Iwan mengatakan, Iman Soedjono mewariskan dua kita karyanya di area persarean tersebut. Namun hingga saat ini, kitab itu belum bisa dipelajari.
Kitab tersebut memuat bahasa jawa kuno dengan tulisan arab pegon yang ditulis tangan.
"Kami masih berusaha menterjemahkan. Karena beliau ini ulama besar, tetapi juga mencintai budaya. Jadi tulisan ini menggunakan arab gundul (pegon) tapi bunyinya bahasa Jawa Kuno.
"Kami juga kerjasama dengan Keraton Solo dan Yogyakarta. Semua ini demi kebaikan bersama dan kemajuan bersama," jelasnya.
Nilai sejarah yang melekat pada Pesarean Gunung Kawi menjadikannya sebagai tujuan ziarah atau wisata religi. Warga dari berbagai etnis dan agama datang ke pesarean tersebut untuk berziarah. Etnis Madura, Jawa serta Tionghoa kerap ke lokasi tersebut.
Bagi warga keturunan Tionghoa yang kebanyakan non-muslim, sosok di balik makam tersebut merupakan nenek moyangnya. Sehingga tidak sedikit etnis Tionghoa yang datang ke makam tersebut.
"Jadi keyakinan orang Tionghoa sebenarnya lebih kuat dari kita. Mereka di sini bukan siapa-siapa, tetapi yang awal-awal datang kesini menyuruh keluarganya yang lain datang ke sini," kata Iwan.
Baca juga: Tapak Tilas Jejak Dakwah Pangeran Diponegoro di Masjid Langgar Agung Menoreh
Iwan mengatakan, pasukan Diponegoro saat berperang melawan penjajahan terdiri dari berbagai etnis. Hal itu yang mendasari keyakinan warga Tionghoa bahwa di balik makam tersebut merupakan seorang keturunan China.
"Makanya kalau menganjurkan kepada anak cucunya, kalau mau cari Mbahnya di sana (Gunung Kawi)," katanya.
Saat memanjatkan doa, mereka berdoa dengan keyakinan masing-masing. Bahkan tidak jarang mereka memanjatkan doa bersama-sama yang dipimpin oleh juru kunci yang tidak lain adalah Islam.
"Di sini kan Kenduri, jadi kita doanya menggunakan Bahasa Jawa dan sebagian bahasa Arab sesuai Islam, mereka tidak masalah," ungkapnya.
Tidak hanya itu, di area pesarean berdiri Klenteng Kwan Im dan Masjid RM. Iman Soedjono. Dua tempat ibadah agama yang berbeda itu dipisahkan oleh lapasangan terbuka.
Sementara itu, tepat di samping pesarean terdapat Mushola Kiai Zakaria II.
Iwan mengatakan, Klenteng Kwan Im itu didirikan supaya warga penganut Tridharma (Tao, Konghucu dan Budha) yang berziarah ke pesarean itu bisa beribadah dengan keyakinannya masing-masing.
Baca juga: Tradisi Makan Telur Mimi Sambut Puasa, Tradisi Para Penyebar Islam di Kendal
Banyaknya peziarah yang datang ke pesarean memunculkan stigma negatif di kalangan masyarakat luas. Banyak orang menganggap bahwa Pesarean Gunung Kawi adalah tempat pesugihan atau tempat untuk mencari kaya.