Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pengungsi Rohingya Merajut Asa Lewat Sekolah, Mimpi Jadi Dokter atau Insinyur

Kompas.com - 05/07/2019, 08:48 WIB
Dewantoro,
Khairina

Tim Redaksi

"Mereka sudah bantu cakap ke sekolah untuk membuat anak-anak bisa bersekolah," katanya.

Guru pesantren saat di Rohingnya ini mengatakan, saat masih di negaranya, dia memiliki cita-cita agar anak-anaknya menjadi orang pintar dan bermanfaat bagi orang banyak.

"Dengan menjadi master, insinyur atau dokter, tapi yah," katanya, tak menyelesaikan kalimatnya.

Menurutnya, satu hal penting yang paling diinginkan adalah kewarganegaraan sehingga anaknya memiliki identitas.

Dengan memiliki identitas, menurutnya kesempatan untuk menggapai pendidikan tinggi terbuka lebar. Saat ini, dia masih belum tahu akan tinggal di mana lagi ke depannya.

"Di sini saya benar-benar berterima kasih kepada Indonesia karena anak-anak saya bisa bersekolah dari 2014 yang lalu," katanya.

Baca juga: Jokowi Sebut Telah Menengok Kondisi Pengungsi Rohingya

Kewarganegaraan sangat diharapkan, lantaran menurut dia, tak mungkin kembali lagi ke tanah kelahirannya di Myanmar.

Wahid kemudian bercerita, untuk meninggalkan negaranya dan menghindari konflik, dia mengeluarkan Rp 12 juta membawa istri dan dua anaknya.

Selama dua minggu, ia berada di atas kapal milik orang Bangladesh bersama 73 orang warga Rohingya lainnya. Saat itu yang terpikirkan olehnya adalah melarikan diri agar tidak menjadi korban.

"Mudah-mudahan cita-citanya bisa diraihnya kelak," katanya sembari menawarkan faratha (serupa roti cane) makanan khas Rohingnya yang dimakan dengan pasir.

Putri Malahayati, salah satu anak Wahid yang kini duduk di bangku kelas 1 SD mengaku sangat menyukai mata pelajaran berhitung. Ibu guru yang mengajarnya bernama Penjas.

"Saya suka berhitung. Enak ngajarnya. Cita-cita saya nanti mau jadi dokter," ungkapnya.

Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Medan Masrul Badri mengatakan, awal mula anak-anak migran bisa belajar di beberapa sekolah dasar di Medan setelah IOM beraudiensi ke Pemerintah Kota Medan.

Dari situ kemudian dibangun kesepakatan Memorandum of Understanding (MoU) antara Disdik Medan dengan IOM yang  intinya bahwa anak-anak imigran mendapatkan kesempatan belajar di sekolah dan berinteraksi dengan teman-teman seusianya sehingga menjadikannya terdidik.

"Kalau anak imigran di daerah kita tidak diberi pendidikan, pada gilirannya nanti akan jadi masalah di masyarakat. Kalau pandangan pribadi saya, setiap orang harus terdidik," katanya. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com