Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Virus Berbahaya yang Dibawa oleh Bibit Bunga Lili asal Belanda ke Indonesia

Kompas.com - 24/06/2019, 10:32 WIB
Caroline Damanik

Editor

PANGALENGAN, KOMPAS.com - Badan Karantina Pertanian memusnahkan ratusan ribu bibit bunga lili (lilium) asal Belanda di tempat budidaya bunga milik PT Casa Fiore Cantiga, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (22/6/2019).

Ratusan ribu bibit bunga lili asal Belanda tersebut terdeteksi terkena virus berbahaya.

Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian, Ali Jamil, menuturkan, sebanyak 272.300 benih bunga lilium berupa umbi ini terindikasi mengandung virus Strawberry Latent Ringspot Virus (SLRV) dan bakteri Rhodococcus Fascians.

Baca juga: Mengandung Virus Berbahaya, 272.300 Bibit Bunga Lili Dimusnahkan di Bandung

Padahal umbi lilium itu hasil impor dari Belanda yang dilengkapi phytosanitary certificate terbitan Otoritas Karantina Belanda.

"Setelah dilakukan pengujian di laboratorium Balai Karantina Semarang ternyata hasilnya positif mengandung virus dan bakteri," kata Ali saat melakukan pemusnahan benih lilium.

Menurut dia, dari hasil uji laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina tersebut positif mengandung bakteri dan virus OPTK A1 golongan 1.

Hama dan penyakit tersebut belum ada di Indonesia dan tidak dapat dilakukan tindakan karantina perlakuan untuk mengeliminasinya dari komoditas tersebut.

"Jumlahnya ada 18,8 ton, itu bukan uang kecil. Kami harapkan ke depan teman-teman importir harus benar-benar diperiksa dahulu, jangan sampai ada kerugian seperti ini. Bibit ini berasal dari Belanda," ujarnya.

Jangan lagi ditanam

Sebelum dibakar, bibit bunga lili ini dikawal untuk masuk instalasi karantina tumbuhan di Pengalengan, Kabupaten Bandung. Sebelum hasil laboratorium keluar dan dinyatakan sehat, benih dilarang ditanam.

Bibit disegel di dalam storage cool selama kurang lebih 2 bulan sambil menunggu proses pengujian dengan suhu 8 derajat.

Baca juga: Saya Pasrah Suami Tewas gara-gara Ular Peliharaan, Sudah Takdir...

Bibit-bibit tersebut dikemas di dalam plastik yang dimasukan ke dalam keranjang berwarna hitam lengkap dengan media tanamnya.

Pemusnahan ini dipimpin langsung oleh Ali dan dibakar di dalam sebuah lubang berukuran besar di bagian belakang tempat budidaya bunga milik PT Casa Fiore Cintiga.

Pihaknya akan mengirimkan Notification of Non Compliance (NNC) ke Belanda sebagai bentuk protes pemerintah Indonesia atas kualitas jaminan otoritas karantina negara asal terhadap pemenuhan aspek kesehatan komoditas yang dikirim.

Benih lilium yang dimusnahkan sebanyak 7 varietas, yaitu Cassini, Conca Dor, Corvara, Ctystal Blanca, Lake Carey, Motezuma dan Sorbonne sebanyak 18,8 ton. Benih tersebut masuk lewat jalur laut di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang.

"Kami musnahkan, saya bilang sudah ini jangan dipakai lagi. Kalau ini dipakai atau ditanam di lapangan ini berbahaya, virusnya bisa ke mana-mana, namanya virus tidak bisa terbendung, tanah ini juga bisa terinfeksi. Ini yang dimusnahkan bukan umbinya saja, termasuk media tanamnya kita bakar semua," katanya.

 

Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Mengandung Virus Berbahaya, Ratusan Ribu Bibit Bunga Lili asal Belanda Dimusnahkan di Pangalengan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com