CIANJUR, KOMPAS.com – Canjur sangat identik dengan tauco, bahkan kabupaten yang berada di wilayah Jawa Barat itu pun telah lama dijuluki kota tauco.
Tak berlebih mengingat eksistensi bumbu masakan atau sambal itu telah ada di Cianjur jauh sebelum republik ini ada.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com dari berbagai referensi, tauco masuk ke daerah Cianjur sejak abad 19 pada tahun 1880, yang dibawa oleh seorang pedagang asal Tiongkok bernama Tan Kei Hian.
Awal sebutan tauco sendiri adalah tao tsioe, yang mengalami perubahan pelafalan setelah masuk ke daerah Cianjur.
Baca juga: Mencicipi Gurihnya Tauco Cookies, Oleh-oleh Khas Dari Cianjur
Tauco sebagai produk olahan hasil fermentasi rebusan kacang kedelai dengan campuran bahan lainnya itu digunakan masyarakat sebagai bumbu penyedap rasa untuk merangsang selera makan.
Di Cianjur, tauco yang diproduksi Nyonya Tasma paling legendaris karena mampu eksis selama ratusan tahun. Saat ini, untuk kepentingan dagang, tauco Nyonya Tasma diberi label atau cap Meong.
Nyonya Tasma atau nama lain dari Tjoa Kim Nio itu sendiri merupakan istri Tan Kei Hian, pelopor industri tauco di Cianjur.
Tan Kei Hian lebih familiar dipanggil Babah Tasma karena kebiasaannya memakai kacamata kala itu. Tasma dalam bahasa Sunda merujuk pada arti kacamata.
Di tengah tumbuh subur produk sejenis yang dinilai lebih modern dengan cita rasa variatif, tauco cap Meong produk Nyonya Tasma mampu eksis hingga saat ini.
Baca juga: Mencicipi Swike Purwodadi, Sup Kodok dengan Tauco
Salah satu faktornya ternyata ada pada cara pengolahan yang masih sangat tradisional, termasuk alat-alat atau perkakas yang dipergunakannya.
Stefany Tasma (27), salah satu generasi penerus produksi tauco Cap Meong Nyonya Tasma menuturkan, hingga saat ini, ia tetap mempertahankan cara pengolahan atau proses produksi demi menjaga orisinalitas dan cita rasa produk.
“Saya adalah generasi keempat dari bisnis usaha keluarga ini. Tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk terus bisa berinovasi,” tutur Stefany, saat ditemui Kompas.com di Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Kamis (23/5/2019) petang.
Stefany yang baru mengelola penuh bisnis keluarganya itu dalam lima tahun terakhir mengaku, ia menggunakan guci-guci yang telah menjadi saksi sejarah perjalanan bisnis keluarganya untuk mempertahankan cara pengolahan tradisional yang diwariskan secara turun temurun.
Guci-guci yang berfungsi sebagai wadah fermentasi kacang kedelai yang digunakan saat ini, sebut dia, adalah guci yang sama saat Babah Tasma dan sang istri, Nyonya Tasma, memulai bisnis itu ratusan tahun silam.
“Informasi dari ayah saya dan keluarga, guci ini dulu dibawa langsung dari Tiongkok. Dulu jumlahnya banyak, ratusan, sekarang berkurang karena beberapa ada yang hilang. Umurnya yah seusia usaha ini, sekitar seratus tahunan,” terang dia.