Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pengungsi Rohingya Merajut Asa Lewat Sekolah, Mimpi Jadi Dokter atau Insinyur

Kompas.com - 05/07/2019, 08:48 WIB
Dewantoro,
Khairina

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Pada Rabu (3/7/2019) pagi, suasana begitu sepi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 104186 di Jalan Tanjung Selamat, Sunggal, Deli Serdang, Sumatera Utara sepi.

Sekolah ini libur dan baru masuk pada 15 Juli 2019 mendatang.

Di sekolah ini, beberapa anak imigran asal Rohingnya menimba ilmu.

Kompas.com mencoba mencari seseorang untuk diwawancarai namun tidak ada satu pun yang berkenan.

Seorang penjaga sekolah menyarankan untuk mendatangi tempat tinggal imigran di Hotel Top Inn, yang berlokasi tak jauh dari sekolah.

Baca juga: Seorang Pemuda di Medan Curi Tabung Gas di Rumah Tinggal Pengungsi Rohingya

Di hotel melati itu, seorang penjaga menunjukkan tempat tinggal para imigran.

Tampak beberapa anak berhidung mancung dan kulit coklat bermain kejar-kejaran serta seorang perempuan menjemur kain.

Dengan bahasa asing, dia berbicara kepada seorang anak sembari masuk ke dalam rumah.

Di tempat ini, tinggal beberapa kepala keluarga imigran asal Rohingnya, Iran, Afganistan, Somalia, dan lainnya.

Sebagian rumah berdinding triplek, sebagian lainnya berpenutup kain lebar. Di dinding pembatas antar kamar, terdapat selembar kertas bertuliskan nama-nama penghuninya.

Seorang pria bersarung kotak-kotak dan berkemeja putih keluar dari salah satu rumah dan menyapa dengan ramah.

Namanya Wahid (33). Sudah tujuh tahun tinggal di situ dengan seorang istri dan enam anaknya yang fasih berbahasa Indonesia.

Dua di antaranya lahir di Myanmar dan empat lainnya lahir di Medan.

Kepada Kompas.comdia berbicara tentang kehidupan dan pendidikan anaknya. Dia merasa beruntung lantaran tiga anaknya sudah bisa bersekolah. Anak pertamanya berusia 12 tahun sudah kelas 6. Anaknya berusia 11 tahun sudah kelas 5 dan yang berumur 6 tahun sudah kelas 1.

International Organization of Migration (IOM) dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) turut membantu membuat anak-anak imigran bisa bersekolah.

"Mereka sudah bantu cakap ke sekolah untuk membuat anak-anak bisa bersekolah," katanya.

Guru pesantren saat di Rohingnya ini mengatakan, saat masih di negaranya, dia memiliki cita-cita agar anak-anaknya menjadi orang pintar dan bermanfaat bagi orang banyak.

"Dengan menjadi master, insinyur atau dokter, tapi yah," katanya, tak menyelesaikan kalimatnya.

Menurutnya, satu hal penting yang paling diinginkan adalah kewarganegaraan sehingga anaknya memiliki identitas.

Dengan memiliki identitas, menurutnya kesempatan untuk menggapai pendidikan tinggi terbuka lebar. Saat ini, dia masih belum tahu akan tinggal di mana lagi ke depannya.

"Di sini saya benar-benar berterima kasih kepada Indonesia karena anak-anak saya bisa bersekolah dari 2014 yang lalu," katanya.

Baca juga: Jokowi Sebut Telah Menengok Kondisi Pengungsi Rohingya

Kewarganegaraan sangat diharapkan, lantaran menurut dia, tak mungkin kembali lagi ke tanah kelahirannya di Myanmar.

Wahid kemudian bercerita, untuk meninggalkan negaranya dan menghindari konflik, dia mengeluarkan Rp 12 juta membawa istri dan dua anaknya.

Selama dua minggu, ia berada di atas kapal milik orang Bangladesh bersama 73 orang warga Rohingya lainnya. Saat itu yang terpikirkan olehnya adalah melarikan diri agar tidak menjadi korban.

"Mudah-mudahan cita-citanya bisa diraihnya kelak," katanya sembari menawarkan faratha (serupa roti cane) makanan khas Rohingnya yang dimakan dengan pasir.

Putri Malahayati, salah satu anak Wahid yang kini duduk di bangku kelas 1 SD mengaku sangat menyukai mata pelajaran berhitung. Ibu guru yang mengajarnya bernama Penjas.

"Saya suka berhitung. Enak ngajarnya. Cita-cita saya nanti mau jadi dokter," ungkapnya.

Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Medan Masrul Badri mengatakan, awal mula anak-anak migran bisa belajar di beberapa sekolah dasar di Medan setelah IOM beraudiensi ke Pemerintah Kota Medan.

Dari situ kemudian dibangun kesepakatan Memorandum of Understanding (MoU) antara Disdik Medan dengan IOM yang  intinya bahwa anak-anak imigran mendapatkan kesempatan belajar di sekolah dan berinteraksi dengan teman-teman seusianya sehingga menjadikannya terdidik.

"Kalau anak imigran di daerah kita tidak diberi pendidikan, pada gilirannya nanti akan jadi masalah di masyarakat. Kalau pandangan pribadi saya, setiap orang harus terdidik," katanya. 

Dalam MoU tersebut, anak-anak imigran diberi kesempatan belajar di beberapa SD namun tidak ada rapor, ijazah, dan lainnya sebagaimana murid pada umumnya.

"Tentu ada perbedaan antara ekspatriat dengan imigran. Kami memfasilitasi belajar mereka di beberapa sekolah. Tapi kami tak memiliki data ada berapa anak imigran yang belajar di sekolah kita maupun di mana saja," katanya.

Kompas.com mencoba menghubungi Triwik dari UNHCR, namun, menurutnya, terkait dengan upaya agar anak-anak imigran dapat berkesempatan belajar di sekolah dan berinteraksi sosial, pihak IOM yang paling berkompeten.

"Soalnya yang selama ini me-lead itu IOM," katanya.

Baca juga: Ditanya Jokowi soal Masalah Rohingya, Begini Jawaban Prabowo

Head of Regional Office International Organization of Migration (IOM) Mariam Khokhar didampingi National Program Officer Katheleen ketika ditemui di kantornya mengatakan, pendidikan tidak melihat latar belakang mereka seseorang.

"Pengungsi bukan kriminal. Mereka adalah orang yang mencari tempat tinggal yang aman dan hidup dengan jaminan perlindungan. Dan apa yang negatif ketika anak pengungsi bersekolah," katanya kepada Kompas.com.

Dijelaskannya, dari jumlah 2.080 orang pengungsi di Medan terdiri dari orang dewasa dan anak-anak. Meski begitu, masih belum seluruhnya yang anak-anaknya berkesempatan belajar di 12-13 sekolah di Medan dan sekitarnya.

IOM mencatat, siswa yang belajar di tingkat PAUD sebanyak 56 orang, SD sebanyak 113 orang, dan SMP sebanyak 16 orang.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com