BANGKA BARAT, KOMPAS.com - Kemeriahan di Desa Mancung, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, kembali berulang seperti tahun-tahun sebelumnya.
Melalui tradisi gerbang api atau tujuh likur di desa itu, masyarakat bahu membahu menyalakan kegembiraan.
"Tradisi budaya yang mewujudkan persatuan masyarakat dalam momen Ramadhan," kata Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Abdul Fatah seusai penyalaan obor pertama di Desa Mancung, Jumat (31/5/2019).
Gerbang api tujuh likur dibangun menggunakan kayu di sepanjang ruas Jalan Arang Kayu, Desa Mancur. Api yang menyala berasal dari sumbu ratusan botol minuman dengan bahan bakar minyak tanah.
Baca juga: Tradisi Keriang-keriut dan Perang Petasan, Rayakan Ramadhan di Pinggir Sungai Arut Pangkalan Bun
Berbagai desain hasil kreasi warga menambah semarak suasana. Ada yang berbentuk bangunan masjid, mahkota bunga, doraemon hingga lumba-lumba.
Kepala Desa Mancung, Herlizon, mengatakan, festival api tujuh likur merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun.
Kali ini ada enam gerbang yang dibuat warga, sesuai jumlah enam RT di desa tersebut.
"Maknanya ini sebagai malam penyambutan Lailatul Qadar yang hanya ada saat hari-hari terakhir Ramadhan," ujarnya.
Menariknya, setiap gerbang api tujuh likur yang dibuat warga, diberi penilaian. Hasil karya terbaik mendapatkan penghargaan dan hadiah dari pemerintahan desa.
Baca juga: Tradisi Kolak Ayam, Warisan Sunan Dalem untuk Persatukan Warga Gresik
Kemeriahan kegiatan tersebut berhasil menarik kunjungan dari warga desa sekitarnya. Para pengunjung mengabadikannya dengan selfie maupun swafoto.
Selain api yang menyala dari gerbang tujuh likur, setiap halaman rumah juga dipasangi api lampu minyak secara berjejer.