Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Tradisi "Bepapai", Memandikan Pengantin Baru di Malam Pernikahan

Kompas.com - 13/06/2019, 08:54 WIB
Rachmawati

Editor

BATOLA, KOMPAS.com – Masyarakat di Ulu Banteng, Kecamatan Marabahan, Kabupaten Batola, Kalimantan Selatan memiliki tradisi bepapai, yaitu memandikan pasangan pengantin di malam pernikahan.Tradisi unik tersebut menjadi tontonan warga sekitar.

“Iya, pasangan pengantin di Ulu Benteng wajib mengikuti tradisi bapapai. Tiap kali menikah harus bapapai,” kata Sarfin (70), warga Ulu Benteng, Kecamatan Marabahan, Kabupaten Batola, Rabu (12/6/2019).

Menurut Sarfin, memandikan pasangan pengantin menjelang malam pernikahan tak dilakukan sembarang orang. Namun yang memandikan haruslah sepasang 'bidadari' di hadapan warga sekitar.

Siapa bidadari tersebut?

“Banyak warga luar Marabahan berpikir, bidadari yang memandikan pasangan pengantin ini adalah bidadari dari kahyangan. Jelas bukan. Bidadari tersebut yakni para petugas adat setempat dan mereka lah yang memandikan pasangan pengantin ini di depan umum,” kata Sarfin.

Baca juga: Tradisi Lebaran Ketupat, Makan Bersama di Pantai Sanur

Ada kepercayaan jika salah satu pasangan pengantin memiliki garis keturunan yang melaksanakan bapapai, maka dia harus melakukan tradisi tersebut termasuk anak keturunannya yang lain.

"Orang tua dulu yang melaksanakan tradisi bapapai mempercayai apabila tidak melakukan tradisi bapapai saat menikah, maka akan mendapat sial atau malapetaka di kemudian hari,” ujarnya.

Menurut Sarfin, tidak ada bacaan khusus yang dirapalkan saat tradisi bepapai dilakukan. Tradisi bapapai biasanya digelar menjelang resepsi perkawinan dan tiga hari setelahnya.

Namun pelaksanaan tradisi bepapai paling sering dilakukan pada malam menjelang resepsi perkawinan.

Banyak cerita terkait kesialan yang pernah menimpa warga di Ulu Benteng beberapa tahun lalu yang menghindari bapapai.

“Setelah beberapa hari setelah resepsi pernikahan tanpa tradisi bepapai, ternyata sakit. Bahkan salah salah satu keluarga hampir gila dan suka berbicara sendiri. Setelah kejadian ini, keluarga sepakat untuk melakukan bapapai. Keluarga kembali sehat seperti semula," katanya.

Baca juga: Tradisi Lebaran Ketupat di Gresik, Makan Bareng hingga Tumpeng Raksasa

Selain itu, banyak kejadian di luar akal sehat jika bepapai tidak digelar.

“Salah satu mempelai saat menolak menggelar tradisi bepapai untuk pernikahan kedua. Padahal pernikahan pertama digelar tradisi bepapai. Dampaknya, sang mempelai itu sakit-sakitan dan seperti orang linglung,” ujar Sarfin .

Menurutnya, saat itu berbagai upaya sudah dilakukan untuk menyembuhkan salah satu mempelai yang sakit-sakitan terus menerus.

“Hasilnya tetap nihil dan sang mempelai tetap sakit di kasur dan tidak bisa beranjak dari tempat tidur,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com