Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikmati Segarnya Es Tapai Bakung, Minuman Legendaris Cirebon Sejak 1980

Kompas.com - 19/05/2019, 21:37 WIB
Muhamad Syahri Romdhon,
Rachmawati

Tim Redaksi

CIREBON, KOMPAS.com – Siapa yang tidak tahu es tapai Bakung khas Cirebon? Es tapai yang berbahan dasar ketan fermentasi ini melegenda di tanah wali. Anda dapat menemuinya di berbagai titik atau langsung datang di lokasi produksi, Desa Bakung, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon.

Salah satu penjualan es tapai ketan yang selalu ramai di kunjungai adalah Es Tape Ketan Bp Mur yang terletak di pertigaan jalan KS Tubun, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon

Warung tersebut sudah ada sejak tahun1980 dan saat ini dikelola oleh generasi kedua.

Pelanggan es tapai Bakung berasal dari semua kalangan, dari mereka yang datang dengan jalan kaki hingga membawa kendaraan roda empat. Tidak jarang, jalan raya depan warung es tapai Bakung macet karena banyaknya pembeli yang datang.

Baca juga: BI Cirebon Siapkan Rp 8 Triliun Rupiah untuk Kebutuhan Tukar Uang Baru Selama Ramadhan

Selain aromanya yang khas, harga es tapai Bakung sangat murah yaitu hanya Rp 2.000 per bungkus. Harga yang terjangkau membuat es tapai ini menjadi jujugan warga Cirebon saat berbuka puasa.

Rohman, salah satu pembeli mengaku mengantri untuk enam bungkus es tapai. Menurutnya es tapai Bakung milik Bapak Mur di pertigaan KS Tubun memiliki rasa yang khas dan manis alami.

“Lumayan sering. Rasanya enak, terus tapenya sesuai, asli gak abal-abal. Asli. Memang terkenal ini tape dari Bakung. Saya beli sering kehabisan terus,” kata Rohman kepada Kompas.com di lokasi, Rabu (15/5/2019).

Rohman dan dua orang temanya rela datang dari Desa Celancang Kecamatan Gunung Jati ke warung sederhana itu untuk berbuka berpuasa.

“Ini buat bukber sama temen-temen. Harganya terjangkau pisan, satu bungkus 2000,” tambah Rohman.

Pemilik es tape Bakung Bp. Mur adalah Murani (70 dan istrinya Masturi (60). Kedua pasangan ini dikaruniai tiga orang anak yakni Sadikin (40), Sunenti (38), dan Maman (35). Namun hanya Sunenti dan Maman yang melanjutkan usaha Murani berjualan es tapai.

Sunenti menceritakan bapaknya sudah berjualan es tapai sejak tahun 1980 dengan menggunakan sepeda kayuh yang dipasang gerobak di bagian belakangnya.

Murani berjualan dengan cara berkeliling salah satunya di kawasan Gunung Sari Grage, Kebon Baru. Baru pada pada tahun 1982, Murani berhenti berkeliling dan menetap berjualan di pertigaan KS Tubun.

Murani kemudian menganti sepeda kayuhnya dengan sepeda motor pada tahun 1990. Lalu pada tahun 2017, berganti sepeda motor roda tiga hingga sekarang.

Baca juga: Masjid Bata Merah Panjunan, Simbol Akulturasi Budaya dan Agama di Cirebon

Murani berjualan hingga tahun 2008 dan secara bertahap usahanya diturunkan pada anak-anaknya.

“Pertama, yang meneruskan jualan bapak adalah Maman di tahun 2008. Terus saya ikut menemani Maman di tahun 2010, jadi dua orang. Nah, karena pembeli yang terus bertambah ramai, istri Maman, Sueni kut bantu jualan sejak tahun 2016 hingga saat ini,” kata Sunenti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com