PEKANBARU, KOMPAS.com - Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Pekanbaru, Riau, melakukan aksi unjuk rasa memperingati 21 tahun Reformasi, Selasa (21/5/2019) sore.
Unjuk rasa yang berlangsung di depan Kantor DPRD Riau ini, sempat diwarnai kericuhan.
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Nusantara ini, menyampaikan beberapa tuntutan kepada pemerintah, diantaranya tuntaskan kasus hak asasi manusia (HAM) dan stabilkan perekonomian bangsa.
Namun, aksi unjuk rasa tidak berjalan dengan lancar. Mahasiswa dan polisi terlibat aksi saling dorong.
Kericuhan berawal dari mahasiswa yang hendak masuk ke dalam Kantor DPRD Riau. Namun, pagar ditutup dan dijaga ketat oleh petugas kepolisian dan Satpol PP.
Mahasiswa tetap mencoba memaksa untuk masuk dengan mendorong aparat pengamanan. Saat itulah terjadi aksi saling dorong.
Melihat mahasiswa yang terus berusaha masuk, petugas kepolisian menembakkan air dari water canon.
Upaya polisi tersebut memancing emosi mahasiswa. Situasi makin tegang. Tampak pula mahasiswa melemparkan batu dan kayu ke arah polisi.
Aksi saling dorong tak terhindarkan lagi. Bahkan juga ada terlihat aksi saling tarik menarik. Seorang mahasiswa terlihat pingsan.
Polisi terus berusaha menenangkan massa aksi dengan berbagai cara. Mahasiswa tak berhenti melakukan orasinya.
Tak lama setelah itu, Kapolresta Pekanbaru Kombes Susanto tiba di lokasi langsung menenangkan massa.
Susanto terlihat mengajak beberapa mahasiswa berdiskusi sambil duduk. Di sinilah mahasiswa tampak mulai tenang setelah mendapat pengarahan.
Setelah berdiskusi, massa masih belum bisa masuk ke dalam Kantor DPRD Riau. Sehingga massa memblokade Jalan Jenderal Sudirman, yang menyebabkan macet panjang. Pengguna jalan pun terlihat kesal melihat jalan tersebut ditutup.
Tak lama setelah itu, mahasiswa berhasil masuk ke dalam Kantor DPRD Riau, yang dikawal ketat oleh polisi. Mereka menyampaikan beberapa tuntutan.
Baca juga: Lapas Narkotika Langkat Ricuh, Sejumlah Napi Kabur
Mahasiswa menuntut agar pemerintah menuntaskan kasus HAM yang ada di Indonesia. Meliputi, kematian empat aktivis mahasiswa Trisakti pada massa Orde Baru, kasus Munir, kasus Novel Baswedan, serta tindak tegas kasus pelanggaran HAM terhadap keluarga Mariatun, dan stop kriminalisasi mahasiswa.