Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Toleransi Tinggi, Desa Balun Dijadikan Model Demokrasi Pancasila

Kompas.com - 17/06/2019, 14:19 WIB
Hamzah Arfah,
Khairina

Tim Redaksi

LAMONGAN, KOMPAS.com – Toleransi antar umat beragama yang tercipta di Desa Balun, Kecamatan Turi, Lamongan, Jawa Timur. Rupanya mendapat perhatian tersendiri dari anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Agum Gumelar.

Sebelumnya, perkampungan yang berada sekitar 1 kilometer dari Jalan Raya Surabaya-Tuban tersebut, sudah lebih dulu dikenal orang dengan sebutan ‘Desa Pancasila’.

Hal ini dikarenakan, Desa Balun yang terdiri atas 10 RT (Rukun Tetangga) memiliki sekitar 4.600 warga, dengan 75 persen di antaranya memeluk agama Islam, 18 persen beragama Kristen, dan sisanya beragama Hindu, dapat hidup rukun secara berdampingan.

Baca juga: Radikalisme, Kampus, dan Religiusasi Pancasila

Menariknya meski terdiri dari warga yang memeluk beragam agama (Islam, Kristen, dan Hindu), namun para warga Desa Balun atau Desa Pancasila dapat hidup secara rukun berdampingan, tanpa melunturkan nilai-nilai agama yang dianut masing-masing.

Atas informasi dan pertimbangan tersebut, Agum lantas mengirim tim kajian ke Lamongan beranggotakan tiga orang, untuk menjadikan Desa Balun sebagai model pengembangan demokrasi Pancasila di Indonesia.

Tim kajian ini kemudian diterima oleh Bupati Lamongan Fadeli bersama dengan Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Lamongan Yuhronur Efendi dan sejumlah kepala perangkat daerah, di ruang kerja Bupati Lamongan, Senin (17/6/2019).

“Desa Balun mungkin bisa jadi model demokrasi yang tidak pakai ribut-ribut, demokrasi yang menyatukan. Apalagi kemarin baru saja diresmikan menjadi desa wisata religi dan ziarah,” ujar ketua anggota tim kajian yang dikirim, Martin Lukito Sinaga.

Martin lantas menjelaskan, dia bersama tim kajian bakal berada di desa sekitar 1 kilometer dari Jalan Raya Surabaya-Tuban tersebut selama beberapa hari, guna mendokumentasikan praktik-praktik budaya yang dilakukan oleh warganya.

Sehingga mereka dapat menggambarkan bagaimana korelasi budaya yang berwatak Pancasila, sebagai bagian dari demokrasi Indonesia.

“Kami tertarik dengan Lamongan, juga karena menjadi yang terbaik dalam penanganan konflik sosial,” ucap dia.

Baca juga: Uniknya WNI di Denmark Peringati Hari Lahir Pancasila...

Selain Martin Lukito Sinaga yang bertindak sebagai ketua, tim kajian yang diutus untuk meninjau secara langsung toleransi yang ada di Desa Balun adalah Tommy Cristomi sebagai wakil ketua, dan Rico Bobman selaku sekretaris tim kajian.

Di lain pihak, Bupati Lamongan Fadeli sangat mendukung upaya dari tim kajian dan juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden Agum Gumelar, untuk menjadikan Desa Balun sebagai model pengembangan demokrasi pancasila di Indonesia.

“Budaya gotong-royong, persatuan, dan toleransi di Desa Balun harus dijadikan contoh nasional. Karena ini sudah berlangsung sejak lama, sejak berdirinya desa,” kata Fadeli.

Terkait penanganan konflik sosial, Fadeli menyebut, koordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) bersama tokoh-tokoh masyarakat berjalan dengan baik. Ketika muncul potensi konflik, kata Fadeli, diupayakan diselesaikan dengan sebaik-baiknya di tingkat bawah terlebih dulu sehingga tidak sampai membesar.

Sekedar catatan, selain warga yang mampu hidup berdampingan dengan rukun sehari-hari, di Desa Balun juga terdapat Masjid Miftahul Huda, Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Balun, serta Pura Sweta Maha Suci, yang berada dalam satu kompleks dan saling berdekatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com