Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Azan Pitu, Tradisi Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon Sejak Zaman Wali Sanga

Kompas.com - 10/05/2019, 18:33 WIB
Muhamad Syahri Romdhon,
Rachmawati

Tim Redaksi

CIREBON, KOMPAS.com – Ada tradisi unik yang hingga saat ini tetap lestari di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, di Kawasan Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat.

Setiap shalat Jumat, lantunan azan tidak dilakukan oleh hanya satu orang, melainkan tujuh orang sekaligus secara bersamaan, yang dikenal dengan tradisi azan pitu.

Baca juga: Tradisi Ramadhan, Ribuan Santri di Medan Mengaji Melingkar bak Kelopak Bunga

Kompas.com  sempat ikut shalat Jumat di Masjid Agung Cipta Rasa (10/5/2019)

Ketujuh muazin atau juru azan sudah bersiap di saf atau barisan khusus yang berada di ruang utama Masjid Agung. Terdapat lima buah pengeras suara yang dipasang secara berjejer di salah satu tiang.

Mereka mengenakan pakaian khusus. Enam orang muazin mengenakan jubah berwarna hijau dan serban putih. Sedangkan satu orang berubah putih dan berserban hitam. Terkadang, ketujuh muazin juga menggunakan jubah dan serban berwarna putih. Jubah ini harus dikenakan setiap melantunkan azan pitu sebagai penanda dan pembeda dengan jemaah lainnya.

Meski dilakukan oleh tujuh orang secara bersamaan, lantunan azan pitu tetap terdengar baik. Panjang pendek nada azan ke tujuh muazin azan pitu ini terdengar seirama. Mereka juga kompak menjaga keseimbangan tinggi rendahnya nada.

Baca juga: Tradisi Makan Telur Mimi Sambut Puasa, Tradisi Para Penyebar Islam di Kendal

Sultan Keraton Kasepuhan XIV, Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningra menyampaikan, azan pitu pertama kali dilakukan pada zaman Sunan Gunung Jati, Syekh Syarif Hidayatullah.

Nyimas Pakungwati salah satu istrinya terserang penyakit. Saat itu, wabah itu juga menyerang sejumlah warga Cirebon sekitar keraton. Sejumlah upaya dilakukan untuk menghilangkan atau menyembuhkan wabah tersebut namun selalu gagal.

“Di era Sunan Gunung Jati, salah satu istrinya yaitu Nyimas Pakungwati yang merupakan putri Mbah Kuwu Cirebon, Pangeran Cakrabuana terkena wabah penyakit. Sehingga banyak masyarakat yang meninggal dan sakit. Salah satu yang terserang wabah itu adalah Nyimas Pakungwati,” terang Arief saat ditemui di Keraton Kasepuhan Senin (5/5/2019).

Syarif Hidayatullah, salah satu anggota wali sanga berusaha mengatasi wabah tersebut. Setelah memohon kepada Sang Pencipta, dia kemudian mendapatkan petunjuk bahwa wabah tersebut akan hilang dengan cara azan yang dilantunkan tujuh orang sekaligus.

Baca juga: Semarang Sambut Ramadhan dengan Tradisi Dugder

Akhirnya, Syarif Hidayatullah memerintahkan tujuh orang warga untuk azan secara bersamaan. Tidak disangka, wabah tersebut seketika hilang dan sejumlah warga sembuh.

Sejak saat itu, kata Arief, Masjid Agung Sang Ciptarasa melestarikan azan pitu. Pada masa lalu, azan pitu dilakukan setiap shalat lima waktu, namun sekarang hanya dilakukan saat shalat Jumat.

Arief menambahkan, ketujuh orang muazin tidak sembarang orang melainkan orang-orang pilihan yang harus berasal dari kaum masjid.

“Yang azan ini harus kaum masjid, yakni keluarga yang secara turun temurun diangkat oleh sultan untuk mengurus masjid ini. Jadi tidak keluar dari kaum ini. Kaum ini jumlahnya hanya 30 orang. Diangkat oleh Sultan, kalau meninggal ya diganti lagi,” tambah Sultan.

Baca juga: Drugdag, Tradisi Pukul Bedug Sambut Ramadhan ala Keraton Cirebon

Muhamad Wahid, salah satu warga Cirebon mengaku memilih shalat Jumat di Masjid Agung Sang Cipta Rasa dari pada ke masjid lain. Menurutnya, masjid tersebut masih sangat tradisional. Selain itu, bangunan masjid yang masih asli  memberikan kesejukan sehingga nyaman saat beribadah.

“Alhamdulillah sering ke sini. Pertama nyaman, kedua suasananya masih tradisional. Dan yang paling unik adalah di sini ada azan pitunya. Ini tidak ada di masjid lain dan membuat saya tertarik shalat di sini. Dari sekian banyak masjid, saya lebih suka shalat di sini,” kata Wahid.

Masjid yang terletak di kawasan Keraton Kasepuhan ini dibangun wali sanga sekitar tahun 1480 Masehi dan menjadi jejak penyebaran agama Islam di Cirebon.

Masjid Agung Sang Ciptarasa kerap dipenuhi warga saat shalat lima waktu. Jumlah pengunjung bertambah saat shalat Jumat. Mereka bukan hanya dari warga sekitar, namun banyak warga dari luar daerah.

Saat bulan suci Ramadahn, banyak juga warga yang melakukan iktikaf di salah satu masjid tertua di Cirebon ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com