Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puluhan Emak-emak Geruduk Kantor KPU Surabaya, Tuntut Situng KPU Dihentikan hingga Diskualifikasi Paslon 01

Kompas.com - 09/05/2019, 17:58 WIB
Ghinan Salman,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Puluhan massa yang tergabung dalam Barisan Perempuan Jawa Timur Simpatik melakukan demonstrasi di Kantor KPU Surabaya, Jalan Adityawarman, Surabaya, Kamis (9/5/2019) pukul 14.00 WIB.

Massa emak-emak Surabaya ini menuntut agar situng KPU dihentikan karena Pemilu dinilai tidak adil. Mereka juga meminta mendiskualifikasi paslon 01.

Tak hanya itu, massa aksi juga mendesak DPR membentuk tim pencari fakta dan dilakukan investigasi atas meninggalnya petugas KPPS yang sampai saat ini diperkirakan berjumlah 554 orang tersebut.

Saat berorasi, sekitar lima orang peserta aksi bernegosiasi dengan aparat kepolisian untuk bertemu dengan komisioner KPU.

Baca juga: Antisipasi Kericuhan, 612 Personel Polisi Jaga Rapat Pleno KPU Sumsel

 

Setelah ada kesepakatan, lima orang peserta aksi dipersilakan masuk ke Kantor KPU Surabaya.

Namun, sampai di teras Kantor KPU, yang dibolehkan masuk bertemu hanya satu orang. Adu mulut antara massa dengan seorang aparat kepolisian pun terjadi.

"Kenapa enggak boleh pak. Bapak tidak boleh begitu, kesepakatannya tadi lima orang. Kenapa sekarang harus satu orang? Apa bedanya satu dengan lima perwakilan," kata wakil koordinator aksi, Reni Widia Lestari.

Setelah bernegosiasi, polisi memperbolehkan perwakilan massa masuk untuk menyampaikan aspirasinya pada pihak KPU. Namun, setelah masuk kantor KPU, tak satupun komisioner KPU Surabaya yang ada di dalam kantor.

Reni menyatakan, aksi yang dilakukan merupakan salah satu bentuk aspirasi dari para perempuan yang tergabung di Barisan Perempuan Jawa Timur Simpatik.

"Kami melakukan aksi damai dan aksi simpatik, kami prihatin terhadap kondisi Pemilu yang curang dan tidak ada tindak lanjut dari semua kecurangan yang ada," ujar dia.

Ia juga mempersoalkan jatuhnya banyak korban, dan pemberian santunan yang dinilai tidak layak. Ia pun meminta DPR untuk membentuk pansus dan TPF untuk melakukan investigasi mengapa bisa banyak korban yang meninggal.

"Terakhir kami minta situng KPU dihentikan karena situng itu dianggap informasi menyesatkan bagi masyarakat Indonesia," kata dia.

Koordinator kelompok ini, Ida Farida menilai, KPU tidak netral dan berpihak kepada salah satu paslon. Karena itu, pihaknya meminta keadilan Pemilu kepada KPU.

Baca juga: Situng KPU Data 74,71 Persen: Jokowi-Maruf 64,3 Juta Suara, Prabowo-Sandi 50,1 Juta

Ida Farida menuding, situng KPU merupakan kebohongan karena presentase angka atau perolehan suara dinilainya tidak benar.

"Yang kedua kami minta diskualifikasi salah satu paslon yang mana dia telah mencederai atau menyalahgunakan kewenangan dan melanggar UU Pemilu," ujar dia.

Saat ditanya bukti dugaan kecurangannya, Ida tidak menyampaikan secara tegas. Ia hanya menyebut ada penggelembungan suara, ada yang membawa kotak suara tanpa pengawalan, hingga form C1 yang hilang.

"Kami banyak bukti. Di sinilah kami melihat KPU itu tidak jujur, KPU berpihak dan merugikan salah satu paslon karena berpihak kepada salah satu paslon. KPU atau siapa pun yang melanggar UU Pemilu bisa dipidanakan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com