Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Fakta di Balik Sistem Zonasi PPDB 2019, Jokowi Akui Banyak Masalah hingga Muncul Kejanggalan Saat Pendaftaran

Kompas.com - 21/06/2019, 15:07 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Dia menjelaskan, Pasal 16 Ayat (1) Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 yang mengatur sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) bertentangan dengan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Darmaningtyas berpendapat, pada dasarnya sistem zonasi bisa dilakukan, tetapi besaran persentase zonasi tetap menjadi kewenangan sekolah, bukan pemerintah pusat, apalagi dengan besaran kuota 90 persen.

"Saya intinya setuju zonasi, tetapi tidak 90 persen, itu kebijakan yang menyesatkan. Mungkin 50:50, lah, sehingga bisa mengakomodasi dua belah pihak (siswa di sekitar sekolah dan siswa berprestasi)," ujar Darmaningtyas.

Baca juga: Kejanggalan PPDB 2019 di Bandung, 8 Siswa Pendaftar SMA Favorit Beralamat Sama

6. Kejanggalan saat proses pendaftaran dengan sistem zonasi

Pada hari kedua pendaftaran sekolah, panitia PPDB SMPN 3 Tulungagung menemukan sejumlah kejanggalan.

Dari data azimut yang diserahkan, ternyata jarak rumah ke sekolah ada yang tidak masuk akal. Saat dimasukkan ke dalam sistem, rumah pendaftar itu ada jaraknya yang mencapai 5.000 kilometer dan 11.000 kilometer dari sekolah. 

"Kalau dilihat dari jarak itu, maka rumahnya ada di tengah laut, Samudera Hindia sana," ucap Syaiku.

Selain itu, ada siswa yang tinggal di 4 derajat lintang selatan dan lokasinya dekat di garis khatulistiwa di Pulau Kalimantan.

Melihat masalah itu, panitia pendaftaran seger menghubungi SD asal para siswa itu.

"Yang disarankan memang (aplikasi) open camera. Mungkin ada aplikasi lain yang dipakai memotret sehingga azimutnya keliru," tambah Syaiku.

Baca juga: 7 Fakta Polemik Sistem Zonasi PPDB 2019, Desak Jokowi Copot Mendikbud hingga Sejumlah Sekolah Kekurangan Siswa

7. Gubernur Khofifah ajak warga dukung sistem zonasi

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/6/2019).KOMPAS.com/Ihsanuddin Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Di tengah polemik masalah zonasi sekolah, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyebut, PPDB dengan sistem zonasi adalah upaya memotong rantai kemiskinan.

Sistem ini diyakini akan memberikan hak yang sama bagi warga untuk memperoleh pendidikan gratis dan berkualitas.

"Di negara maju lainnya, sistem semacam ini sudah diterapkan sejak tahun 90-an, karena itu saya mengajak warga Indonesia untuk mendukung program pemerintah yang baik ini, karena sebagai upaya pemerintah memotong rantai kemiskinan," kata Khofifah, Kamis (20/6/2019) dini hari usai sidak pusat data sistem zonasi di Fakultas Teknik Informatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Sementara itu, pengamat pendidikan Ahmad Rizali mengatakan, ada 4 hal yang harus diperbaiki sebelum sistem zonasi diberlakukan.

Keempat hal itu adalah sinkronisasi pusat dengan daerah, perlunya adanya lembaga bersama atau clearing house, hasil kajian zonasi dan kesiapan sekolah.

Menurut Ahmad, banyak pihak yang masih belum memahami konsep zonasi. Hal ini menimbulkan protes dari mereka, selain karena adanya faktor kepentingan masing-masing.

“Esensi sistem zonasi belum dipahami banyak gubernur dan bupati atau wali kota. Tentu karena berbagai kepentingan, mereka memprotes sistem ini,” ucapnya.

Baca juga: Pengamat: 4 Perbaikan Ini Perlu Dilakukan di Sistem Zonasi PPDB 2019

Sumber: KOMPAS.com (Hamzah Arfah, Reni Susanti, Erwin Hutapea, Yohanes Enggar Harususilo, Rachmawati, Luthfia Ayu Azanella)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com