Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

13 Tahun Gempa Yogyakarta, Ini Fakta yang Perlu Diketahui

Kompas.com - 27/05/2019, 16:10 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gempa besar mengguncang kawasan selatan Indonesia pada 27 Mei 2006. Bumi bergetar di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya selama 57 detik dan membuat masyarakat ketakutan.

Gempa menyebabkan banyak bangunan hancur dan isu gelombang tsunami juga muncul. Karena bangunan hancur, listrik seketika padam.

Getaran juga tak hanya di wilayah Yogyakarta saja, melainkan sampai terasa di beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Selama 13 tahun sudah bencana tersebut melanda wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Ada beberapa fakta yang perlu diketahui, berikut ulasannya:

Korban gempa

Gempa yang terjadi selama 57 detik tersebut ternyata membuat banyak korban berjatuhan. Gempa berjenis tektonik ini seketika membuat ribuan bangunan rusak dan rata dengan tanah.

Bencana yang terjadi kurang lebih pukul 05.55 WIB itu secara umum berada di sekitar selatan-barat daya Yogyakarta. Setidaknya sekitar 5.800 orang tewas dan 20.000 orang mengalami luka-luka, baik luka ringan atau berat.

Bencana ini membuat masyarakat Yogyakarta seketika trauma. Apalagi, muncul isu tsunami dan gunung meletus mengakibatkannya semakin merasa ketakutan.

Setelah gempa tersebut, pemerintah berupaya memulihkan segala kondisi termasuk pemberian bantuan dan evakuasi korban. Tempat-tempat pengungsian juga berdiri untuk membantu korban.

Baca juga: Hari Ini, Peringatan 13 Tahun Peristiwa Gempa Yogyakarta

Kontroversi lima gempa

Ilustrasi gempa.Shutterstock Ilustrasi gempa.
Beberapa ahli berpendapat bahwa muncul kontroversi mengenai pusat gempa Yogyakarta pada 13 tahun silam. Setidaknya ada lima versi pusat gempa dari berbagai lembaga dunia.

Pertama dari United States Geological Survey (USGS) mencatatkan bahwa pusat gempa Yogyakarta 2006 berada pada 7.962°LS, 110.458°BT, tenggara kota Yogyakarta, dekat wilayah Dlingo, Bantul, atau sebelah timur pusat kerusakan gempa.

Menurut USGS, episentrum gempa Yogyakarta berdekatan dengan episentrum beberapa gempa setelah 27 Mei 2006.

Kedua, dari Hardvard CMT menyatakan, pusat gempa Yogyakarta berada pada koordinat 8.03 LS dan 110.54 BT, mendekati wilayah Gunung Kidul, Yogyakarta.

Hardvard CMT mengatakan bahwa kekuatan gempa magnitudo 6,4 dan pusat gempa berada di kedalaman 21,7 kilometer.

Ketiga dari US National Earthquake Information Center Fast-Moment-Tensor (NEIC-FMT). Menurut NEIC-FMT, pusat gempa Yogyakarta berada pada koordinat 8.007 LS, 110.286 BT, berada di wilayah pantai, berdekatan dengan muara Sungai Opak.

Gempa diperkirakan memiliki kekuatan magnitudo 6,5 dan pusat gempa berada pada kedalaman 28 kilometer, masih masuk gempa dangkal.

Pusat gempa perkiraan NEIC FMT yang sejalur dengan sesar Opak bisa saja benar bila dilihat pusat kerusakan akibat gempa yang berada di sekitar Sungai Opak.

Keempat menurut National Research Institute for Earth Science and Disaster Resilience (NIED). Penelitian NIED menunjukan pusat gempa Yogyakarta berada pada koordinat 7,89 LS, 110,41 BT, nerada di dekat sungai Opak, berdekatan dengan pusat kerusakan gempa akibat gempa.

Kekuatan gempa berkitar magnitudo 6,3 dengan pusat gempa berada pada kedalaman 10 kilometer.

Kelima, dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menunjukkan bahwa pusat gempa berada pada koordinat 8.03 LS dan 110,32 BT. Kekuatan gempa diprediksi M 5,9. Pusat gempa berada pada kedalaman 11,7 kilometer.

Pernyataan BMKG jauh berbeda dengan lembaga-lembaga lain. Sebab, dengan koordinat yang diberikan, pusat gempa menurut BMKG berada di wilayah lautan selatan Yogyakarta.

Baca juga: Apa yang Harus Kita Pelajari dari Gempa Yogyakarta?

Kampung Teletubbies tahan gempa

Rumah dome di kampung Teletubbies, Sleman.Tribun Jogja/Hamim Thohari Rumah dome di kampung Teletubbies, Sleman.
Setelah gempa Yogyakarta, masyarakat Yogyakarta mulai berbenah dari keterpurukan karena bencana. Mereka mulai berusaha bangkit agar bisa menjalani kehidupan lebih baik.

Salah satunya adalah dengan membuat rumah tahan gempa. Rumah ini berada di Dusun Nglepen, Desa Sumberharjo, Kecamatan Prambanan dan dijuluki sebagai Kampung Teletubbies.

Perkampungan unik dengan rumah-rumah berbentuk dome atau kubah kini berusia 13 tahun.

Rumah-rumah tersebut dibangun setelah gempa hebat yang terjadi di Yogyakarta pada 2006. Pembangunan dengan mendapatkan dana dari lembaga sosial dari luar negeri untuk menampung penduduk Nglepen yang sebagian besar setelah gempa tidak memiliki rumah.

Di dalamnya ada 80 bangunan yang terdiri dari 71 rumah hunian warga, enam fasilitas MCK, satu masjid, satu aula, dan satu lagi untuk klinik kesehatan.

Setiap rumah hunian berukuran diameter 7 meter dengan tinggi rumah 4,6 meter. Rumah tersebut terdiri dari dua lantai dilengkapi dengan ruang tamu, dua buah kamar, dapur, dan bagian atas yang berlantai kayu dibiarkan tanpa sekat.

Perkampungan ini kini menjadi salah satu desa wisata andalan Sleman dengan dominasi warna putih.

Tugu peringatan

Pada 2016, Pemerintah Kabupaten Bantul membangun tugu peringatan atau tetenger yang berada tak jauh dari pusat gempa di Dusun Potrobayan, Srihardono, Pundong.

Pembangunan ini bertujuan untuk mengenang dan meningkatkan kesadaran tanggap bencana bagi warga Yogyakarta umumnya dan warga Bantul pada khususnya karena paling banyak korban yang tewas.

Terdapat satu buah tugu prasasti di tengah dengan bentuk persegi panjang. Tugu ini dibangun dari batu andesit setinggi 1,5 meter yang ditandatangani oleh Kepala BNPB Willem Rampangilei yang saat itu menjabat.

Di samping kanan dan kiri, juga terdapat tiga batu yang ditandatangani oleh Gubernur Sri Sultan Hamengkubuwono X, Bupati Bantul dan Rektor UPN.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com