Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPAI Temukan Kejanggalan Sekolah Terkait Ketidaklulusan Aldi

Kompas.com - 24/05/2019, 10:16 WIB
Fitri Rachmawati,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari Rabu hingga Jumat (24/5/2019), berada di Lombok, NTB, terkait kasus Aldi Irpan, siswa kelas XII jurusan IPS, SMAN 1 Sembalun, Lombok Timur, yang tidak diluluskan karena bersikap kritis.

Komisioner KPAI, Retno Listyarti yang melakukan pengawasan kasus ini, mengumpulkan informasi dari para guru dan rekan sekolah Aldi untuk mendapatkan informasi sebenarnya.

Kunjungan ke rumah Aldi serta bertemu keluarganya dilakukan oleh KPAI guna memastikan bahwa informasi atau berita yang beredar terkait ketidaklulusan Aldi sesuai fakta.

"Saya memang langsung menuju Sembalun, Lombok Timur, begitu tiba di bandara, Rabu (22/5/2019) kemarin, mengorek semua informasi dari semua pihak, termasuk mengumpulkan data-data resmi yang memang dikeluarkan secara resmi oleh sekolah, seperti rapor," kata Retno, Jumat (24/5/2019).

Baca juga: 3 Alasan Aldi Irpan Tak Diluluskan oleh SMAN 1 Sembalun Lombok

Dia mengatakan, keputusan ketidaklulusan Aldi harus dipertimbangan kembali karena berpotensi kuat melanggar hak-hak anak dan demi kepentingan terbaik bagi anak.

Kesalahan-kesalahan yang dilakukan Aldi, menurut kepala sekolah, guru BP (Bimbingan Konseling), bukanlah jenis pelanggaran berat dan bukan tindakan pidana.

"Mengungkapkan pendapat dan mengkritisi kebijakan sekolah dijamin Konstitusi Republik Indonesia. Partisipasi anak juga dijamin Undang-Undang Perlindungan Anak, bahkan suara anak wajib didengar pihak sekolah," kata Retno.

KPAI berikut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Kemendikbud, yang diwakili Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) NTB, Inspektorat NTB, serta pihak kepala sekokah SMAN 1 Sembalun dan jajarannya, menggelar rapat koordinasi, Kamis (23/5/2019).

Rapat itu berjalan hampir tiga jam dan cukup alot karena kepala sekolah Sadikin Ali tetap bersikukuh bahwa keputusannya tidak meluluskan Aldi merupakan keputusan final dan merupakan keputusan dewan guru.

"Ini keputusan dewan guru, bukan saya sendiri, dan kami telah menilai Aldi itu selama tiga bulan. Tidak meluluskan dia bukan karena nilainya, melainkan karena sikap dan perilakunya yang suka mengkritik kebijakan sekolah," kata Sadikin Ali.

Retno justru mempertanyakan cara pandang kepala sekokah terhadap anak didiknya.

"Kalaupun masukan Aldi tidak diterima, itu hak sekolah tidak menjalankannya, tetapi berpendapat bukan sebuah kesalahan berat. Itu hak Aldi yang dilindungi undang-undang," ujar Retno.

Ali Sadikin menimpali bahwa Aldi memang suka protes, tetapi tidak konsisten. Aldi, kata dia, telah melanggar pakta integritas yang ditandatangani sendiri, yang di dalamnya termuat 30 poin yang tidak boleh dilanggar.

Retno kembali mempertanyakan soal pakta integritas yang disebut kepala sekolah.

"Soal pakta integritas itu untuk pekerja, untuk profesi, bukan untuk anak-anak. Pakta integritas di negeri ini adalah untuk mengatasi KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Sebuah kekeliruan anak disuruh menandatangani pakta integritas. Yang bisa ditandatangani anak itu, kesepakatan, perjanjian, bukan pakta integritas. Itu saja sudah batal demi hukum," papar Retno.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com