Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Warga di Bukit Bertahan di Tengah Kesulitan Air Bersih...

Kompas.com - 28/06/2019, 16:28 WIB
Dani Julius Zebua,
Khairina

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com - Air bersih tidak lagi mengalir ke rumah milik Supartini, 38 tahun, di RW 14 Dusun Ngaglik, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Padahal, bagi Supartini, air begitu penting untuk kebutuhan keluarga seperti memasak, mencuci, maupun mandi, terutama anaknya yang masih kelas 4 SD.

Supartini biasanya memperoleh air dari bak kecil penampung yang berdiri di samping warung non tunai Ngaglik. Air sendiri sebenarnya berasal dari mata air yang berada di belakang balai desa Purwosari, 5 kilometer jauhnya dari lokasi mereka.

Baca juga: Indramayu Terancam Kekeringan Ekstrem, 60 Hari Tak Turun Hujan

Warga RW 14 sebanyak 35 kepala keluarga atau 110 jiwa mengandalkan air dari bak itu. Masing-masing keluarga menarik ratusan meter selang dari bak itu hingga rumah.

Supartini bahkan membentangkan lebih dari 500 meter selang setengah inci dari bak tampung itu ke rumahnya.

Dengan demikian, ia biasanya bisa mengisi penuh bak rumah dari pukul 22.00 WIB sampai 07.00 WIB.

Situasi berubah seiring kemarau datang. Bak tampung tidak pernah penuh. Air pun jadi cepat sekali habis karena diperebutkan banyak rumah setiap hari.

Supartini pun sering tidak kebagian air itu setiap hari.

"Sekarang air sudah sangat kurang," kata Supartini, pencari pakan kambing asal Nganglik, Jumat (28/6/2019).

Baca juga: Masuk Musim Kemarau, 1.007 Hektar Sawah di Cianjur Terancam Kekeringan

Kekeringan melanda Ngaglik, salah satu dusun yang ada di Bukit Menoreh di Kulon Progo.

Dusun ini berada di lereng-lereng bukit dengan jalan yang curam. Jaraknya sekitar 45 menit dari Kota Wates.

Petugas dari Tagana Girimulyo Sutikno mengungkapkan, apa yang dirasa warga Ngaglik juga ditemukan di banyak dusun lain di perbukitan ini.

Banyak warga dusun yang sudah mulai kesulitan air bersih di musim kemarau. Kondisi ini merupakan ulangan di tiap musim kemarau.

Sutikno mencatat, ada enam dusun lain yang mengungkap kesulitan air, selain Ngaglik. Ini terlihat dari permintaan air secara lisan dari masing-masing dusun.

Dusun-dusun itu Ngroto, Wonosari, Ngaglik, Nggedong, Karangrejo, Nogosari, dan Penggung. Dusun di desa lain yang juga sudah mengajukan permintaan adalah Mbulu di Giripurwo.

"Masyarakat sudah merasakan kesulitan air. Mereka menyampaikannya secara lisan baik WA hingga mengatakan secara langsung. Belum ada upaya bantuan mengingat untuk bantuan air harus mengajukan proposal. Tapi masyarakat itu merupakan petani yang tentu sulit bikin proposal. Rencananya, pemerintah desa berniat membantu," kata Sutikno.

Baca juga: Awal Musim Kemarau, 37 Desa di Sumedang Rawan Krisis Air Bersih

Sejauh ini, memang belum ada bantuan resmi berdasar permintaan warga. Namun, sejumlah instansi sudah lebih dulu turun tangan meringankan kesulitan air warga.

Bantuan air untuk warga Purwosari pun tidak yang pertama.

Kepala Kepolisian Sektor Girimulyo Ajun Komisaris Surahman mengatakan, polisi saja sudah tiga kali melakukan pendistribusian air ke beberapa dusun di desa ini.

Khusus ke Ngangli, Polsek Girimulyo mengirim 1000 liter air yang diangkut dengan kendaraan double gardan dan 4000 liter air dengan truk tangki.

"Dropping air ini karena memang sangat diperlukan. Kita sudah membagi 3 kali, baik di daerah Purwosari dan Giripurwo," kata Surahman.

Camat Girimulyo Purwono mengungkapkan, 4 desa di wilayahnya langganan bencana. Kekeringan melanda di musim kemarau, longsor melanda di musim penghujan.

Khusus kekurangan air bersih, ia memperkirakan terjadi di 15-16 dusun di 4 desa itu. Namun ia meyakini, kondisi kesulitan air bersih ini tidak separah di 2018.

"Karena sudah ada upaya menanggulangi berupa mengalirkan (air)," kata Purwono.

Supartini berharap, kemarau tidak sepanjang 2018 lalu. Dengan demikian, warga tidak perlu merasakan lagi kesulitan air. Kesulitan air bersih pada tahun 2018 lalu berlangsung lebih 4 bulan.

Saat itu, mereka terpaksa mengambil air dari sebuah sumur yang jauh dari dusun. Ia mengingat bagaimana warga harus antre dari pukul 06.00 - 11.00 untuk mendapat 6 jeriken air.

"Kalau kemarau kembali panjang bisa jadi kayak dulu lagi," kata Supartini.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com