Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Fakta Kasus Status "People Power" Bakal Makan 200 Korban Jiwa, Alasan Pelaku hingga Ancaman Berat

Kompas.com - 18/05/2019, 13:52 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gara-gara menulis status tentang "people power", Muhammad Aufar (29) harus berurusan dengan polisi.

Pegawai honorer di Dinas Sosial Sulawesi Selatan itu diduga menyebar ujaran kebencian melalui akun Facebook miliknya sendiri.

Dalam unggahannya, polisi menemukan bukti bahwa pelaku mengajak masyarakat untuk ikut gerakan people power pada tanggal 22 Mei 2019. Selain itu, dirinya juga menyebutkan bakal ada 200 korban jiwa dalam aksi tersebut.

Berikut ini fakta selengkapnya:

 

1. Alasan pelaku unggah status gerakan "people power"

Berdasarkan survei ini, sekitar 80 persen desainer interior beralih dan aktif di berbagai platform sosial media.ftadviser.com Berdasarkan survei ini, sekitar 80 persen desainer interior beralih dan aktif di berbagai platform sosial media.

Di depan polisi, Muhammad Aufar menjelaskan alasan dirinya membuat status tersebut. Dia mengaku kecewa dengan pemerintah.

Pelaku mengunggah status tersebut pada hari Rabu (15/5/2019) di akun Facebook pribadinya.

Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Dicky Soendani mengatakan, status tersebut dianggap berbahaya dan mengandung unsur provokatif.

"Ini jelas melanggar pidana dan ucapan dia sangat berbahaya sekali di akun media sosial di Facebook. Dan ini diketahui masyarakat luas," kata Dicky saat menggelar konferensi pers di ruang cyber crime Polda Sulsel, Jumat (17/5/2019).

Baca juga: Ini Ancaman Hukuman Pelaku Penulis 200 Korban Jiwa Saat People Power di Facebook

 

2. Pelaku mengaku bukan relawan capres

Calon Presiden Nomor Urut 01, Joko Widodo (kiri) dan no urut 02, Prabowo Subianto bersalaman usai Debat Kedua Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019).KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Calon Presiden Nomor Urut 01, Joko Widodo (kiri) dan no urut 02, Prabowo Subianto bersalaman usai Debat Kedua Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019).

Polisi menyebutkan, pelaku masih berstatus sebagai pegawai honorer di kantor Dinas Sosial Provinsi Sulsel.

Saat diperiksa secara intensif, pelaku membantah bahwa dirinya adalah relawan dari salah satu pasangan calon capres-cawapres.

Namun, pihak kepolisian masih akan mendalami keterangan tersebut.

"Menurut keterangan awal, dia bukan relawan paslon A atau B. Tapi kami akan dalami apakah dia masuk kelompok A atau B," kata Dicky.

Baca juga: Tulis Status Akan Ada 200 Korban Jiwa Saat "People Power", Pegawai Honorer Ditangkap

 

3. Status dihapus pelaku sebelum ditangkap

Ilustrasi media sosialdiego_cervo Ilustrasi media sosial

Dicky mengungkapkan, setelah mengetahui tentang status tersebut, polisi segera melacaknya.

Selang sehari, polisi bisa melacak keberadaan Aufar dan segera mengamankannya dari sebuah rumah di Kecamatan Panakukang, Makassar, Kamis (16/5/2019).

Sementara itu, status yang berisi ujaran kebencian sudah dihapus dari Facebook.

Dalam penangkapan, polisi mengamankan barang bukti berupa handphone dan screenshoot status di Facebook Aufar. Menurut Dicky, status yang ditulis bisa mengancam stabilitas keamanan negara.

Baca juga: Kiai dan Pendekar Madiun Doakan Pendukung "People Power" Dapat Hidayah

 

4. Pelaku terancam 6 tahun penjara

Ilustrasi penjara.. Ilustrasi penjara.

Akibat perbuatannya, Aufar diancam hukuman penjara maksimal selama enam tahun.

Dicky mengatakan, Aufar dikenakan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI. No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Yaitu setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) diancam dengan hukuman paling lama enam tahun," kata Dicky.

Baca juga: Masyarakat Diminta Tolak Ajakan "People Power"

 

5. Pelaku juga terancam denda Rp 1 miliar

Ilustrasi uangKOMPAS/HERU SRI KUMORO Ilustrasi uang

Selain hukuman enam tahun penjara, pelaku juga terancam denda sebesar Rp 1 miliar.

Menurut penyidik Tim Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sulsel, postingan Aufar yang diketahui pada 15 Mei itu bersifat menghasut serta menimbulkan ancaman untuk stabilitas keamanan nasional.

"Kami sudah print postingan-nya semenjak membuat ujaran kebencian ini, dan ini sangat berbahaya sekali untuk stabilitas keamanan nasional," imbuh Dicky.

Baca juga: PWNU NTB: Lebih Baik Buka Bersama daripada "People Power"

 

6. Gubernur Sulsel: Tolak ajakan ikut people power 

Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah saat diwawancara di kantor Gubernur Sulsel, Selasa (7/5/2019). Kompas.com/HIMAWAN Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah saat diwawancara di kantor Gubernur Sulsel, Selasa (7/5/2019).

Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah meminta warganya untuk tidak mengikuti ajakan gerakan people power dan percaya kepada KPU untuk hasil penghitungan Pemilu 2019.

Menurutnya, penetapan hasil pilpres yang dilakukan oleh KPU sudah diamanatkan oleh negara. Untuk itu, dia menyebutkan, tak perlu menanggapi secara berlebihan karena hasilnya akan ditetapkan KPU pada 22 Mei 2019.

"Mohon tidak ikuti arahan yang bertentangan dengan undang-undang. Juga ke seluruh masyarakat tidak ikut imbauan people power," kata Nurdin di Makassar, Kamis (16/5/2019).

Baca juga: Gubernur Sulsel Minta Warganya Tidak Tanggapi "People Power" secara Berlebihan

 

Sumber: KOMPAS.com (Himawan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com