Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilik Lahan di Sirkuit MotoGP Mandalika Ingin Lahannya Dibeli Bukan Diganti Rugi

Kompas.com - 19/05/2019, 12:14 WIB
Fitri Rachmawati,
Khairina

Tim Redaksi

LOMBOK TENGAH, KOMPAS.com- Puluhan pemilik lahan di areal Moto GP, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kuta, Lombok Tengah meminta Indonesia Tourism Development Coorporate (ITDC) segera membayar ratusan hektare tanah mereka yang masuk dalam areal atau kawasan sirkuit MotoGP.

Gema Lazuardi, salah seorang pemilik lahan di lokasi paling strategis yang disebut-sebut sebagai lokasi utama (venue utama) atau garis start sirkuit MotoGP pada Kompas.com, Sabtu (18/5/2019) meminta ITDC agar segera membayarkan lahan masyarakat sebelum sirkuit dibangun.

"Dulu tahun 2016, lahan saya seluas 60 are atau 6.000 meter persegi itu ditawar dengan harga Rp 3 miliar oleh ITDC. Tetapi, seiring perjalanan waktu, proses transaksi belum berjalan," kata Gema.

Baca juga: Ridwan Kamil Ngebet Ingin Bangun Sirkuit MotoGP di Jabar

Tersendatnya pembayaran kawasan itu, bukan dialaminya sendiri. Ada 49 pemilik lahan lainnya turut jejaknya dan menyerahkan kuasa padanya, agar proses pembayaran bisa sama dan rata, dan bukan diberi ganti rugi atau diberikan tali asih seperti pemilik lahan sebelumnya.

Ketika tahu Jokowi akan datang, Gema dan pemilik lahan lainnya sempat akan memasang spanduk di lahan mereka masing-masing, menyambut kunjungan presiden di areal MotoGP.

Dia menjelaskan, jika merujuk pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) untuk lahan miliknya mencapai Rp 500 juta per are, sehingga jika ditotal mencapai Rp 30 miliar.

"Tempat saya itu venue utama sirkuit atau jantungnya sirkuit MotoGP. Saya sebenarnya sudah lelah, bayangkan berapa tahun saya berusaha supaya diselesaikan, tapi tak ada titik terang dari ITDC," ungkapnya.

Baca juga: Gandeng Investor Malaysia, Sumedang Berencana Bangun Sirkuit MotoGP

Warga yang lahannya masuk kawasan Mandalika Resort memang tidak bisa menjual tanahnya pada pihak lain selain ITDC, meskipun banyak yang berminat.  Mau tidak mau, warga harus menyerahkan penyelesaiannya dengan ITDC, termasuk Gema Lazuardi.

Gema mengatakan, ITDC kerap menyampaikan pada presiden bahwa pemerintah NTB tidak ada persoalan di lokasi pembangunan sirkuit. Padahal, di bawah carut marut dan tidak beres.

Dia berharap Presiden Joko Widodo harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di kawasan Mandalika, masalah masih ada dan tidak bisa dibiarkan begitu saja.


Tanah diklaim masuk HPL

Mendapatkan lahan seluas 60 are bukanlah hal mudah bagi Gema. Dia menyelesaikan sengketa lahan tersebut terlebih dahulu. Dia membeli dari Amaq Anip, sebanyak 30 are diberikan percuma dan 30 are sisanya dibayarnya dengan harga Rp 300 Juta, tahun 2010 silam.

Tanah 60 are yang sudah menjadi miliknya telah sesuai keputusan Mahkamah Agung (MA) tahun 1995, tetapi sebelumnya telah diterbitkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang terbit tahun 1993-1994, sehingga diklaim oleh ITDC sebagai HPL.

Baca juga: Jokowi: Pembangunan KEK Mandalika Menggunakan Standar Tinggi

Meski demikian masyarakat punya hak untuk menentukan harga, bukan menerima ganti rugi apalagi tali asih, karena tanah yang warga kuasai sebagai hak milik.

Direktur ITDC Abdulbar M Mansoer yang sempat dihubungi lewat telpon, Sabtu (18/5/2019) siang mengatakan, tidak ada yang bersengketa di kawasan Mandalika, yang ada pihaknya akan memberikan ganti rugi untuk tanah-tanah enklave.

"Tanah-tanah enklave kita ganti rugi. Kalau yang bersengketa ke pengadilan kita, begitu ya," Kata Mansoer singkat.

Terkait besarnya ganti rugi, Mansoer tidak menjelaskan lebih lanjut. Jawaban secara mendetail akan diterangkan selanjutnya oleh Sekertaris ITDC Miranti Redranti melalui keterangan tertulis.


Tanah-tanah enklave harus dibayar layak

Aktivis Serikat Tani NTB Burhanuddin SH menilai, apa yang disampikan ITDC sudah jelas, bahwa mereka mengakui ada kawasan atau tanah-tanah enklave, yang artinya tanah yang masih dikuasai orang lain dalam sebuah kawasan.

Tanah-tanah yang masih merupakan hak milik orang lain dalam kawasan seperti kawasan yang akan dibangun sirkuit Moto GP itu harus diperlakukan khusus.

"Pemiliknya bukan diperlakukan seperti penggarap yang hanya diberikan tali asih, tapi ini harus diperhitungkan seperti jual beli dengan harga sepatutnya, kalau tali asih atau ganti rugi kan semau maunya-pemerintah, harga harus yang sepatutnya," terang Burhan.

Luas tanah yang berstatus enklave diperkirakan Burhan puluhan hektar dan berada di lokasi pembangunan sirkuit MotoGP.

Burhan menyarankan ITDC maupun Pemerintah Provinsi NTB segera menyelesaikan pembebasan lahan tersebut jika menargetkan penyelesaian pembangunan sirkuit rampung 2020 mendatang.

Berdasarkan pengalaman, Serikat Tani NTB mengadvokasi petani dan masyarakat di kawasan yang diklaim ITDC. Posisi masyarakat selalu di posisi yang sulit dan kerap diselesaikan dengan tali asih dengan kisaran Rp 25 juta hingga Rp 50 juta berapa pun luas lahan mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com