Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Panjang Baiq Nuril Mencari Keadilan...

Kompas.com - 09/07/2019, 07:52 WIB
Rachmawati

Editor

Dari pantauan Kompas.com, Muslim terlihat bingung dan beberapa kali memegang kepalanya dan bersandar di kursi.

Baca juga: Menahan Tangis, Baiq Nuril Ungkap Tak Ingin Ada Nuril Lainnya...

Sayangnya, karena dinilai tak cukup bukti, laporan Baiq Nuril Maknun atas tindakan dugaan pelecehan seksual secara verbal oleh mantan atasannya atau mantan kepala SMA 7 Mataram, Muslim ke Polda NTB, dihentikan.

"Karena minimnya saksi dan petunjuk yang dapat membantu mengungkap peristiwa sebagaimana yang dilaporkan, sehingga perkara tidak dapat ditingkatkan ke penyidikan," ujar Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati kepada Kompas.com usai gelar perkara terkait laporan Nuril, Rabu (17/1/2018).

Pujawati juga mengatakan bahwa pihaknya kesulitan mencari unsur perbuatan cabul seperti yang dilaporkan Nuril dan kuasa hukumnya.

"Kami juga tidak menemukan pemenuhan unsur perbuatan cabul. Berdasarkan ahli pidana, fakta peristiwa tersebut belum memenuhi unsur," katanya.

Laporan resmi Nurul resmi dihentikan Polda Nusa Tenggara Barat pada 28 Januari 2019.

Baca juga: 6 Tuntutan Koalisi Perempuan untuk Kasus Baiq Nuril

Perjuangan panjang belum selesai

4 Juli 2019, Mahkamah Agung (MA) menolak PK yang diajukan Nuril dan kuasa hukumnya pada 3 Januari 2019.

Kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi mengatakan jika Nuril terpukul mendengar keputusan MA yang menolak peninjauan kembali kasusnya.

"Bagaimanapun dia sedih lah menerima putusan MA ini, tetapi keyakinan Nuril bahwa dia tidak bersalah. Meskipun MA menganggapnya bersalah dengan ditolaknya peninjauan kembali (PK)," kata Joko.

Koordinator Regional Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFE Net) Damar Juniarto mendesak Presiden Joko Widodo segera dan secara proaktif memberikan amnesti kepada Baiq Nuril Maknun.

Baca juga: 5 Fakta Baru Kasus Baiq Nuril, Muslim Tak Ngantor 4 Hari hingga Nuril Diperiksa Polisi

Amnesti ini dinilai mendesak setelah Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Nuril yang sebenarnya merupakan korban pelecehan seksual.

"Sekaranglah saat yang tepat bagi Presiden Jokowi sebagai pemegang otoritas tertinggi negara untuk menghadirkan keadilan bagi seorang warganya, dengan memberikan amnesti. Langkah ini tidak harus menunggu korban untuk mengajukannya," kata Damar dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/7/2019).

Damar juga mendesak Dewan Perwakilan Rakyat segera memberi pertimbangan kepada Presiden mengenai perlunya amnesti sesuai Pasal 14 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo enggan mengomentari putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak peninjauan kembali (PK) Baiq Nuril dalam kasus perekaman ilegal.

Namun Jokowi mengatakan sejak kasus ini mencuat, perhatiannya tidak pernah berkurang. Kendati demikian, ia menghormati putusan MA.

"Saya tidak ingin komentari apa yang sudah diputuskan mahkamah karena itu pada domain wilayahnya yudikatif," kata Jokowi di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, Jumat (5/7/2019).

Baca juga: Soal Baiq Nuril, Jokowi Janji Gunakan Kewenangannya

Namun, Jokowi berjanji menggunakan kewenangannya apabila Baiq Nuril mengajukan grasi atau amnesti yang merupakan kewenangan Kepala Negara.

"Nah nanti kalau sudah masuk ke saya, di wilayah saya, akan saya gunakan kewenangan yang saya miliki. Saya akan bicarakan dulu dengan Menkumham, Jaksa Agung, Menko Polhukam, apakah amnesti atau yang lainnya," kata dia.

Semoga Baiq Nuril segera mendapatkan keadilan...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com