Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanam Jambu Air di Pekarangan Rumah, Udin Hasilkan Rp 20 Juta per Bulan

Kompas.com - 16/05/2019, 14:15 WIB
Dewantoro,
Khairina

Tim Redaksi


LANGKAT, KOMPAS.com - Sekitar empat tahun lalu, Udin membelanjakan Rp 6 juta untuk membeli 100 batang jambu air dari seorang penangkar tanaman di daerah Binjai.

Dia mengikuti rekan-rekan sekampungnya di Desa Teluk, Kecamatan Secanggang Langkat yang sudah memulainya tiga tahun lebih awal.

Selama delapan bulan, dia berjuang merawatnya dengan pengalaman dan pengetahuannya tentang perawatan yang baik hingga menghasilkan.

Ketekunannya berbuah manis. Jambu air bernama madu deli tersebut tumbuh dengan maksimal, memiliki bentuk dan ukuran yang menarik serta rasa yang manis.

Baca juga: Kisah Mak Pak Kim Bercocok Tanam di Ruko Lantai 5, Panen Bawang hingga Siap Tularkan Ilmu

Kepada Kompas.com, ketika disambangi di rumahnya yang bersebelahan langsung dengan pekarangannya, Udin sibuk mengusap bekas lem di jari-jari tangannya, Kamis (16/5/2019).

"Baru siap beresin pompa air. Kalau rusak, gimana mau nyiram tanaman. Hujan masih jarang turun jadi harus siram," katanya ramah.

Udin menjelaskan, menanam jambu air sudah mengubah perekonomian masyarakat di Desa Teluk. Dia tidak mengetahui persis berapa luas lahan jambu air karena umumnya ditanam di pekarangan rumah.

Dia sendiri memiliki lahan seluas 4 rante (1 rante = 400 meter). Sebanyak 100 batang jambu air yang ditanamnya setiap dua bulan sekali bisa menghasilkan 1,2 ton buah.

Udin tidak mau sembarangan dalam merawat. Ia pun tak sembarangan dalam penjualan. Dia sangat memerhatikan tanamannya, pemupukannya, sehingga buahnya berkualitas. Dengan begitu harga jualnya pun tinggi.

Di saat petani lain menjual dengan harga cong atau harga borongan tanpa melihat ukuran dan kualitas sebesar Rp 12.000 per kilogram.

"Kalau kita tak pernah seperti itu. Kita jual dengan kualitas, jadi kita tolak ke agen, Rp 21.000 per kilogram," katanya.

Baca juga: Berkat Hutan Mangrove, Nelayan dan Petani Kelapa di Maluku Utara Punya Penghasilan Tambahan

Dengan harga tersebut, maka tidak heran dia bisa menghasilkan Rp 20 juta per bulan. Dengan kata lain, Udin 'menggaji' dirinya sendiri Rp 10 juta per bulan.

Dalam setahun, dia bisa panen raya 8-10 kali. Kenapa bisa begitu? Menurutnya, setiap kali panen raya 2 bulan sekali, selalu ada buah susulan yang dipanen di antara panen raya.

"Menanam jambu air ini untung banyak. Karena yang sudah ada rusaknya sedikit pun, tetap bisa dijual, istilahnya di-coes. Dipotong bagian yang rusak itu, jual ke penjual rujak, Rp 3000 per kilogram, lumayan," katanya.

Udin menambahkan, meskipun dirinya memiliki agen yang siap membeli jambu airnya dengan harga tinggi dan memasarkannya ke berbagai daerah baik Medan, Langkat, Binjai dan sekitarnya, namun harga jual bisa saja turun jika panen raya bersamaan dengan petani lain.

Pasalnya, di desa ini jambu air sudah menjadi primadona dan terkenal sebagai salah satu penghasil jambu air di Langkat.

"Tak tahu berapa luasnya ya. Ini 4 rante ada 100 batang. Kalau keseluruhan, di desa ini adalah 10.000 batang, lebih pun mungkin. Kalau panen bareng, itu pusing kita. Untungnya tidak setiap kali panen," katanya.

Udin menambahkan, sebenarnya jambu air Desa Teluk sudah pernah menembus pasar ekspor sekitar setahun yang lalu. Tentu saja harga beli dari petani melambung. Dia merasakan di mana jambu air dari pekarangan rumahnya dihargai dua kali lipat dari harga sekarang.

"Tapi sudah tak lagi karena kata agennya, kargo makin mahal, tak tahan mereka ekspor. Kita pun bisa apa," katanya.

Baca juga: Kisah Sartam, Petani yang Berbagi Ladang dengan Kawanan Monyet

Indra Saputra, salah seorang pedagang pengumpul di desa tersebut mengatakan, saat ini buah sedang sepi. Dia hanya dapat 1 ton per dua hari.

Di saat normal, dia bisa mendapatkan lebih dari 1 ton per hari. Jambu air tersebut dipasarkan ke penjual di daerah sekitar Langkat, Medan, Binjai dan lainnya. Di luar Sumatera Utara, jambu ini juga dikirim ke Aceh, Pekanbaru, Padang, Jakarta, Depok, Bogor dan lain sebagainya.

Selama empat tahun menjadi pedagang pengepul, dia juga sudah mengenyam rasa pahit berbisnis jambu air.

"Pernah beberapa kali ditipu, barang sudah dikirim, tapi uang tak dibayarkan ke kami. Menghilang begitu saja. Kita pun tak kenal dengan pembelinya, kota kan jual juga lewat Facebook, mereka kontak, kita kirim lah. Tapi tak dibayar, ya saya anggap itu bukan rezeki saja," katanya.

Wakil Direktur Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (Bitra) Indonesia, Iswan Kaputra mengatakan, masyarakat akan lebih berdaya jika perangkat-perangkat di desa berperan aktif.

Mulai dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), pemerintahan desa, kelompok tani, bersama-sama dengan agen dan eksportir membangun pemasaran atau rantai perdagangan yang disepakati dan saling menguatkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com