apakah kamu bawa handphone, siapa yang suruh kamu bawa. Kalau bawa, berarti kamu harus bayar Rp 500 ribu," ungkap Jaksa Marollah menirukan pertanyaan Tuti kepada saksi.

Kejadian itu terungkap sekitar bulan Oktober 2018, di ruang tahanan No. 3 Blok A Narkoba di lantai 1. Empat orang tahanan lainnya juga dimintai sejumlah uang karena membawa ponsel, berkisar antara Rp 100 ribu hingga Rp 500 ribu.

Baca juga: Polwan Pembawa Kabur Tersangka Narkoba Dorfin Felix Segera Diadili

Bukan hanya fasilitas ponsel, tahanan ingin pindah ruangan harus membayar Rp 750 ribu untuk 4 orang atau masing masing tahanan dimintai Rp 150 ribu. Setelah membayar, mereka bisa pindah ruangan sel yang lebih nyaman.

Kejadian lain juga terungkap, 2 hari sebelum Dorfin Felix kabur dari Rutan Polda NTB, Tuti melakukan pemeriksaan ruang tahanan dan menemukan tahanan narkoba lainnya bernama Saefudin alias Abu, yang tiba tiba dipanggil ke ruangan Tuti.

Tuti menanyakan kepemilikan matras yang digunakan Abu. Saat Abu menjawab matras itu miliknya pribadi, Tuti meminta uang sejumlah Rp 1 juta. Jika Abu tidak membayar, maka Tuti akan mencabut matrasnya dan memindahkan saksi ke sel tikus.

"'Saksi Saefudin mengatakan, jangan 1 juta Bu, saya tidak mampu. Lalu dijawab oleh terdakwa dengan kalimat, 'ya sudah, kalau nggak mau, saya cabut kasurnya," ungkap jaksa didengar hakim dan pengunjung persidangan itu, termasuk suami terdakwa yang hanya menunduk.

Jaksa Marollah melanjutkan pembacaan dakwaannya. Ia membaca dengan seksama seluruh isi dakwaan itu.

"Saksi Saefudin menawarkan, bagaimana kalau saya bayar 500 ribu saja Bu, terdakwa kemudian mengatakan, pokoknya enggak bisa. Kemudian beberapa saat setelah itu, terdakwa mengatakan, OK kita deal, Rp 750 ribu saja dibayar dua kali," ungkap Marollah.

Namun, perbuatan terdakwa terbongkar setelah Dorfin Felix ketahuan kabur, Minggu (20/1/2019) malam.

Akibatnya, seluruh janji saksi Saefullah yang akan membayar matras atau kasur pada Tuti dibatalkan dan matras saksi tidak menjadi barang bukti karena pembayaran belum terlaksana.

Jaksa Amrollah mengatakan, semua saksi dimintai uang oleh Tuti, dengan menyalahgunakan jabatannya, dan tentu saja hal itu menyalahi aturan.

"Termasuk pada Dorfin dia juga minta uang, dalam dakwaan Dorfin posisinya sama saksi yang dimintai uang, tidak ada soal kaburnya Dorfin, tidak ada dari penyidik soal itu. Tanya penyidik," kata Amrollah.

Baca juga: 5 Fakta Vonis Mati Dorfin Felix, Ingin Bertemu Keluarga hingga Mengaku Perajin Perhiasan

Kuasa Hukum Tuti  Edy Kurniadi mengatakan akan menyiapkan jawaban atas dakwaan jaksa dengan menghadirkan sejumlah saksi.

Terkait dengan kondisi Tuti, Edy meminta majelis hakim mengabulkan permohonan kuasa hukum agar Tuti dijadikan tahanan kota karena memiliki anak berusia 5 tahun.

"Kita mintalah dia diberikan menjadi tahanan kota, anaknya masih di bawah umur, kasihan. Kita berharap ya, agar ibu Tuti tenang," kata Edy.

Menurut rencana, Tuti akan menjalani sidang lanjutan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, baik yang dihadirkan jaksa penuntut umum maupun kuasa hukum Tuti.

Tutup wajah dengan tisu

Sejak masuk dalam kantor Pengadilan Tipikor Mataram, Tuti sudah berusaha menghindar dari kamera wartawan. Dia bahkan terus menutup wajahnya dengan tisu.

Namun, di ruang sidang, Tuti bisa lebih lega karena Ketua Majelis Hakim Sri Sulastri meminta media tidak mengambil gambar baik foto maupun video selama persidangan.

"Media hanya bisa mengambil gambar sebeum sudang dimulai ya. Silakan dimatikan jika sudah selesai dan sidang akan dimulai," kata Sri.

Usai persidangan, Tuti kembali menutup wajahnya dan segera memasuki mobil tahanan menuju Lapas Mataram.

Kompol Tuti dilaporkan membantu kaburnya Dorfin Felix dari sel tahanan Polda NTB, 20 Januari 2019 silam dan kembali ditangkap aparat kepolisian Polda NTB, 1 Februari 2019 di kawasan Hutan Pusuk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com