Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pilu Anak Korban Perdagangan Orang ke Suriah, Tergiur Gaji 6 Juta hingga Putus Sekolah

Kompas.com - 21/06/2019, 15:45 WIB
Fitri Rachmawati,
Khairina

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com-Lembaga Perlindungan Anak Nusa Tenggara Barat (LPA-NTB) tetap memantau perkembangan UH, anak di bawah umur yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ke Damaskus Suriah, 2015 silam.

"Kami tetap memantau perkembangan UH, korban perdagangan orang yang ketika dikirim secara ilegal ke Suriah, usianya masih 13 tahun. Saat ini kondisinya baik dan tetap bersama keluarganya di Lombok Utara," terang Ketua Divisi Advokasi LPA NTB Joko Jumadi, Kamis (20/6/2019).

Joko mengatakan, saat UH dikirim ke Suriah, UH yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) akhirnya putus sekolah, karena iming-iming gaji hingga Rp 6 juta  oleh tekong yang mengirimnya.

"Dijanjikan gaji besar, dan kondisi ekonomi kekuarganya yang membutuhkan bantuan menyebabkan UH diizinkan mengadu nasib ke luar negeri bersama kakaknya SH (20)," terang Joko.

Baca juga: Sindikat Perdagangan Orang ke Suriah Terbongkar, Anak di Bawah Umur Jadi Korban

Saat ini UH sudah berusia 17 tahun, tapi tidak melanjutkan sekolahnya setelah dipulangkan ke kampung halamannya.

Kini, UH berjualan makanan untuk tetap bisa membantu perekonomian keluarganya.

LPA berharap agar UH bisa melanjutkan sekolah hingga tamat SMA, dan akan dilakukan pendekatan perlahan untuk hal itu, setelah UH benar benar tenang.

Terkait kasus TPPO anak di bawah umur, Joko mengatakan, LPA NTB memang baru mencatat 1 kasus korban TPPO anak di bawah umur ke negera konflik seperti Suriah.

Apa yang dialami UH menjadi acuan untuk membongkar kasus serupa lainnya, mengingat kasus UH adalah fenomena gunung es.

LPA bersyukur Polda NTB berhasil membongkar sindikat TPPO di NTB.

Seperti diberitakan sebelumnya, tahun 2019 ini, Polda NTB berhasil membekuk 5 tersangka yang merupakan gembong atau sindikat TPPO.

Dua di antaranya, Baiq Asmin (48), warga Kuripan Lombok Barat dan Baiq Hafizahara alias Evi, warga Lombok yang menetap di Kota Malang, Jawa Timur.

Keduanya mengirim anak di bawah umur, UH (13), ke Abu Dhabi dengan iming iming gaji Rp 6 juta per bulan. Korban tidak sendiri, tersangka juga merekrut kakak kandung UH, SH (20). Keduanya diiming-imingi janji gaji yang sama.

Sebelum diberangkatkan ke negara tujuan, seluruh biaya administrasi, pembuatan paspor, KTP (Kartu Tanda Penduduk), medical check up ditangung tersangka Asmin.

Baca juga: Polda Kalbar Periksa 7 Orang Terkait Sindikat Perdagangan Orang dengan Modus Kawin Kontrak

Kasubdit IV Direskrimsus Pokda NTB Ni Made Pujawati menerangkan, identitas korban UH yang masih anak-anak dipalsukan tersangka, dengan membuatkan korban KTP manual, bukan e-KTP atau KTP elektronik.

Setelah seluruh identitas dituntaskan sebagai dokumen keberangkatan, termasuk identitas UH yang dipalsukan, keduanya diberangkatkan dari Bandara Internasional Lombok menuju Batam, tahun 2015 silam, ditampung selama beberapa hari di Batam.

Dari Batam, korban diberangkatkan menuju Malaysia dengan mengunakan kapal feri.

Ia sempat ditampung di Malaysia sebelum diberangkatkan ke Abu Dhabi, hingga akhirnya dipekerjakan di Damaskus, Suriah, negara yang tengah dilanda konflik sebagai pembantu rumah tangga (PRT).

Awal 2019, ibu korban UH dan SH sempat menghubungi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Damaskus Suriah, melaporkan apa yang dialami keduanya.

Berdasarkan laporan itu, KBRI menghubungi majikan korban dan minta korban diantarkan ke KBRI.

Setelah itu, korban ditampung selama 1 bulan di KBRI Damaskus, Suriah sebelum dipulangkan ke Jakarta dan kampung halamannya di Lombok Utara (NTB).

Di Jakarta, korban ditampung selama 22 hari di Rumah Perlindungan/Trauma Center (RPTC) Bambu Apus Jakarta Timur, hingga dipulangkan ke Mataram 18 Mei 2019 lalu.

Sebelum tiba di kampung halamnnya di Lombok Utara, korban ditampung di RPTC Dinas Sosial Pemprov NTB selama 2 hari dan dijemput ibu kandungnya.

Saat ini, LPA NTB terus melakukan upaya pengawasan sekaligus menelusuri adanya dugaan TPPO yang korbannya adalah anak-anak dan mengharapkan masyarakat yang mengetahui hal tersebut segera melapor ke LPA NTB atau aparat kepolisian terdekat.

Mengingat, kasus TPPO menjadi perhatian serius pemerintah dan aparat kepolisian di NTB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com