Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Perajin Kujang Batu Akik Karawang, Laris setelah Beri Harga Unik hingga Tembus Mancanegara

Kompas.com - 20/06/2019, 13:47 WIB
Farida Farhan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Tak mudah bertahan di tengah melesunya usaha batu akik. Namun siapa sangka, Kujang batu akik asal Karawang justru menembus daerah-daerah di Indonesia bahkan hingga luar negeri.

Kijang Natandang (41), warga Perumnas Bumi Telukjambe, Blok T Nomot 490, RT 003 RW 011, Desa Sukaharja, Kecamatan Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang, menceritakan pengalamannya bertahan sebagai perajin batu akik.

Menurut Ki Nata, panggilan akrabnya, membentuk batu akik bukan semata demi tuntutan komersil semata. Melainkan juga soal seni dan keindahan.

Oleh karenanya, ia menyebut perajin batu akik tak ubahnya seorang seniman, yang membentuk bongkahan batu dengan hati menjadi bentuk yang indah dan bernilai.

"Kita harus menjaga juga suasana hati agar kemauan menghasilkan karya ada," kata Ki Nata, ditemui di Saung Batu Kujang Karawang di Perumnas Bumi Telukjambe, Blok T Nomot 490, RT 003 RW 011, Desa Sukaharja, Kecamatan Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang.

Baca juga: Kisah Mbah Mardinem Pelestari Adrem atau Tolpit, Penganan Bernama Unik dari Yogyakarta

Ki Nata menyebut pamor batu akik sempat melejit pada 2014 lalu. Banyak perajin yang membuka lapak di pinggir-pinggir jalan dan selalu diserbu pembeli.

Namun selang waktu kemudian batu akik menjadi redup. Tak ubahnya usaha musiman, Bahkan, banyak perajin yang gulung tikar dan beralih usaha.

Ki Nata mengaku berpikir keras agar bisa bertahan. Ia kemudian berinisiatif membentuk batu dengan motif Kujang, senjata tradisional Jawa Barat. Berbagai macam pemasaran pun ia coba. Mulai dari membuka stan di acara Pemkab Karawang, hotel, hingga memasarkan secara online.

"Saya mulai memasarkan secara online, salah satunya melalui Facebook," katanya.

Harga unik

Ia bahkan menjual dengan harga yang unik untuk menarik minat masyarakat. Misalnya, harga Rp 123.000. Rupanya, usahanya itu berhasil. Bahkan pesanan tak hanya dari nusantara saja, melainkan juga dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Ia menyebut ada filosofi tersendiri terkait lekukan dan lubang di bentuk batu kujang. Meski demikian, ia mengakui bukan yang pertama membuat motif ini.

"Responsnya dari konsumen baik. Saya menamai batu Kujang Sanggabuana," katanya.

Perjalannya sebagai perajin batu akik memang tak langsung mulus. Ia harus berlatih berkali-kali agar bentuknya sesuai keinginan.

"Pas awal-awal buat memang bentuknya belum seperti ini," katanya

Kujang batu akik buatannya mempunyai banyak variasi, dari warna, ukuran, hingga jenis batu. Tak hanya untuk pajangan, batu kujang ini juga bisa dijadikan aksesoris, kalung misalnya.

Ia memasarkan dengan harga beragam, mulai dari Rp 150.000, tergantung bentuk, jenis batu, dan ukuran.

Jenis batunya pun bermacam, mulai dari giok hitam, chalcedony, hingga pancawarna, batu khas Loji, Karawang.

Selain bentuk kujang, ia juga membuat cincin dari berbagai macam jenis batu. Kemudian aksesoris seperti cincin, gelang, tasbih, dan kalung dengan liontin dari batu.

"Harganya menyesuaikan bentuk dan ukuran," katanya.

Pameran di London

Siapa sangka, seorang kawan menginformasikan akan diadakannya pameran di kantor Kedutaan Besar Indonesia di London. Ternyata, batu kujang buatannya lolos seleksi. Ki Nata kemudian mengirim sembilan batu kujang.

"Dari sembilan yang saya kirim, yang kembali tujuh. Artinya, laku dua," tambahnya.

Ia bercerita, pernah ada seorang warga Perancis yang tinggal di Argentina memesan batu buatannya. Namun, kiriman itu tak sampai, meskipun alamat yang tertulis dipastikan benar. Setelah dikirimkan kembali, ternyata kiriman tersebut kembali dipulangkan.

"Ternyata memang ada aturan tertentu dari negara tersebut. Waktu itu saya mau kembalikan uang dia (pemesan), tapi dia menolak," katanya.

Buah dari pemasaran online tersebut, pesanan datang dari Malaysia, Singapura, dan beberapa daerah di nusantara.

"Yang belum (pernah) mendapat pesanan dari Papua," katanya.

Tak hanya itu, ia juga meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri) rekor 72 seniman, 72 karya, 72 menit tampil bareng dalam rangka HUT ke-72 Jawa Barat.

"Saya diajak oleh seorang seniman dari Jawa Barat untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut," katanya.

Baca juga: Kisah Jarwo Susanto: Dulu Tolak Penutupan Dolly, Kini Sukses Jadi Pengusaha Tempe

Ki Nata juga bersyukur respons dari dinas terkait dan Persatuan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Karawang cukup baik. Ia kerap kali diberi kesempatan membuka stan di acara pemerintahan dan hotel-hotel.

"Omzetnya lumayan, bisa untuk mencukupi kebutuhan satu bulan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com