Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gunungkidul Alami Lahan Puso Terparah Tahun Ini Akibat Kekeringan

Kompas.com - 03/07/2019, 10:22 WIB
Markus Yuwono,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dampak kekeringan dirasakan sebagian besar wilayah Gunungkidul, Yogyakarta.

Sebagian di antaranya petani yang mengalami gagal panen terparah sejak dua tahun terakhir. Petani hanya bisa pasrah memanen padi lebih awal dengan kondisi yang kurang baik.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul Bambang Wisnu Broto saat dihubungi, Selasa (2/7/2019). 

"Data lahan puso dilihat dari perbandingan tahun 2017 lalu tidak ada yang mengalami puso lahan pertanian di Kabupaten Gunungkidul, 2018 ada 32 hektar yang mengalami puso, sedangkan pada tahun ini ada 1.918 hektar," kata dia. 

Baca juga: Bantu Petani Korban Puso, Ganjar Bagikan Benih Gratis

Dia menjelaskan, wilayah pertanian yang terdampak kekeringan berada di sembilan kecamatan.

Yakni di Kecamatan Semin seluas 505 hektar, Kecamatan Karangmojo 47 hektar, Kecamatan Ngawen 285 hektar. Di Kecamatan Girisubo 6 hektar, Kecamatan Ponjong 10 hektar.

Di kecamatan Patuk 154 hektar, Kecamatan Wonosari 2 hektar, Kecamatan Playen 50 hektar, dan Kecamatan Gedangsari 860 hektar. 

Tanaman yang mengalami puso tersebut sudah dicabut oleh para petani dan biasanya akan dipergunakan untuk pakan ternak.

"Saat musim kemarau pakan ternak biasanya akan lebih mahal. Untuk menyiasati keluarnya biaya lebih banyak biasanya para petani akan mempergunakan tanaman gagal panen untuk pakan ternak dan hal seperni ini sudah biasa dikalangan petani Gunungkidul," ujarnya.

Baca juga: Pipa dan Ban Dalam Bekas Disulap Jadi Pompa Air Non-listrik untuk Atasi Kekeringan

 

Petani beralih jadi buruh bangunan

Salah seorang petani di Desa Hargomulyo, Kecamatan Gedangsari, Sumardi (40) mengatakan, keringnya lahan padi karena para petani hanya mengandalkan air hujan untuk mengaliri sawah.

Sumardi dan beberapa orang petani menanam pada bulan April 2019 lalu. Saat itu hujan masih terjadi, dan tiba-tiba menghilang pada pertengahan bulan. 

Upaya yang dilakukan dengan menyedot air dari sungai, namun upaya ini tidak bertahan lama karena air sungai pun mengering.

Akibatnya bulir padi tidak berisi alias puso, mereka pun harus memanen dini untuk pakan ternak.

Baca juga: Dilanda Kekeringan dan Musibah Tanggul Jebol, Produksi Padi di Cianjur Anjlok

 

"Padinya itu sudah mau tumbuh, tapi karena kerurangan air membuat padi yang keluar tidak ada isinya," ucapnya. 

Sumardi mengakui puso tahun ini lebih parah dibandingkan tahun sebelumnya. Panen kedua biasanya dirinya mendapatkan sekitar 20 karung gabah. Saat ini dirinya pasrah dengan kondisi seperti ini.

Untuk sementara, sembari menunggu musim hujan dirinya beralih profesi sebagai buruh bangunan.

"Gagal panen seperti ini ya saya beralih jadi pekerja proyek (buruh bangunan) sambil menunggu musim hujan datang lagi," katanya.

Baca juga: Kekeringan, 8 Hektare Sawah di Sumedang Terancam Gagal Panen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com