Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Syarat Diversi, Geng Siswi SMA Tak Mampu Bayar Media dan Ganti Rugi Pengobatan

Kompas.com - 25/05/2019, 13:18 WIB
Hendra Cipta,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi


PONTIANAK, KOMPAS.com - Upaya hukum diversi kasus pengeroyokan siswi SMP berinisial AU (14), oleh geng siswi SMA di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, kandas.

Kasus yang sempat menyedot perhatian publik tersebut, berpotensi diselesaikan di meja hijau pengadilan.

Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, Alik R Rosyad menerangkan, dalam proses penandatanganan kesepakatan diversi di Pengadilan Negeri Pontianak, Kamis (23/5/2019) kemarin, pihak keluarga pelaku menyatakan, tidak sanggup membuat permintaan maaf di media.

Baca juga: Geng Siswi SMA Pengeroyok Siswi SMP Tolak Syarat Diversi

Menurut Alik, mengacu kesepakatan diversi di kejaksaan sebelumnya, pihak pelaku diwajibkan membuat permintaan maaf di empat media cetak dan empat media elektronik, selama tiga hari berturur-turut.

Selain itu, saat di pengadilan kemarin, keluarga korban juga meminta biaya penggantian rumah sakit.

"Karena dianggap biaya yang akan dikeluarkan cukup besar, jadi pihak keluarga pelaku menyatakan tidak sanggup," kata Alik, kepada Kompas.com, Sabtu (25/5/2019).

Sebenarnya, hakim di Pengadilan Negeri Pontianak yang menjadi mediator membuka ruang negosiasi terkait jumlah sarana media yang digunakan, namun tidak mencapai kesepakatan.

"Dengan demikian proses diversi dinyatakan gagal dan dilanjutkan ke persidangan," ucap dia.

Kawal sampai ke persidangan

Alik memastikan, pihaknya akan tetap mengawal kasus tersebut agar berjalan sesuai prosedur.

"Kami akan memastikan, anak sebagai korban dan pelaku, terpenuhi hak-haknya di dalam persidangan," tegas dia.

Baca juga: Meski Diversi, Geng Siswi SMA Pengeroyok Pelajar SMP Tetap Kena Sanksi Pelayanan Sosial

Hak-hak anak yang diatur dalam Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), di antaranya meliputi, harus didampingi keluarga atau orang dewasa. Selain itu mewajibkan hakim dan jaksa melepas toga dan seragamnya.

"Hakim dan jaksa melepesas toga dan seragamnya sudah menjadi hal biasa dalam peradilan pidana anak," terang dia.

Menurut Alik, kasus ini telah bergulir sejak 5 April 2019 silam. Dalam prosesnya sampai dengan sekarang, langkah pedampingan psikologi dan pendidikan telah dilakukan KPPAD Kalbar.

Baik kepada anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku. Pihaknya juga selalu terlibat dalam pelbagai upaya diversi yang dilakukan di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com