Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesona Pulau Seliu, Udang Kipas yang Melimpah dan Hamparan Pasir Putih

Kompas.com - 16/06/2019, 12:08 WIB
Heru Dahnur ,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

BELITUNG, KOMPAS.com - Matahari bersinar terik saat kapal motor bergerak meninggalkan dermaga Teluk Gembira, Belitung, Kepulauan Bangka Belitung.

Ada sekitar tiga puluh penumpang yang ikut menyeberang. Selain itu ada juga sepeda motor dan barang-barang kebutuhan pokok yang menumpuk di haluan kapal.

Dalam kondisi cuaca cerah, perjalanan menuju Pulau Seliu, berlangsung selama 55 menit. Ada empat kapal motor yang beroperasi setiap harinya.

Pulau Seliu merupakan salah satu pulau terluar dalam wilayah administratif Pemkab Belitung. Pulau seluas 1.645 hektare tersebut dihuni 1.136 jiwa yang mayoritasnya bekerja sebagai nelayan.

"Yo turun. Sudah sampai," teriak Hendra, penumpang yang ikut dalam rombongan menuju Pulau Seliu, pekan lalu.

Dermaga Pulau Seliu dibangun menjorok ke laut. Kapal kemudian merapat ke satu sisi dermaga yang masih kosong.

Udang kipas

Terdapat puluhan kapal bagan berbaris di sepanjang dermaga itu. Para nelayan di sekitar tampak sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Salah satunya yang menarik yakni pembongkaran hasil tangkapan udang kipas. Hewan laut yang sekilas mirip Lobster itu menjadi komoditas andalan dari Pulau Seliu.

"Setiap kapal rata-rata bisa dapat 20 kilogram udang kipas sekali melaut. Biasanya dicari saat kondisi laut tenang," kata pedagang pengumpul, Dopi, saat berbincang dengan Kompas.com di gudang penyimpanan miliknya.

Menurut Dopi, nelayan cukup antusias mencari udang kipas karena harga jual yang terbilang mahal, yakni mencapai Rp 80.000 hingga Rp 100.000 per kilogramnya.

Pedagang kemudian menampung udang kipas tangkapan nelayan dan menjualnya ke Belitung, bahkan ada juga yang dikirim hingga ke Jakarta dan Singapura.

"Permintaannya dari restoran dan hotel-hotel," kata Dopi.

Dopi dengan udang kipas hasil tangkapan nelayan di Pulau Seliu.KOMPAS.com/HERU DAHNUR Dopi dengan udang kipas hasil tangkapan nelayan di Pulau Seliu.
Udang kipas menjadi salah satu hasil laut yang melimpah di Pulau Seliu. Selain itu, ada pula kepiting, kakap dan ikan ekor kuning yang sering didapatkan nelayan.

Kepala Desa Pulau Seliu, Edyar mengatakan, hasil tangkapan laut saat ini masih dijual mentah. Ke depannya, pihaknya berencana membangun pabrik pengalengan sehingga bisa mendongkrak perekonomian masyarakat.

Rencana itu pun didukung ketersediaan pasokan listrik selama 24 jam non-stop.

"Secara geografis, posisi Pulau Seliu cukup strategis. Kapal-kapal yang melintas bisa singgah dan bongkar muat di sini," ujar Edyar.

Bersamaan dengan pengelolaan hasil laut, Pulau Seliu juga dikembangkan sebagai salah satu destinasi wisata unggulan.

Menggunakan dana desa, taman dibangun di jalan masuk Pulau Seliu, termasuk juga di pintu gerbang pelabuhan.

"Pantai Marah Buluh di ujung pulau ini juga akan dibangun cottage. Investornya sudah ada," ucapnya.

Dia menuturkan, Pulau Seliu bisa menjadi lokasi wisata renang, diving, snorkeling maupun budidaya rumput laut.

Hamparan pasir putih di sepanjang Pantai Marah Buluh misalnya, memiliki bebatuan granit yang menjadi corak pariwisata di Belitung.

Nama dari Pulau Seliu sendiri berasal dari banyak versi, antara lain konon dari keluarga Liu yang pertama kali menetap di daerah itu. Selain itu, ada pula yang menyebutkan bahwa Seliu berasal dari kata keseleo yang merujuk pada cerita legenda melawan bajak laut.

Namun nama yang paling diyakini adalah berasal dari bunyi gesekan kereta surong, alat pengangkut barang yang kini replikanya diabadikan di kantor Desa Pulau Seliu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com