KOMPAS.com - Di balik sebuah gubuk reyot di Dusun Janglateh Barat, Desa Campor, Proppo, Pamekasan, sering terdengar jeritan pilu nenek Amur.
Jeritan yang sudah diamini warga Dusun Janglateh sebagai tanda bahwa nenek Amur sedang didera sakit lambung atau kelaparan yang amat sangat.
Kondisi memprihatinkan tersebut sudah dijalani menahun oleh nenek Amur yang saat ini telah berusia 72 tahun.
Kedua anaknya, Sulihah dan Sumairah, pun tak bisa berbuat banyak. Hidup keduanya pun jauh dari kata makmur. Penuh himpitan ekonomi.
Berikut ini fakta lengkap di balik jeritan nenek Amur di Pamekasan:
Warga Dusun Janglateh Barat sudah mengetahui jika nenek Amur menjerit-jerit, pertanda dirinya sedang lapar atau sakit lambungnya kambuh.
Hal itu diamini oleh Sumairah, salah satu putri Amur.
"Kalau saya bisa kuat menahan lapar. Ibu saya teriak-teriak kalau lapar," kata Sumairah kepada Kompas.com.
Sumairah juga menjelaskan, jika tahu ibunya lapar, dirinya akan segera memberi makan seadanya.
"Ibu saya kalau lapar sering teriak-teriak minta makan. Kalau kebetulan ada beras, saya memasaknya. Kalau tidak ada beras, saya rebus ketela yang diambil di kebun," terang Sumairah.
Baca juga: Kisah Pilu Nenek Amur, Sebatang Kara di Gubuk Reyot, Teriak-teriak Saat Lapar...
Nenek Amur memiliki tiga anak. Anaknya yang bernama Abdul Hadi, sudah meninggal tiga tahun yang lalu setelah menderita sakit keras pascapulang dari Malaysia menjadi TKI.
Lalu, dua anak lainnya, Sulihah dan Sumairah, tinggal di dusun yang sama. Mereka tinggal sekitar 200 meter dari rumah Amur. Kedua anaknya itu saat ini hidup menjanda dan bekerja serabutan.
Sementara itu, saat Kompas.com mendatangi rumah Amur. Rumah tersebut berukuran 4x3 meter, kondisinya pun sudah nyaris ambruk. Ternyata, Amur tak tinggal di rumah tersebut, namun di suraunya.