Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesarean Gunung Kawi, Jejak Perjuangan Pengawal Diponegoro serta Wujud Toleransi Etnis dan Agama

Kompas.com - 15/05/2019, 09:54 WIB
Andi Hartik,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

"Saya dapat pastikan bahwa yang menghakimi di sini tempat pesugihan, saya yakin 99 persen mereka belum pernah ke sini," tegas Iwan.

Iwan mengatakan, banyak orang yang salah tafsir tentang nasihat Eyang Jugo dan Iman Soedjono. Salah satunya adalah tentang buah dewandaru.

Sebagian masyarakat menganggap bahwa pohon dewandaru yang ada di komplek pesarean memiliki arti mistis. Mereka menganggap bahwa orang yang dijatuhi buah dewandaru akan mendapatkan rezeki yang melimpah.

Iwan mengatakan, anggapan tersebut salah. Menurutnya, ada nasehat yang tidak dapat diterjemahkan sehingga menimbulkan salah pemahaman.

"Dulu Eyang memberi suatu pelajaran kepada santri. Kamu Kalau ingin hidupmu mulia, tunggu jatuhnya buah ini. Artinya, kalau kita ingin mendapatkan sesuatu, harus melalui proses dan kesabaran," jelasnya.

Ramai tiap 1 Muharram

Sementara itu, setiap 1 Muharram atau tahun baru hijriah, Pesarean Gunung Kawi selalu padat dengan wisatawan. Seni ogoh-ogoh yang berlangsung sejak tahun 2002 cukup mencuri perhatian wisatawan.

Seni ogoh-ogoh tersebut awalnya diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Malang dan akhirnya menjadi tradisi yang selalu digelar setiap 1 Suro atau Muharram.

"Sebenarnya tradisi yang ada dulu itu tanggal 12 Suro. Jadi tanggal 12 Suro ini keluarga Eyang Iman mengadakan peringatan haul," katanya.

"Baru tahun 2002 warga masyarakat Desa Wonosari mengadakan gebyar ritual 1 Suro," jelasnya.

Harianto, salah satu peziarah asal Jember, Jawa Timur mengatakan, dirinya sudah sering mengunjungi pesarean tersebut. Meski begitu, Harianto mengaku hanya berziarah, tidak untuk mencari pesugihan.

"Ziarah saja ke sini. Sudah sering tapi tidak rutin," katanya.

Hal yang sama disampaikan oleh Agus Supriyanto. Meski kerap mengunjungi pesarean itu, ia tidak bermaksud mencari pesugihan. Agus berziarah ke pesarean tersebut karena nilai sejarahnya.

Agus juga mengaku heran dengan warga etnis keturunan Tionghoa yang kerap mengunjungi pesarean itu.

"Saya heran juga. Tapi ini kan keturunan Mataram dulu," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com