Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta Kematian Mantri Patra di Pedalaman Papua, Tak Kunjung Dapat Bantuan hingga Kehabisan Stok Obat dan Makanan

Kompas.com - 25/06/2019, 08:58 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang petugas kesehatan bernama Patra Patra Marinna Jauhari, yang bertugas di daerah terpencil di Kampung Oya, Distrik Neikere, Papua Barat, meninggal dunia karena sakit.

Di balik kabar meninggalnya mantri Patra, sapaan akrabnya, terungkap kenyataan pahit. Mantri Patra seharusnya sudah selesai tugasnya selama tiga bulan di Kampung Oya.

Namun, karena tak kunjung dijemput dengan helikopter selama kurang lebih satu bulan, Patra pun kehabisan stok makanan dan jatuh sakit hingga ajal menjemputnya. Kasus tersebut pun segera menjadi sorotan banyak pihak.

Berikut ini fakta lengkap kasus kematian mantri Patra di pedalaman Papua:

1. Sosok penuh dedikasi untuk melayani warga pedalaman

Ilustrasi doktermillionsjoker Ilustrasi dokter

Pada awal Februasi, Dinas Kesehatan Teluk Wondama menugaskan Patra untuk bertugas di Kampung Oya. Rencananya, penugasan tersebut selama tiga bulan.

Ia adalah satu dari sekian tenaga kesehatan yang ditunjuk untuk memberikan pelayanan di daerah pedalaman.

Patra pun menyanggupinya tanpa banyak kata. Setelah itu, Patra dan seorang rekannya diterbangkan menggunakan helikopter menuju Kampung Oya.

Selama bertugas, Patra dikenal sangat dekat dengan warga kampung. Setiap sore, dirinya bergabung bersama warga untuk bernyanyi.

"Tiap sore dia pergi dengan anak-anak menyanyi-menyanyi," kata seorang warga Oya yang dikisahkan Kepala Puskesmas Naikere Tomas Waropen di Wasior, Minggu (24/6/2019).

Baca juga: Kisah Mantri Patra, Meninggal dalam Kesendirian Saat Bertugas di Pedalaman Papua

2. Tiga hari berjalan kaki menuju Kampung Oya

Ilustrasi hutan. Ilustrasi hutan.

Lokasi Kampung Oya pedalaman Papua Barat berada di perbatasan antara Teluk Wondama dan Kabupaten Kaiamana.

Untuk menuju ke kampung ini, hanya bisa dengan berjalan kaki selama kurang lebih tiga hari atau dengan menggunakan helikopter.

Perjalanan ke Kampung Oya pun harus menembus pegunungan dan hutan belantara.

Sarana komunikasi di kampung tersebut pun menjadi hal yang tidak mungkin tersedia.

Baca juga: Mereka yang Harus Jalan Kaki 5 Km gara-gara Jalan Trans-Papua Barat Rusak Parah

3. Stok makanan dan obat-obatan habis, Patra jatuh sakit

Ilustrasi obat.Shutterstock Ilustrasi obat.

Pada bulan Mei, Patra dan rekannya dijadwalkan selesai bertugas dan kembali ke Teluk Wondama.

Namun, hingga bulan Juni, helikopter penjemput tak kunjung datang. Sementara itu, stok makanan dan obat-obatan yang dibawa sudah mulai menipis.

Rekan Patra akhirnya memilih untuk pulang terlebih dahulu ke Kota Wasior dengan berjalan kaki. Sedangkan Patra memilih untuk bertahan di Kampung Oya. Dalam kondisi tersebut, Patra pun masih melayani warga yang sakit.

Pemuda berusia 28 tahun itu pun akhirnya jatuh sakit. Minimnya obat-obatan, membuat Patra bertahan sebisanya.

Salah satu warga pergi ke Puskesmas Neikere untuk mengabarkan kondisi Patra. Namun entah kenapa, bantuan tak kunjung datang.

Baca juga: 7 Fakta Kisah Wally Jadi WNI, 42 Tahun Tinggal di Papua hingga Dirikan 7 Sekolah

4. Mantri Patra meninggal dunia karena sakit

Ilustrasi jenazah. Ilustrasi jenazah.

Setelah mencoba bertahan dari sakit yang dideritanya, mantri Patra akhirnya meninggal dunia pada tanggal 18 Juni 2019.

Tomas Waropen, Kepala Puskesmas Naikere, menyatakan nyawa Patra mungkin bisa tertolong jika pihak Dinas Kesehatan maupun instansi terkait lain cepat merespons laporannya terkait kondisi Patra dan meminta segera dikirim helikopter.

"Kami sudah rapat sampai tiga kali dengan Dinas Kesehatan, Kesra, dan Pak Sekda, tapi tetap tidak ada jalan. Sampai akhimya dia sudah meninggal, baru helikopter bisa naik," ujar Waropen.

Baca juga: 42 Tahun Tinggal di Papua dan Dirikan 7 Sekolah, Pria Asal Amerika Ini Resmi Jadi WNI

5. Sosok pahlawan kemanusiaan bagi warga Kampung Oya

Ilustrasi dokter wikimediacommons Ilustrasi dokter

Bagi Waropen, Patra adalah pahlawan kemanusiaan. Patra rela mendedikasikan hidupnya untuk kebaikan masyarakat di pedalaman Naikere tanpa banyak mengeluh dan menuntut.

"Patra adalah pahlawan bagi masyarakat di pedalaman Mairasi (nama suku di pedalaman Naikere). Sementara kami anak-anak negeri ini banyak yang jadi Yudas (murid yang mengkhianati Yesus)," kata Waropen.

Sementara itu, kabar meninggalnya Patra menjadi sorotan sejumlah tokoh.

Salah satunya tokoh pemekaran Teluk Wondama, Hendrik Mambor. Dirinya menyampaikan rasa duka mendalam atas kepergian almarhum.

"Mewakili Lembaga Masyarakat Adat Teluk Wondama dan seluruh pejuang pemekaran Kabupaten Teluk Wondama, kami hanya bisa mengucapkan penghargaan atas dedikasimu dan jerih lelahmu bagi masyarakat, khususnya masyarakat di pedalaman Udik Simo, Kampung Oya. Kami tidak mampu membalas jasa baikmu," tulis Mambor.

Baca juga: Fakta Pabrik Korek Api yang Terbakar, Pekerja Digaji Rp 500 Ribu per Bulan hingga Pekerjakan Anak

Sumber: KOMPAS.com (Rachmawati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com